Hai teman-teman,
Terima kasih sudah membaca, sebelum ke bab 15 aku mau sedikit meluruskan bab 14 kemarin, bahwa Azzam baik-baik saja. 'Transplantasi ginjal dan transfusi darah' yang aku maksud adalah dalam anganan Alesha.
Jadi saat tahu Annisa mengandung Azzam dan Haikal menentang keras untuk meminta pertanggung jawaban Andra, Alesha itu sempat berkhayal mungkin Andra akan kembali ke kehidupan mereka kalau-kalau Azzam dalam keadaan darurat seperti: Transplantasi ginjal, atau transfusi darah. Karena namanya hidup kan ga selalu mulus, dan masa depan tidak ada yang tahu.
Semoga bisa di mengerti ya teman-teman, sekali lagi terima kasih banyak sudah setia membaca 😊
...****************...
“Satu orange jus.”
“Dua.”
Mendengar suara Andra, Alesha langsung memutar tubuhnya. “Apa yang kau lakukan di sini?” tanyanya terkejut.
“Beli minum,” ujarnya sambil tersenyum santai. “Dan minta sekantong popcorn juga, ya,” lanjutnya pada pria di balik stan makanan.
Sang penjual segea memberikan pesanan mereka sambil terus menatap Andra. “Seperti aku pernah melihat Anda.”
Andra tersenyum lebar. “Mungkin kau memang pernah melihatku.”
Pria itu memperhatikan wajah Andra sambil menghitung uang kembalian Andra. Alesha berusaha untuk membayar sendiri minumannya, tapi tangannya ditahan oleh Andra di balik konter.
“Oh, ya ampun, betul,” ujar pria itu sambil tertawa terbahak-bahak. “Kau bekerja di toserba Mutiara Jaya, kan?" ia menyebutkan salah satu nama toko yang tak jauh dari sana "Di bagian peralatan olahraga?”
Senyum Andra memudar, tapi hanya separo. “Benar. Kau mendukung tim yang mana?”
“SMA Pancasila."
“Sama dong. Trima kasih.” Andra lalu menuntun Alesha menuju ruang olah raga sekolah.
Tawa Alesha meledak, menertawakan ternyata ada orang yang tak mengenal Andra.
“Diamlah,” gerutu Andra. "Hal itu justru malah membantuku untuk tetap rendah hati.”
Tapi pria itu sama sekali tidak tampak rendah hati, dengan celana pendek, kaus biru yang membentuk tubuhnya yang bidang, topi, dan kacamata yang semuanya barang-barang branded, sehingga membuatnya menjadi pusat perhatian.
Berjalan di sisinya, Apesha melihat beberapa kepala menoleh ke arah Andra baik karena mengenal maupun hanya mengagumi pria itu. “Terima kasih atas minumannya.”
“Sama-sama. Mau popcorn?”
“Tidak, terima kasih.”
Karena kedua tangannya penuh, Andra menggunakan mulutnya untuk langsung mengambil popcorn-nya. “Aku mendapat surat lagi,” ujarnya tenang sambil mengunyah.
“Benarkah?”
“Di hari yang sama waktu aku bertemu denganmu. Mau duduk di mana?”
“Di bawah sana, yang penuh orang pakai baju biru dan hitam.” Alesha menunjuk ke arah tempat para pendukung bersorak-sorai dengan meriah.
Andra segera menepi agar Alesha dapat menduluinya menuruni tangga. “Apa isi surat itu?” tanyanya sambil menengok ke belakang.
“Kurang-lebih sama. Nanti saja kita bahas setelah pertandingan selesai.”
“Kupikir karena kau tidak menelepon atau datang keesokan harinya...”
“Kita tidak akan berjumpa lagi?” sahut Andra.
“Ya,” jawab Alesha terus terang.
“Terus, kau merasa senang atau sedih?”
“Aku tidak tahu.”
Alesha merasa gamang, di satu sisi ia merasa sangat lega karena ia khawatir Andra akan mengambil Azzam darinya, tapi d sisi lain ia tidak menafikan jika ada sedikit perasaan rindu tak bertemu dengan pria itu.
