BAB 16

Tim SMA Pancasila berhasil melakukan penyerangan di awal babak kedua, sehingga menyamakan kedudukan. Tapi ketegangan memuncak ketika waktu yang tersisa di babak kedua itu tinggal satu menit lagi.

Tampaknya bakal ada perpanjangan waktu. Semua orang di stadion berdiri dan menjerit sampai serak menyemangati para pemain yang energi dan semangatnya mulai memudar.

“Sini, berdirilah di sini supaya kau bisa melihat lebih jelas,” ujar Andra pada Alesha. Ia menggenggam tangan Alesha, membantunya naik ke kursi di depan tempat duduk mereka. “Lebih jelas?”

“Sangat.” Untuk pertama kalinya sejak pertandingan dimulai, Alesha dapat melihat lapangan tanpa terhalang.

“Oh, tidak!” Alesha, dan juga semua orang di bangku penonton mengerang ketika upaya tim SMA Pancasila untuk memasukan bola ke ring lawannya gagal. “Ambil bolanya, Azzam! Ambil dan… ya, begitu!” pekiknya, menangkupkan kedua tangannya di pipi. Alesha melonjak-lonjak di atas bangkunya.

Tangan Andra berjaga, khawatir Alesha terjatuh. “Hati-hati,” ucapnya dengan lembut, tapi kemudian pria itu mengumpat ketika seorang pemain lawan merebut bola dari Azzam. “Rebut kembali, Azzam! Jaga dia, jaga...”

“Ayo Azzam, ayo!” Alesha menjerit-jerit ketika dengan cekatan Azzam merebut bolanya kembali.

“Dua puluh detik lagi!” teriaknya. “Lima belas detik lagi, Azzam! Yang lain bantu dia dong! Hadang anak itu! Ya ampun, dia terus-menerus melakukan itu pada mereka sepanjang pertandingan dan mereka... Wasit, pelanggaran itu!” jeritnya, menunjuk penuh tuduhan. “Sepuluh detik. Aduh... Azzam, lakukan sesuatu! Lima det...”

Kata-katanya yang terakhir tenggelam oleh sorak membahana ketika Azzam melompat tinggi-tinggi dan berhasil memasukan bola ke ring, ia mencetak angka kemenangan.

Hiruk-pikuk terjadi di lapangan, di pinggir lapangan. Di bangku penonton, para pendukung tim bersorak-sorak kegirangan. Tapi paling heboh tentu saja Andra dan Alesha, keduanya hanyut dalam kegembiraan yang meluap-luap.

Sampai-sampai tanpa Alesha sadari, ia berbalik dan mengajak Andra untuk tos dengan kedua tangannya. “Aku tak percaya. Aku tak percaya,” seru Alesha, tertawa dan menangis sekaligus. Ia menunduk dan tersenyum menatap wajah Andra, sementara Andra sendiri menengadah dan membalas senyumnya.

Lalu senyum mereka lenyap dan mereka berpandangan dengan aneh. Mata mereka saling menatap dengan perasaan yang berbeda, tapi sama bahagianya.

Mereka baru menyadari bahwa kedua tangan mereka masih saling menggenggam, keduanya perlahan melepaskan secara perlahan. "Maaf," ucap Andra.

Alesha menunduk sembari mengangguk, dengan hati-hati ia turun dari bangku. Tangan Andra kembali berjaga, ia tersenyum setelah Alesha berhasil turun. "Anakmu pencetak skor terhebat," ucap Andra memecah keheningan di antara mereka.

“Terima kasih,” jawab Alesha. “Mau bergabung dengan keriuhan di sana?”

Pertandingan sudah berakhir. Di lapangan para pemain melakukan upacara kemenangan. Masing-masing memegang minuman soda kaleng, yang dikocok kuat-kuat sebelum dibuka, lalu menyiramkannya pada teman-teman satu timnya.

“Tentu saja,” jawab Andra, mereka berlari menuruni tangga stadion, kemudian memasuki lapangan.

Azzam menyambut mereka dengan gembira, ia langsung berhambur kepelukan Alesha. “Kau benar-benar hebat, Azzam, hebat.” Alesha menepuk-nepuk punggung anaknya dengan lembut.

“Selamat,” ujar Andra formal, ia menepuk keras bahu Azzam. Lalu mereka berdua saling berjabatan tangan.

“Terima kasih sudah mau datang, Om Keenandra.”

“Orang yang berhasil meraih angka kemenangan boleh memanggilku Om Andra.”

Azzam tersenyum malu. “Om Andra, kami semua mau makan-makan. Semua anggota tim di undang. Anda bisa ikut?”

“Dengan senang hati.”

Azzam mengangkat sebelah tangannya dan menjerit seperti orang Indian. “Oke, kalau begitu nanti kita ketemu di luar. Kami harus menerima pialanya.”

Sebagai kapten, Azzam dan pelatihnya menerima piala kemenangan dari para panitia di tengah lapangan. Andra berdiri di samping Alesha, matanya berbinar saat Azzam melangkah maju untuk memberikan pidato.

