“TIDAK!!” Tolak Alesha dengan tegas saat Andra memintanya untuk menemaninya ke pesta.
“Kenapa? Ini acara resmi, aku berani jamin tidak akan ada yang mabuk.”
“Bukan hanya itu, tapi..." Alesha nampak berpikir keras, beruntung hanya lewat sambungan telepon sehingga Andra tak melihat ekspresi kebingungannya. "Hanya saja sekarang sudah jam dua siang, dan kau bilang acara makan malamnya jam...”
“Delapan. Memangnya kau perlu enam jam untuk berdandan?”
“Aku tidak punya baju untuk pergi ke acara semacam itu, Andra. Lagi pula, kenapa kau mengajakku sih? Kau kan pasti punya buku telepon yang berisi nama-nama wanita yang pernah kau kencani.”
“Alesha, gara-gara kau, aku jadi tidak punya teman kencan.”
“Gara-gara aku?” tanya Alesha bingung kenapa Andra malah menyalahkannya.
“Aku sulit berkonsentrasi sejak bertemu Azzam. Aku bahkan sama sekali tidak ingat acara makan malam ini sampai ada temanku yang mengingatkannya.”
“Maaf sekali lagi Andra, aku tidak bisa. Kau bisa mengajak orang lain, atau kau bisa pergi sendirian, atau kau tidak usah datang saja sekalian. Tapi kalau kau sampai tidak punya teman kencan, itu sama sekali bukan urusanku dan tidak ada kaitannya dengan aku!!”
“Acara ini penting Al, aku harus menghadirinya, tapi aku juga tidak bisa datang sendiri.”
“Tidak bisa karena kau harus selalu membawa gandengan?”
“Ya, begitulah," sahut Andra. “Hasil tes DNAnya sudah keluar, dan benar Azzam adalah anak kandungku. Kita harus bicara, Alesha. Ikutlah denganku malam ini, please.”
Alesha menggigit bibirnya dan melihat pekerjaan yang harus diselesaikannya akhir minggu ini. Ia melihat bayangannya di cermin, ia memerlukan perubahan total sebelum layak menghadiri acara jamuan makan malam resmi. “Maaf Andra, tapi aku juga harus menjenguk Ummi sore ini.”
“Kau kan wanita yang cekatan, jadi aku yakin kau bisa mengatur waktu. Pokonya sampai jumpa nanti malam.”
Andra menutup sambungan teleponnya, dan sudah jelas pria itu sama sekali tidak menerima penolakan.
*****
“Bagaimana penampilan, Ibu?” Tanya Alesha cemas.
“Ibu kelihatan sangat cantik!” seru Azzam dari belakang Alesha, ia menatap ibunya melalui pantulan di cermin pintu lemari.
Alesha berbalik. “Bajunya berlebihan tidak?”
“Berlebihan? Silau, mungkin lebih tepat.”
“Azzam,” pekik Alesha kesal, “Tadi sore kau bilang warna dan bahan ini cocok untuk Ibu?”
Azzam tertawa. “Memang sangat cocok. Tadi aku cuma bercanda.”
Setelah mampir ke salon untuk facial, Alesha menengok Hana di rumah sakit jiwa. Sebelum kembali pulang, gadis itu memutuskan untuk mampir ke sebuah butik. Hampir semua gaun yang dilihatnya tidak disukainya, baik karena tidak cocok untuknya, ataupun karena alasan lainnya.
Ia sudah mulai putus asa ketika melihat gaun yang satu ini. Gaun panjang berbahan kain satin berwarna biru cerah, lengkap dengan hijabnya.
“Sayang, kalau Anda keluar dari toko ini tanpa membeli gaun itu,” ujar pemilik butik pada Alesha.
“Gaun ini terlalu…”
“Gaun itu sempurna! Sungguh.”
Ketika wanita itu pergi melayani pembeli lain, Alesha diam-diam memeriksa label harga di gaun itu dan nyaris menjerit membacanya. Setelah melirik sedih untuk terakhir kalinya di cermin, Alesha kembali dari ruang ganti dan berjalan untuk menaruh gaun itu kembali di tempatnya semula.
