BAB 6

Delapan Belas Tahun Kemudian

Sebuah mobil porsche 718 meluncur di jalan bagai seekor macan kumbang, mobil itu menikung tajam di belokan dengan suara mesinnya yang mendengung rendah dan dalam hingga terdengar seperti geraman seekor hewan pemangsa.

Alesha Kamil yang tengah berlutut di kebun sayuran organiknya yang tumbuh subur, ia menyekop pupuk untuk tanamannya sembari mengomeli serangga kecil yang berpesta pora melahap tanamannya.

Tapi suara deru mesin mobil porsche itu menarik perhatian Alesha, ia menengok ke belakang mengamati mobil itu, lalu mulai panik saat mobil itu berhenti di halaman rumahnya.

“Ya ampun, apakah ini sudah siang?" gumamnya. Ia meletakkan sekop, lalu berdiri dan mengibaskan tanah basah yang menempel di gamis panjangnya.

Tangannya terangkat untuk merapihkan hijabnya, namun ia langsung menyadari jika ia masih mengenakan sarung tangan berkebunnya yang tebal. Alesha segera melepaskannya dan menaruhnya di samping sekop, sambil terus memperhatikan si pengemudi keluar dari mobil sport itu dan mulai berjalan memasuki pekarangannya.

Alesha melirik jam di pergelangan tangannya, dan melihat bahwa ia tidak lupa waktu. Pria itulah yang kepagian untuk pertemuan mereka, dan akibatnya... Alesha tidak bisa memberi kesan pertama yang baik pada tamunya.

Gadis cantik itu tengah kepanasan, berkeringat dan kotor. Sungguh bukan penampilan yang bagus untuk bertemu dengan seorang klien, padahal ia sangat membutuhkan uang.

Sambil memaksakan seulas senyum, Alesha berjalan menyambut tamunya, dengan gelisah ia berusaha mengingat apakah rumah dan studio lukisnya cukup rapih ketika ditinggalkannya tadi sebelum ia berkebun . Sebetulnya, Alesha sudah berencana untuk merapikannya sebelum tamunya tiba, tapi tamunya datang lebih awal dari waktu janjiannya.

Penampilannya mungkin acak-acakan, tapi Alesha tidak mau kelihatan bisa diintimidasi. Keramahan yang diimbuhi rasa percaya diri adalah satu-satunya cara untuk menutupi penampilannya yang tidak menguntungkan ini.

Pria itu masih beberapa langkah darinya ketika Alesha menyapanya. “Hai,” ujarnya sambil tersenyum lebar. “Saya pikir Anda akan datang satu jam lagi.”

“Sudah waktunya permainan kotormu diakhiri!” ucap pria itu dengan tegas.

Sepatu boots Alesha sedikit terpeleset saat ia berhenti mendadak. Ia memiringkan kepalanya kebingungan. “Maaf, saya...”

“Siapa kau sebenarnya, Nona?”

“Alesha Kamil. Memangnya Anda mengira aku ini siapa?”

“Aku tidak tahu siapa namamu, dan tipuan apa yang sedang kau mainkan?”

“Tipuan?” Alesha memandang ke sekelilingnya, seolah-olah pohon mangga besar dan rerumputan di halamannya dapat memberi jawaban atas interogasi yang aneh ini.

“Kenapa kau terus-menerus mengirimiku surat?”

“Surat?”

Wajah bingung Alesha membuat pria itu murka, dan melangkah cepat ke arahnya seperti seekor elang mengincar tikus sawah. Pria itu berambut hitam lebat, tinggi, berotot dan mengenakan celana panjang dan kaus berkerah. Ia juga memakai kacamata hitam, sehingga Alesha tidak dapat melihat matanya, tapi Alesha masih bisa melihat ekspresi dan cara berdirinya yang begitu garang.

“Saya tidak mengerti apa yang Anda bicarakan.”

“Surat-surat itu, Nona, surat-surat itu.” Pria itu menekankan kata-katanya sambil mengatupkan giginya yang putih.

“Surat-surat apa yang Anda maksud? Saya benar-benar tidak mengerti.”

“Tidak usah pura-pura.”

“Anda yakin tidak sedang salah alamat?"

Pria itu kembali melangkah maju. “Aku berada di alamat yang benar,” ujarnya geram.

“Tampaknya tidak.” Alesha tidak suka ditekan seperti itu, terutama oleh seseorang yang tidak dikenalnya mengenai sesuatu yang sama sekali tidak diketahuinya. “Entah Anda gila atau mabuk, tapi yang jelas Anda salah alamat. Saya bukan orang yang Anda cari dan saya minta Anda segera meninggalkan rumah saya SEKARANG JUGA!!”

