BAB 11

Alesha tinggal di kamar ibunya sampai satu jam lebih. Selama itu Hana lebih sering tidur, hanya sesekali menggumamkan kata-kata yang tidak jelas pada Alesha.

Dengan sedih Alesha meninggalkannya. Ketika ia keluar dari kamar, Andra sedang berjalan mondar-mandir di lorong. Para perawat di meja perawat di ujung lorong memperhatikan pria itu, tapi lantai yang mengilap adalah satu-satunya yang dilihat oleh Andra, yang terus berjalan mondar-mandir seperti seekor singa dalam kurungan.

“Kau masih di sini?” tanya Alesha, melihat Andra masih di sini membuatnya kesal.

“Kau mau pulang naik apa?”

“Naik taxi.”

Andra menggelengkan kepalanya dan menggandeng Alesha ke pintu keluar. “Di sini taxi tidak dapat diandalkan, jadi biar aku antar kau pulang.”

"Kau ini sok tahu sekali. Aku sering naik taxi, dan tidak ada masalah apa-apa." Aleha tahu ini hanya akal-akalan Andra saja agar bisa mengantarnya pulang.

Andra tak menghiraukan ucapan Alesha, ia terus menggandeng gadis itu hingga ke parkiran, dan beberapa menit kemudian mereka sudah kembali berada di dalam Porsche.

“Bagaimana keadaan ibumu?”

“Tidak baik,” jawab Alesha singkat.

Setelah terdiam beberapa saat Andra berkata, “Aku turut prihatin.”

“Mereka terus memberinya obat untuk meminimalkan amukannya. Saat Ummi lebih tenang, Ummi selalu membicarakan Abi dan Kak Annisa, kemudian Ummi menangisi mereka.”

“Di Geen Hotel, kan?”

“Maksudmu tempat kita bertemu dulu?”

“Di pesta ulangtahun saudara sepupu Anggel?”

“Ya,” ujar Alesha, bertanya-tanya seberapa banyak yang dapat diingat pria itu. "Kakakku di undang oleh Anggel."

Andra menyipitkan matanya ke arah jendela lalu bergumam. “ Ya, aku ingat sekarang. Kakakmu sangat cantik.”

Alesha menganggukkan kepalanya sedikit. “Betul.”

“Saat itu kau masih kecil.”

“Lima belas tahun. Kau mengajak Kak Annisa untuk minum.”

Andra tertawa. “Kemudian kalian bertengkar, karena kau tidak membolehkannya minum.”

“Ya tentu saja aku melarangnya, itu minuman haram yang tak patutu untuk di coba.”

Andra langsung terdiam, merenungkan kata-kata Alesha beberapa saat, lalu berkata. “Apa kau yakin setelah tidur denganku, Annisa tidak tidur dengan pria lainnya?"

“Aku berani jamin kau adalah pria pertama dan terakhir, karena kakakku masih tujuh belas tahun dan setelah kejadian itu Kak Nisa langsung di kirim kembali ke pondok."

“Hah? Tujuh belas? Tujuh belas?” ulang Andra, wajahnya berubah kelabu. “Aku kira umurnya sudah lebih dari dua puluh tahun.”

“Dia memang tampak lebih tua dari usianya,” ujar Alesha pelan.

“Ya, aku ingat busungan dada di balik b*a yang di kenakannya, tubuhnya sama sekali bukan tubuh anak remaja lagi.”

“Jangan bahas hal itu,” sergah Alesha, ia merasa tak nyaman membicarakan soal fisik, walau apa yang di katakan Andra benar adanya. Annisa memang memiliki tubuh yang sangat indah.

“Tapi yang jelas usia kakakku saat itu masih tujuh belas tahun, dan dia hamil menjelang ujian nasional. Itu petaka bagi Kak Nisa karena dia di keluarkan dari pondok dan juga... Petaka bagi karir dakwah Abi."

Andra berbelok ke tempat parkir sebuah cafe. “Kita masih harus ngobrol banyak.”

“Tidak. Aku ingin pulang saja.”

“Dengar,” tukas Andra dengan raut wajah penuh rasa bersalah, “Aku tidak akan mengajakmu mabuk-mabukan dan tidur denganku, aku hanya ingin tahu apa yang terjadi dengan Annisa setelah itu.”