“Petama-tama aku ingin mengucapkan Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah. Kepada Ibuku yang telah mendukungku dengan sepenuh hati," mata Azzam tertuju pada Alesha. Dan Alesha memandang haru ke arah putranya, ia tersenyum memberikan kecupan jauh dari tempatnya berdiri.

"Terima kasih pada para dewan guru, dan seluruh staf sekolah. Teman-teman semua, terima kasih atas dukungannya!” Penonton bersorak riuh rendah, Azzam menunggu sampai sorakannya reda.

“Dan tentu saja terima kasih pada Pelatih, kami takkan berhasil tanpanya.” Kembali para pemain dan orang tua bertepuk tangan. “Aku menerima piala ini atas nama seluruh anggota tim. Hidup SMA Pancasila!” pekiknya.

“Dia juga pandai berpidato,” ucap Andra semakin bangga pada Azzam.

“Ya.” Alesha tak dapat menahan air mata kebahagiaannya, buliran bening yang sedari tadi di tahannya akhirnya jatuh. Ia langsung menghapus sebelum Andra melihatnya.

Saat berjalan menuju tempat parkir, mereka bertiga berdebat tentang kendaraan umtuk menuju restoran. Akhirnya Alesha kalah dua lawan satu. “Seperti skor pertandingannya saja,” ujarnya, mengaku kalah.

“Jangan sinis begitu.” Andra tidak berniat menyembunyikan rasa senangnya atas hasil pemungutan suara itu.

Alesha dan Azzam dibawa menuju ke sebuah mobil sport yang tak kalah keren dari Porsche. “Berapa banyak mobil yang Om Andra miliki?” seru Azzam dari kursi belakang mobil Rolls-Royce setelah mereka mulai meluncur di jalan.

“Cuma ini dan Porsche.”

“Maaf tadi teman-temanku mengerumuni Om Andra seperti itu. Mereka benar-benar norak, mereka tidak tahu bagaimana harus bersikap di depan orang keren.” Rasa terganggu Azzam yang dibuat-buat membuat dua orang dewasa di depannya senyum. “Tidak ada yang percaya kalau Om Andra datang hanya untuk melihatku bertanding.”

“Om tidak keberatan memberi tanda tangan untuk mereka.”

“Biasanya sih mereka selalu mengerubungi Ibu.”

“Tidak juga!” protes Alesha.

“Oh, ya?” Tanya Andra.

“Mereka ngefans sama Ibu.”

“Azzam, mereka hanya ingin di gambar...”

“Tapi mereka memang mengagumi Ibu.” Azzam memandang wajah Andra lewat kaca spion. “Karena Ibu tidak setua Ibu teman-temanku, dan Ibu juga lebih cantik. Ibu tidak kaku dan cerewet, benar-benar enak diajak ngobrol.”

“Benarkah?” tanya Andra tak acuh.

“Iya, sungguh.” Azzam mengerutkan dahi. “Aku senang mereka mengagumi Ibu, tapi ada satu orang yang mulai bicara macam-macam dan bilang bahwa dia mau... Ehm mencium Ibu. Aku terpaksa meninjunya.”

“Azzam!” Alesha terkejut dan berbalik di kursinya untuk menatapnya. “Kau tidak pernah cerita padaku.”

“Tenang. Dia memang bajingan, bukan teman dekatku kok.” Sambil memandang mata Andra di kaca spion, ia berkata, “Biasanya sih aku tidak keberatan kalau teman-temanku mulai bercanda membicarakan kecantikan Ibu. Tentu saja Ibu terlihat lebih muda dan paling cantik karena Ibu bukan ibu kandungku. Ibu sebenarnya bibiku. Ibu kandungku meninggal waktu aku baru satu tahun.”

“Bagaimana dengan ayahmu?”

Alesha berputar di kursinya lagi, kali ini untuk menatap wajah Andra. Ia memberikan tatapan peringatan pada pria itu.

Tapi Azzam malah menjawab pertanyaan itu dengan mantap. Itu adalah pertanyaan yang pasti harus dijawabnya tiap kali ia mendapat teman baru. “Aku tidak pernah mengenal ayahku, tapi Ibu bilang itu bukan masalah karena aku adalah aku dan yang penting adalah masa depanku, bukan masa laluku.” Azzam menunjuk di antara bahu kedua orang di depannya. “Di sana restorannya. Di sebelah kanan.”

***

Kemeriahan dalam restoran memekakkan telinga. Wajah manajer restoran begitu terkejut melihat banyaknya gerombolan tim SMA Pancasila menyerbu masuk memenuhi meja.

Pesanan langsung dicatat. Seluruh tim duduk di satu meja panjang di tengah-tengah ruangan sementara para orang tua dan para penggemar lainnya, duduk di meja sekitarnya.

Sementara Alesha dan Andra duduk di salah satu meja di samping. Tempat yang memberi mereka sedikit keleluasaan. “Aku merasa tersanjung.”

Alesha mengusap mulutnya dengan tisu dan mengesampingkan piringnya yang sudah kosong. “Kenapa? Karena diundang ke perayaan ini?”