Si pemilik butik kembali menghampirinya. “Pakai kartu debit atau kredit?”
“Tidak dua-duanya. Aku tidak bisa membelinya.”
“Mengapa? Anda sangat menawan dalam gaun itu.”
“Aku tidak sanggup membelinya,” jawab Alesha jujur seraya mengembalikan gaun itu pada si pemilik butik.
Si pemilik butik meraih bolpoin dari sakunya, kemudian mencoret harganya dan menuliskan harga baru. “Nah, sekarang Anda sanggup membelinya, kan?”
Alesha melihat harga baru itu. “Ini tinggal setengah harga!”
“Ya, baru saja diobral.”
“Tapi aku tetap tidak bisa..”
“Begini, Sayang. Harga gaun ini sebenarnya sudah dinaikkan seratus persen. Bahkan dengan separuh harga begini aku masih mendapat laba. Lagi pula, tidak banyak pelangganku yang mengenakan ukuran ini, ukuran yang lainnya sudah laku terjual, hanya tinggal satu ini saja. Jadi, dengan senang hati aku menjualnya, berapa pun harganya.”
Begitulah, akhirnya Alesha membeli gaun itu dan sekarang ia sudah mengenakannya. Aleaha merasa gugup karena ini oertama kalinya ia pergi ke pesat resmi.
“Seandainya tadi Ibu tidak membeli gaun yang secerah ini,” sesalnya sambil memperhatikan gaunnya.
“Ya ampun, Ibu. Percayalah, Ibu sangat cantik dengan gaun itu.”
Alesha menatap mata Azzam lewat cermin. “Coba kauulangi ucapanmu tanpa tertawa.”
Azzam menyeringai malu-malu ketika bel pintu depan berbunyi. “Aku benar-benar tidak bohong!” jeritnya sambil berlari keluar kamar dan segera membuka pintu depan.
Andra tampak sangat mewah, pria itu mengenakan stelan jas berwarna putih. Ia bersiul-siul ketika Alesha berjalan ke arahnya.
“Ibu kelihatan sangat cantik, kan?” tanya Azzam.
“Lumayan,” ujar Andra dengan suara yang membuat lutut Alesha gemetaran.
“Kami akan pulang sekitar… jam berapa, Andra?”
“Tidak usah menunggu kami,” ujar Andra pada Azzam sambil mengedipkan mata.
“Baiklah, berarti lampu ruang tamu aku matikan saja,” ujar Azzam.
“Tetap nyalakan lampunya!” perintah Alesha tegas. “Dan kunci semua pintu, jangan membuka pintu kecuali..”
“Ibu!” jerit Azzam, memutar bola matanya “Aku kan bukan anak kecil lagi.”
“Ibu tahu.” Alesha menggenggam lengan anak itu dan meremasnya dengan sayang. “Ibu pergi dulu, ya. Ibu janji tidak akan lama.”
“Kami pergi dulu, Azzam.” Andra menuntun Alesha keluar.
“Eh, Om Andra...”
“Ya?” Andra berhenti, berbalik. Azzam memintanya kembali. Mereka berbisik-bisik sebentar sebelum Azzam melangkah masuk dan mengunci pintu seperti yang diminta Alesha.
Andra menyeringai sambil membantu Alesha masuk mobil Porsche-nya. “Apa yang kalian bisikkan tadi?” tanya Alesha ketika pria itu sudah duduk di balik kemudi.
“Pembicaraan antar pria.”
“Aku ingin tahu.”
“Tidak kau tidak akan ingin tahu,” tukas Andra, terkekeh-kekeh.
“Aku ingin tahu!!”
“Yakin?”
Andra berhenti di lampu merah di ujung jalan dan memandang Alesha dari tempat duduknya. “Azzam bilang dia tidak peduli dengan kepopuleranku, kalau aku sampai berani menyentuhmu, dia akan menghajarku tanpa ampun,” ucapnya sembari tersenyum. Andra sungguh tidak marah dengan Azzam, ia justru merasa bangga karena anaknya begitu menjaga Alesha.
