Langkah Azzam terhenti, untuk sesaat mereka semua terdiam. Dalam keheningan itu Alesha bisa mendengarkan detak jantungnya sendiri, tapi ia berusaha untuk tetap terlihat tenang di hadapan putranya, meskipun itu sangat sulit.
Setelah beberapa detik hening, Alesha melirik Keenandra. Pria itu memandangi Azzam, rasa tidak percaya dan terkejut jelas terpampang di wajah tampan pria itu.
Azzam akhirnya mulai berbicara. “Wow... Luar biasa. Anda Keenandra Malik Gunawan kan?”
“Azzam, bicaranya yang sopan ya,” tegur Alesha.
“Maaf, Ibu. Aku hanya terkejut Om Keenan ada di rumah kita.”
Sang musisi terkenal mengganti ekspresi kebingungan di wajahnya dengan senyumnya yang ramah, dan kelihatannya Keenan mulai tenang. “Azzam? Senang berkenalan denganmu.” Andra melangkah maju dan menjabat tangan remaja itu.
Sementara Alesha mencengkeram sisi meja gambar untuk menopang tubuhnya, ia memandangi kedua pria itu. Tinggi tubuh Azzam nyaris sama dengan Andra, rambut hitam lebat dan bergelombangnya sama persis, matanya pun sama jernihnya.
Hanya saja Azzam masih terlalu kurus, tulang-tulang di bahu, siku dan pergelangan kakinya terlihat menonjol seperti ujung anak panah. Tapi suatu saat, Azzam pasti akan memiliki tubuh yang berisi seperti Andra.
Rancangan genetiknya sudah tercetak saat Azzam masih di kandungan Annisa, Alesha selalu memantau perkembangannya setiap kali Annisa periksa kandungan. Untuk melihat bagaimana rupa putranya dua puluh tahun mendatang, Alesha bisa melihat dari pria yang kini tengah menjabat tangan Azzam.
Untungnya Azzam terlalu kagum melihat sang musisi di rumahnya hingga ia tidak menyadari kemiripan mereka berdua. Dengan penuh semangat ia balas menjabat tangan Andra.
“Aku punya banyak CD Om Keenan di kamarku. KFC membagikannya secara cuma-cuma saat kita membeli paket kombo superstar. Maukah Om menandatanganinya untukku? Aku masih tidak percaya Om Keenan ada di rumahku, padahal ulang tahunku masih beberapa minggu lagi.”
Azzam memandang Alesha dan tertawa. “Apa ini hadiah istimewa yang Ibu katakan kemarin? Oh, sebentar, aku tahu. Apa Ibu sudah memintanya untuk berpose?"
Andra berbalik memunggungi remaja itu dan menghadap Alesha, tatapannya tampak biru menyala-nyala seperti kobaran api. Walaupun ditatap seperti itu Alesha tetap berusaha tenang, hingga membuat Andra tampak curiga sekaligus bingung. “Berpose apa?”
“Hmmm itu... ”
“O-oh, aku telanjur buka kartu sebelum Ibu sempat meminta Om Keenan, ya?” ucap Azzam pada Keenan, “Ibu mengajukan diri untuk membuat company profile sebuah bank, kalau tidak salah Om Keenan salah satu BA dari bank tersebut. Jadi, Ibu bilang ingin meminta Om berpose seperti saat Om Keenan sedang konser.”
“Hmm... Benarkah?”
“Ya, sebentar lagi hari musik sedunia. Menurut Ibu, Om Keenan adalah musisi sekaligus BA yang paling tampan,” jawab Azzam menyeringai “Ibu juga bilang, Om yang paling terkenal.”
“Begitu, ya,” ujar Andra pelan. “Aku merasa tersanjung.”
“Maukah Om melakukannya?”
Andra mengalihkan tatapannya dari Alesha dan kembali menatap Azzam. “Tentu saja aku mau. Kenapa tidak?”
“Wah, hebat.”
“Tidak usah repot-repot,” sela Alesha. “Aku sudah mengerjakan sketsa kasarnya, jadi kau tidak perlu berpose.” Dengan tak acuh, ia menunjuk tumpukan sketsa di belakangnya.
“Coba kita lihat,” pinta Andra.
“Sketsa-sketsa ini belum siap untuk diperlihatkan,” elak Alesha.
“Bukankah kau berencana untuk menunjukkannya pada orang Bank itu? Kau sedang menunggunya kan?”
“Ya, tapi hanya untuk orang Bank itu saja. Karena dia pasti tahu perbedaan antara sketsa kasar dengan rancangan yang sudah jadi.”
“Aku juga mengerti mengenai sketsa, dan aku ingin melihatnya.” Andra menantang Alesha.
Menyadari tatapan ingin tahu Azzam dan tahu betapa cerdiknya anak itu, Alesha tidak punya pilihan lain kecuali menurut.
“Baiklah," ucapnya berlawanan dengan suaranya yang terdengar riang, senyumnya terasa kering dan rapuh saat ia mengulurkan beberapa sketsa pada Andra.
“Betul kan, itu Om Keenan!” Pekik Azzam, menunjuk wajah seorang pria dalam gambar yang melukiskan sebuah gedung megah. "Mirip sekali dengan Om, bukan?”
“Sangat mirip,” ujar Keenan, kembali menatap Alesha dengan tatapannya yang tajam dan menuntut. “Sepertinya Ibumu sudah sangat mengenal wajahku dengan baik.”
“Ya, Ibu memang lihai dan paling hebat,” ujar Azzam bangga pada Alesha. “Ibu bahkan bisa menggambar pakaian yang pernah Om kenakan saat pertunjukan KTT di Bali dengan detail.”
Alesha menyambar gambar-gambar yang dibuatnya. “Karena gambar-gambarku sudah Anda setujui, tampaknya tidak ada alasan bagiku untuk menahan Anda lebih lama lagi, Tuan Keenandra. Terima kasih banyak atas kunjungan...”
Suara bel pintu memotong kata-katanya.
“Biar aku yang buka,” pekik Azzam, langsung lari ke depan. Namun sebelum beranjak dua langkah, Azzam berhenti dan berbalik. “Om tidak akan pergi sebelum aku kembali, kan?”
“Tentu saja tidak,” ujar Andra padanya. “Aku masih akan ada di sini untuk sementara waktu.”
“Asyik!” Azzam bersorak kegirangan, kemudian anak itu berlari menyusuri lorong ke muka rumah, ketika bel kembali dibunyikan untuk kedua kalinya.
Keenan mendekati Alesha dan memegang kedua lengan wanita itu. Dengan suara pelan namun sarat oleh kemarahan ia mendesis. “Tadi kau bilang kau belum pernah punya anak?” ia menatap tajam Alesha.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sri Puryani
o......anaknya annisa
2025-02-27
0
M⃠Ꮶ͢ᮉ᳟Asti 𝆯⃟ ଓεᵉᶜ✿🌱🐛⒋ⷨ͢⚤
belum punya anak yang dikandung dan dilahirkan sendiri 🤭
2024-08-09
4
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
yaa emang benar Alesha nggak pernah punya anak dia nggak bohong
2024-07-08
5