Di tambah ia harus membereskan kekecewaan Azzam karena tokoh idolanya tidak meneleponnya untuk menindaklanjuti pertemuan pertama mereka.
“Bagaimana kalau kita duduk di sini?” tanya Andra, mengarahkan Alesha ke sebuah deretan kursi.
“Boleh.”
Alesha melambaikan tangan ke arah para orang tua teman satu tim Azzam, yang sebagian besar berhenti bersorak karena memperhatikan Andra dan dirinya dengan penuh rasa ingin tahu.
Sebab Alesha memang belum pernah menghadiri acara sekolah dengan pria manapun. Pertandingan tahun lalu Alesha sempat dijodoh-jodohkan dengan pelatih basket yang juga masih lajang, tapi Alesha merasa kesal dan ia langsung menolaknya.
Beberapa bulan setelah penolakan itu, sang pelatih menjalani taaruf dan menikah, kini istrinya tengah menyoraki tim dari balkon. Alesha turut berbahagia dan lega atas pernikahan mereka.
Alesha merasa saat ini semua perhatian tertuju padanya ketika Andra duduk di sampingnya. Semua yang duduk di sekeliling mereka terus mengamati mereka berdua.
“Sudah ada kabar dari bank itu?” tanya Andra.
“Belum. Aku masih terus berdoa.” Alesha mengangkat tangannya, membuat gerakan orang berdoa.
Andra meraih pergelangan tangan Alesha dan menaikkan kacamata hitamnya untuk melihat tangan gadis itu. “Bagaimana lukanya?”
“Sudah lumayan, sepertinya obat itu cukup ampuh.”
“Baguslah kalau begitu.” Andra masih menggenggam tangannya sesaat sebelum Alesha menarik tangannya.
Andra memperhatikan pakaian yang kenakan Alesha saat gadis itu menariknya, Alesha mengenakan kaus loreng warna biru-hitam dengan tulisan 'Azzam's Mom' di bagian dada.
Andra bisa melihat tulisan itu sebab Alesha menaikan hijabnya. "Turunkan hijabmu!" perintah Andra, tanpa menunggu Alesha melakukannya ia sendiri yang menurunkan.
"Hah?" Alesha terkejut.
"Semua orang sudah tahu jika kau ibunya Azzam, jadi tidak perlu memperlihatkan dadamu. Dengan kau memakai pakaian yang sama dengan ibu-ibu yang lainnya pun sudah sangat jelas kau mendukung sekolahnya." Andra menurunkan kembali kaca mata hitamnya.
Alesh memang tidak dapat melihat mata Andra di balik kacamata hitamnya, tapi ia tahu Andra terlihat kesal dan terus mengamatinya. Hal itu membuat Alesha tersipu, ia pun mengalihkan perhatiannya ke lapangan. “Itu Azzam.”
“Nomor berapa...? Oh, itu dia.”
Azzam dan timnya sedang berlari di pinggir lapangan setelah melakukan pemanasan. Saat ia melihat mereka berdua duduk berdampingan di bangku penonton, dari jauh pun Alesha dapat melihat mata Azzam yang berbinar-binar.
Senyum Azzam semakin lebar dan ia melambaikan tangannya dengan penuh semangat. Andra membalas lambaiannya dan mengacungkan kedua ibu jarinya.
“Regunya pasti menang,” ujar Andra.
“Kau tahu dari mana?”
“Anak itu seorang juara. Itu sudah kelihatan jelas.”
Di akhir babak pertama Alesha merasa ramalan Andra salah. Tim SMA Pancasila ketinggalan satu kosong. Pertandingan itu merupakan pertandingan yang berat bagi kedua tim, karena keduanya sama hebatnya.
Suasana histeris melanda penonton, emosi semakin meningkat. Karena itulah ketika kaki mereka secara tak sengaja bersentuhan, Aleha langsung menarik diri, ia merasa seperti tersengat aliran listrik meski tidak bersentuhan secara langsung.
“Maaf,” ujar Andra.