Tanpa menunggu jawaban Alesha, Andra melangkah keluar, membanting pintu mobilnya, pria itu memutar membukakan pintu untuk Alesha. Ia melihat para pelayan langsung mengenali Andra ketika mengantar mereka ke kursi. Bisikan dan pekik-pekik kecil mengikuti mereka seperti gelombang.

Alesha langsung duduk di kursinya. “Apakah ini selalu terjadi ke mana pun kau pergi?”

“Apa?” Andra menatap Alesha dengan bingung. “Oh, maksudmu tingkah laku orang-orang itu? Abaikan saja, itu tidak penting.”

Alesha berusaha melakukannya, tapi hal itu bukanlah sesuatu yang mudah karena ia sendiri juga sedang menjadi pusat perhatian seperti halnya Andra. Ketika pelayan mendekati meja mereka sambil memberikan daftar menu dan meminta tanda tangan Andra, pria itu memberikannya sambil memesan dua cangkir kopi.

“Lalu apa yang terjadi selanjutnya? Apa yang dilakukannya?” Andra bertanya segera setelah pelayan yang kegirangan itu pergi.

“Siapa?”

“Kakakmu, Annisa. Apa yang dilakukannya saat dia tahu dia hamil dan di keluarkan dari sekolahnya?”

“Dia dan Ummi…“ Alesha menundukkan kepalanya, ia menceritakan malam yang mencekam dimana Umminya dan Annisa bertengkar hebat dan saat itu juga kondisi jantung Abinya semakin memburuk hingga masuk ICU. “Kak Nisa juga sempat ingin menggugurkannya.”

Dari seberang meja Alesha dapat merasakan reaksi Andra, tubuh pria itu menegang, tangan Andra mengepal. “Dia tidak melakukannya? Karena sekarang Azzam tumbuh sehat.”

Alesha merasa sulit membicarakan hal ini. Saat itu merupakan saat paling mengguncangkan dalam keluarganya. Saat itulah mereka mulai tercerai-berai, setelah itu mereka tak lagi menjadi orang yang sama, dan situasi keluarganya benar-benar berubah total 180°.

“Aku berhasil menggagalkan rencananya,” ujar Alesha pada pria itu setengah berbisik. “Aku merebut pil yang akan Kak Nisa minum dan membuangnya. Aku memohon padanya agar tetap mempertahankan kandungannya. Aku tahu hamil di luar nikah dan di keluarkan dari sekolah adalah masalah yang begitu pelik, tapi bayi dalam kandungannya tidak berdosa, dia bukan sampah yang boleh di buang begitu saja." Alesha terdiam, menatap mata Andra, lalu kembali melanjutkan.

“Hari-hari yang kami lalui semakin berat, Ummi sampai harus menjual rumah dan kami pindah ke rumah yang sekarang aku tempati. Kami membutuhkan banyak uang untuk membayar biaya pengobatan Abi dan kehamilan Kak Nisa, karena saat itu nyaris tidak ada pemasukan sama sekali setelah pemutusan kontrak dakwah Abi," ucap Alesha lirih mengingat semua kejadian itu.

"Alhamdulillah, Abi di perbolehkan keluar dari rumah sakit satu bulan sebelum Kak Nisa lahiran, kemudian lahirlah Azzam," Alesha tersenyum sayu. "Kami semua sangat menyayanginya."

“Apa Annisa juga menyayanginya?”

Senyum Alesha mengambang. “Dia akhirnya menyayangi Azzam. Anak itu begitu menggemaskan dan tampan, tidak mungkin ada orang yang tidak menyayanginya.”

Andra menatap Alesha, ia merasa masih ada yang belum diceritakan wanita itu, tapi kopi yang mereka pesan sudah datang, membuat Alesha menghentikan ceritanya. Saat pelayannya pergi, Andra bertanya, “Mengapa Azzam tidak bersama Annisa sekarang? Dimana dia sekarang?”

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

aku juga penasaran kemana kah Annisa pergi kenapa nggak ada kabarnya

2024-07-29

3

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

astagaaaa kenapa yang diingat bisingan dadanyaaaa....dasaaar nihhh

2024-07-29

3

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

hemmm seenaknya kamu ngomong Andra....kalau Annisa tidur dengan pria lain masak iya Azzam wajahnya mirip kamu

2024-07-29

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!