“Betul dan karena aku duduk bersama gadis yang paling di kagumi di SMA Pancasila.”

“Azzam cuma membesar-besarkan, mereka hanya ingin di gambar karena mereka tahu aku ilustrator.”

“Kurasa tidak. Sepanjang hari ini aku dipelototi tatapan-tatapan cemburu. Terutama oleh pelatih, memangnya ada apa sih antara kau dan dia?”

“Tidak ada apa-apa. Dia sudah punya istri.”

“Tapi kurasa istrinya itu bukan pilihan pertamanya.”

Alesha menatap Andra dengan tatapan menegur.

Tanpa merasa gentar, Andra mencondongkan tubuhnya di meja dan menatap Alesha. “Kau memang layak untuk di kagumi.”

“Terima kasih. Tapi tolong jangan memancing Azzam seperti tadi, kalau kau mau tahu, tanya aku saja.”

“Baik. Berapa banyak?”

“Berapa banyak apanya?”

“Pria yang dekat denganmu.”

“Tidak ada.”

“Kenapa kau belum menikah? Padahal yang mengagumimu banyak sekali.”

“Memang apa urusannya denganmu? Aku tidak akan pernah menanyakan berapa banyak wanita dalam hidupmu dan aku juga tidak akan menanyakan kenapa kau tidak menikahi salah satu wanita yang kau kencani.”

“Tak terhitung, saking banyaknya. Dan aku memang tidak pernah ada niatan menikah dengan wanita seperti mereka,” jawab Andra lugas. "Apa karena Azzam kau belum menikah?"

"Sekali lagi itu bukan urusanmu, Keenandra. Tapi yang jelas anakmu diasuh dalam lingkungan yang baik,” kalimat itu meluncur begitu saja dari mulut Alesha.

“Aku belum mengakui dia anakku.”

“Oh, aku juga tidak butuh pengakuanmu,” ujar Alesha terkejut dan hampir tak terima. “Walau tadinya kupikir kau datang menonton pertandingannya, dan berusaha bertemu Azzam lagi karena kau sudah yakin.”

“Sebelum aku mengambil langkah selanjutnya...”

“Langkah selanjutnya?” tanya Alesha cemas. “Langkah selanjutnya apa?”

“Aku belum tahu. Tapi pertama-tama aku harus yakin dulu, aku memang ayahnya. Kau bisa memahami itu kan?”

"Katakan apa maumu?"

“Kau sudah mengatakan beberapa kali bahwa Azzam adalah anakku, jadi aku ingin Azzam dan aku menjalani tes DNA. Aku butuh kepastian agar aku tenang, dan menetukan langkah selanjutnya. Bisa kah kau kooperatif untuk membantuku?”

Alesha terdiam untuk sesaat, kemudian ia menghembuskan napas beratnya. Sejak awal pertemuannya dengan Andra beberapa waktu lalu, gadis itu sudah terlanjur mengatakan bahwa Azzam adalah anaknya, jadi ia tidak mau Andra menuduhnya penipu.

"Azzam akan menjalani tes kesehatan, kau bisa mengambil sample darah di lab itu, nanti aku akan tanda tangan surat persetujuan untuk walinya." Alesha menuliskan nama lab tempat Azzam menjalani tes kesehatannya dan menyerahkan kertasnya pada Andra tepat saat Azzam menghampiri mereka.

Anak itu berlutut di samping meja mereka dan mulai memukul-mukul meja seperti kendang. “Aku siap pergi kapan pun kalian siap. Aku sudah mengalahkan semua teman-temanku di permainan tebak gambar, dan mereka mengusirku karena kesal aku kalahkan.”

Andra tertawa terbahak-bahak dan membantu Alesha berdiri. Alesha berusaha keras untuk membayar sendiri makanannya, Andra dengan keras menolaknya, pria itu bukan hanya membayar makanan Alesha tapi semua anggota tim berserta orang tua dan para pendukung tim SMA Pancasila.

Kepergian mereka diiringi sorak-sorai kegembiraan, bagi sang kapten yang menjadi penentu kemenangan tim SMA Pancasila dan bagi Andra sang musisi terkenal yang sudah berbaik hati mentraktir mereka.

Tak lama kemudian mereka sudah berada di jalan tol. “Kita melewati belokan menuju rumah,” ujar Azzam dari bangku belakang.

“Kita akan kerumah Om,” ujar Andra dengan santai.

Terpopuler

Comments

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

masih aja Andra .nggak percaya kalau Azzam anaknya

2024-08-19

2

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

tanpa di sadari yaa keduanya aduh tos kan nggak muhrim yaa

2024-08-19

3

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

🍭ͪ ͩIr⍺ Mυɳҽҽყ☪️ՇɧeeՐՏ🍻𝐙⃝🦜

Wahhh hebat, selamat yaa Azzam atas keberhasilanmu bersama tim. Kebahagiaan semakin lengkap tuh, om Andra mau ikut makan malam dalam perayaan kemenangan.

2024-07-25

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!