Alesha mengerutkan dahi sambil memandang Andra dengan kesal. “Kau terbiasa bersentuhan dengan banyak wanita, tapi aku tidak. Jadi jangan samakan aku dengan mereka!”
"Aku mengerti, untuk itulah aku meminta maaf."
Kali ini Alesha memaafkan Andra, ia mengalihkan pembicaraan ke masalah serius yang mempertemukan mereka. “Apa katanya? Surat itu, maksudku.”
“Kurang-lebih sama.”
“Lebih mengancam?” tanyanya, khawatir akan keselamatan Azzam.
“Tidak juga. Aku hanya diingatkan betapa pers akan berpesta pora kalau kisah tentang Azzam sampai bocor. Itu sih aku juga sudah tahu,” ujarnya geram.
“Azzam juga pasti akan kena imbasnya.”
“Aku tahu,” tukas Andra ketus. “Aku bukan bajingan egois seperti anggapanmu. Sekarang aku harus bisa berpikir logis, bukan emosional. Satu-satunya cara kita bisa menangkap orang ini adalah dengan mulai berpikir seperti dia.”
Alesha mengangguk setuju.
“Aku memang sasaran empuk untuk dijadikan bulan-bulanan. Siapa pun yang menulis surat-surat itu cukup pandai untuk menyadarinya dan menggunakannya sebagai umpan. Dia sama sekali tidak bisa dianggap enteng. Ini adalah rencana yang sudah dirancang dengan matang untuk menghancurkan karierku.”
“Tapi bukankah kau sangat dikenal karena karya-karyamu? Apa mereka masih memperdulikan urusan pribadimu?”
“Tentu saja. Semua manajemen tidak mau ada skandal, kalau sampai foto seorang anak tidak sah yang tidak pernah kuketahui keberadaannya muncul di media, apa kau kira aku masih punya kesempatan untuk menggelar konser di luar negeri?”
“Memangnya kau masih ada konser di luar negeri?”
Ekspresi Andra mengatakan itu adalah pertanyaan paling bodoh yang pernah didengarnya. “Ya, jelas. Aku punya jadwal world tour, kalau sampai berita ini muncul kemungkinan mereka mengcancel jadwal tersebut, dan bukan hanya itu aku juga akan mendapatkan penalty dari brand-brand yang mensponsoriku."
"Wow... Tidak pernah terpikir olehku kalau pengungkapan masalah ini ke publik bisa mempengaruhi kariermu.”
“Ya begitulah.” Andra cemberut. “Siapa pun yang mengancamku tahu betul betapa berartinya world tour ini bagiku.”
“Bukan aku pelakunya,” tukas Alesha sungguh-sungguh, sambil melambaikan tangannya. “Akan lebih baik bagi Azzam maupun aku kalau semuanya tetap seperti dulu. Mengetahui kau adalah ayahnya hanya akan mengacaukan hidup Azzam.”
Andra tampak tersinggung. “Kenapa begitu?”
“Karena kau adalah kau. Apa yang akan kau lakukan dengan seorang anak yang beranjak remaja?”
“Aku akan sering-sering menghadiri pertandingan basket."
“Dan lebih jarang pergi ke pesta bersama teman-teman wanitamu?”
“Kelihatannya kau tahu banyak tentang kehidupanku.”
Alesha terdiam, pria itu tidak perlu tahu kalau setiap kali ia membuka sosial media, diam-diam Alesha mencari berita tentang Andra. “Peluitnya sudah ditiup,” ujar Alesha, kembali memusatkan perhatian ke lapangan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
M⃠Ꮶ͢ᮉ᳟Asti 𝆯⃟ ଓεᵉᶜ✿🌱🐛⒋ⷨ͢⚤
aduh gimana kalau sampai terbongkar semua
2024-08-09
3
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
ohbaku pikir beneran Azzam membutuhkan nya ... Alhamdulillah kalau itu hanya hayalan belaka
2024-08-09
2
🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜
Iyaa betul sekali bagi yang tidak menyukai Andra, kesalahan Andra di masa lalu bisa menjadi senjata untuk menghancurkan kehidupan Andra. Tapi siapa yaa...
2024-07-24
2