“Bukankah tadi kau sedang menungguku? Aku bisa melihatnya dari caramu menyambutku.”

“Tadinya saya pikir Anda orang Bank.”

“Yah, saya bukan orang Bank.”

“Syukurlah.” Alesha tidak suka kalau harus berbisnis dengan seseorang yang begitu pemarah dan tidak masuk akal seperti orang ini.

“Kau tahu betul siapa aku,” ujar pria itu, membuka kacamata hitamnya.

Napas Alesha tercekat dan ia mundur satu langkah karena ia ternyata memang mengenal pria itu. Ia memegang dadanya untuk menahan jantungnya yang mendadak berdebar cepat. “Andra,” bisiknya pelan.

“Betul. Keenandra Malik Gunawan. Persis seperti yang kau tulis di amplop-amplop itu.”

Alesha terkejut melihat pria yang tak pernah ia jumpai selama bertahun-tahun lamanya, pria itu kini berdiri hanya beberapa senti di hadapannya, bukan di internet atau TV yang biasa ia lihat.

Berbeda dengan Alesha yang menatap Keenan dengan wajah terkejutnya karena tak menyangka pria itu datang ke rumahnya, Keenan justru memandang Alesha dengan tatapan jijik dan sama sekali tidak mengenalinya.

"Mari silahkan masuk, Tuan Keenan," ajak Alesha, ia harus meluruskan tuduhan yang dialamatkan Keenan padanya.

Beberapa orang tetangga yang sedang joging menikmati cuaca akhir pekan, nampak berhenti sejenak memperhatikan mobil dan tamu Alesha.

Adanya tamu pria yang datang ke rumahnya bukanlah hal yang aneh, sebab ia memiliki banyak klien pria dan kebanyakan dari mereka berkonsultasi dengannya di rumah. Umumnya tamu-tamu pria yang datang adalah eksekutif resmi, dan mengenakan setelan jas. Jarang sekali ada musisi terkenal dan mengendarai mobil mewah.

Sebab komplek perumahan Alesha bukanlah komplek perumahan mewah, ia hanya tinggal di pinggiran kota Jakarta. Sehingga sebuah mobil Porsche yang berhenti di rumahnya tentu saja memancing rasa ingin tahu, di tambah lagi sepanjang ia tinggal di rumahnya itu Alesha sama sekali tidak pernah bertengkar dengan siapa pun.

Keenan mengikuti Alesha masuk rumah. Kelembapan di luar sana membuat udara AC terasa nyaman, tapi karena tubuh Alesha basah karena keringat, udara yang dingin malah membuatnya merinding, atau mungkin karena Keenan ada di belakangnya yang membuat bulu kuduknya meremang.

“Lewat sini.” Alesha mengajaknya menuju studio, sembari berjalan Alesha berpikir. Ia masih tak menyangka jika Keenandra kembali memasuki hidupnya lagi.

Saat Alesha berbalik hingga berhadapan dengan pria itu, mata Andra yang jernih tengah mengamati sekeliling studio. Matanya segera memandang mata Alesha bagaikan magnet. “Lalu?” tanyanya ketus, bertolak pinggang. Jelas pria itu sedang menunggu penjelasan lengkap atas sesuatu yang sama sekali tidak diketahui Alesha.

“Aku tidak tahu apa-apa tentang surat yang kau katakan itu, Tuan Keenandra.”

“Di surat itu jelas tertera alamat rumah ini.”

“Kalau begitu si penulis surat itu salah menuliskan alamat.”

“Tidak mungkin. Surat-surat itu di kirim lima kali dalam minggu ini dengan alamat yang sama, dan aku tidak buta huruf. Dengar, Nona El... Al... Eh siapa tadi?”

“Alesha.”

Pria itu memandangnya sekilas dengan rasa ingin tahu. “Nona Alesha, walaupun aku tidak ingat siapa saja wanita yang pernah aku tiduri tapi aku pastikan aku selalu menggunakan pengaman.”

Alesha kembali terkejut, ia menghirup napas dengan cepat. “Aku tidak pernah tidur denganmu, atau dengan pria manapun sampai aku menikah nanti.” Alesha sendiri tak tahu kapan ia akan menikah, ia tak pernah memikirnya.

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

waaaahhh ternyata Andra, dia kan yang membawa Annisa ke hotel. Sampai akhirnya Annisa hamil. Apakah Andra pelakunya? tapi kalau bukan dia yaa siapa lagi...

2024-07-03

2

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

penasaran banget, siapa yaa pria itu kok dari kata-katanya seperti sudah pernah bertemu Alesha.

2024-07-03

3

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Emang siapa yang akan bertamu ke rumah Alesha...

2024-07-03

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!