*****
"AYO, COBALAH.” Andra menyemangati Alesha untuk memakan tiram mentah.
“Tidak, terima kasih. Melihatnya saja aku sudah geli.”
Andra membuka cangkangnya dengan bibirnya dan menelan benda licin itu bulat-bulat. Alesha bergidik, sementara Andra justru tertawa. “Ini bagus untukmu, katanya bisa meningkatkan kejantananmu.”
“Berarti tidak cocok untukku, karena aku memang tidak jantan.”
Andra tertawa, kemudian ia menatap Alesha lekat-lekat hingga membuat Alesha tersipu malu dan berusaha mengalihkan perhatian Andra. “Hati-hati, nanti dia cemburu Iho.”
“Siapa?”
Alesha memberi kode ke arah seorang wanita berambut pirang yang mengenakan baju kulit mini berwarna merah dan menggandeng lengan seorang musisi paruh baya yang baru saja bercerai.
“Oh, dia,” ujar Andra tak acuh, kembali mengarahkan pandangannya ke Alesha. “Namanya Sandra.”
“Tadi di toilet aku sempat mengobrol dengannya, dia bilang kau membatalkan kencan dengannya minggu lalu.”
“Memang.”
“Kenapa?”
“Gara-gara kau.”
“Kenapa jadi gara-gara aku?” tanya Alesha.
“Aku rencana berkencan dengannya di hari aku bertemu Azzam. Aku jadi tidak ingin pergi kemana-mana.”
“Oh, begitu.”
“Tidak usah senyum-senyum,” gerutu Andra, melihat bibir Alesha tersenyum. Sebenarnya, sejak menjemput Alesha, ia terus-menerus memperhatikan wajah Alesha yang terlihat semakin cantik, membuat jantungnya berdegup kencang.
“Bagaimana kau dan Sandra bisa berkenalan?”
“Kami berkenalan di sebuah pertunjukan, kebetulan dia asisten manajer rekan duetku.”
Mereka tak bergitu memperhatikan acara yang tengah berlangsung, mereka diam-diam memilih tempat untuk menikmati hidangan mereka.
“Bagaimana kondisi Ibumu?” tanya Andra.
Raut wajah Alesha berubah menjadi sedih. “Kondisi fisik Ummi semakin buruk, jika terus seperti ini dokter akan memindahkannya ke ruang ICU.” Yang lebih menyedihkan lagi, ibunya tidak ingin di temani olehnya.
“Azzam sudah di beri tahu?”
Alesha menggeleng. “Azzam sedang ulangan tengah semester, aku ingin dia fokus dulu dengan ujiannya.”
"Aku yakin Ibumu akan segera pulih kembali." Mata Andra kembali menatap Alesha. “Tes DNAnya positif, aku adalah ayah biologis Azzam,” ucap Andra dengan suara yang lebih pelan.
“Lalu apa yang akan kau lakukan? Apakah kau akan memberitahu orang tuamu bahwa mereka memiliki seorang cucu?” Ia merasakan otot-otot Andra langsung menegang. Dan walaupun pria itu masih tersenyum, senyum itu tampak dibuat-buat.
“Aku tidak tahu, tapi yang jelas aku ingin melakukan pendekatan dulu dengan anak itu sebelum keluargaku tahu. Kau tidak keberatankan jika aku mengajaknya untuk tinggal di rumahku agar kami semakin dekat?”
Alesha terdiam, meski ia sudah yakin dengan hasil tes DNA itu tapi tetap saja Alesha belum siap dan mungkin tidak akan siap sampai kapanpun jika Azzam pergi meninggalkannya.
Dada Alesha begitu sesak. "Sudah malam, aku mau pulang!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 41 Episodes
Comments
Sri Puryani
enaknya dr bayi smpe besar yg membesarkan alesha kok andra seenaknya mau ambil andra
2025-03-01
0
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
Alesha pasti nggak akan mengijinkan walau Andra itu ayah biologis nya pasti 8ninakan membuat Alesha sedih
2024-08-19
2
🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤
lohh kok gara gara Alesha seenaknya ngomong ini Andra
2024-08-19
2