BAB 14

“Malam, Ibu.” Azzam berdiri di ambang pintu. Hanya ada sebuah lampu kecil yang menyala di atas meja gambar Alesha tempatnya mencorat-coret, berusaha menelurkan ide untuk kalender toko perhiasan.

“Tumben kamu tidur cepat?”

“Pelatih memberikan latihan gila-gilaan tadi sore, aku capek sekali.”

“Shalat Isya dulu, baru tidurlah yang nyenyak. Tapi ingat ya, besok kau harus memotong rumput.”

“Lima puluh ribu, ya Bu?”

“Seratus, kalau kau menyapu dan membuangnya sekalian.”

“Asik...” ucap Azzam riang tapi ia tidak pergi. Ia memegang-megang kayu di kusen pintu, tanda ia bakal memulai pembicaraan yang sensitif. “Sebenarnya apa yang dilakukan Om Keenan di sini tadi siang?”

Pensil Alesha tiba-tiba saja terjatuh dan langsung menggelinding ke lantai. “Apa yang dilakukannya di sini?” ulangnya lemah. “Bukankah kau sudah tahu kenapa dia ada di sini?”

“Kenapa Ibu tidak memberitahuku kalau Ibu sudah menghubunginya? Maksudku, Ibu biasanya kan cerita apa pun kepadaku.”

“Ya... sebetulnya Ibu tidak benar-benar menghubunginya. Ibu... eh, menelepon pihak manajernya dan bertanya apakah Ibu boleh menggunakan wajah Keenandra dalam gambar Ibu kali ini. Mereka bilang ingin melihatnya dulu sebelum memberi izin dan ternyata Keenandra sendiri lah yang datang. Ibu juga sama kagetnya denganmu waktu dia muncul di sini.”

Alesha belum pernah berbohong pada Azzam sepanjang hidupnya… kecuali kalau saat-saat Azzam bertanya tentang ayahnya, menurutnya itu adalah kebohongan yang sah-sah saja, kebohongan demi kebaikan yang bermaksud untuk melindungi anak itu.

“Oh... Aku senang bertemu dengannya. Menurut Ibu apa dia keren,?” tanyanya bersemangat.

“Sangat keren.”

“Tadinya aku pikir dia sombong seperti artis kebanyakan, tapi ternyata dia seperti manusia sungguhan.”

“Loh, dia kan memang manusia sungguhan, bukan hantu.”

“Ya... Ibu pasti tahu kan maksudku.”

“Iya.. Iya Ibu tahu.”

“Menurut Ibu, apa dia akan ingat padaku? Mungkinkah dia akan kembali lagi?”

Alesha berjalan ke arah Azzam, kemudian menyibakkan rambut yang jatuh di atas alis anaknya itu. Alesha harus mengangkat lengannya tinggi-tinggi ketika melakukan itu, hal ini menyadarkannya betapa Azzam tumbuh dengan pesat, satu hal yang tidak disukainya. Waktu berlalu sangat cepat. Begitu cepat.

“Ibu tidak yakin kita akan bertemu dengannya lagi,” ujarnya lembut.

Pikirannya kembali melayang ke perjalanan pulang dari kafe ke rumahnya, yang dilewati dalam keheningan. Ia mengucapkan selamat tinggal dengan sopan pada Andra di tikungan.

Pria itu tidak berlambat-lambat tapi dengan marah langsung pergi, Andra marah atas teguran keras yang diberikan Alesha padanya. Alesha sama sekali tidak menyesali ucapannya. Pria itu pantas menerimanya karena telah menuduh Alesha seorang pembohong dan pemeras.

“Ibu tidak akan terlalu berharap dapat bertemu dengannya lagi. Dia kan sangat sibuk dan harus manggung di sana-sini.”

“Aku tahu,” ujar Azzam, “Tapi firasatku mengatakan dia senang jumpa denganku. Seandainya kita bisa berteman dengannya, bukankah itu menyenangkan Ibu?”

Tenggorokan Alesha tercekat, tapi ia berusaha untuk tetap tersenyum. “Sebaiknya kau cepat tidur, kau perlu istirahat. Pertandingannya kan tinggal beberapa hari lagi.”

“Okeee.” Seperti yang selalu dilakukannya jika keluar ruangan, ia melompat untuk menyentuh langit-langit, lalu berlari keluar.

Alesha mendengarkan langkah kaki Azzam yang mulai menjauh dari studionya, biasanya ia tersenyum setelah ngobrol dengannya, tapi kali ini air mata Alesha malah menetes.

Surat-surat kaleng itu.... Sejak mengetahui Annisa mengandung anak Andra, Alesha sering mengkhayalkan bagaimana kalau suatu hari Andra akan datang lagi ke kehidupannya.

Dalam khayalannya hal itu selalu untuk alasan yang sangat mendesak seperti: Azzam membutuhkan transplantasi ginjal, atau transfusi darah, bukan sesuatu yang sepele seperti selembar surat.

Tapi sekarang Andra sudah masuk kembali dalam kehidupannya, ia ingin marah pada pria yang telah menghancurkan keluarganya, pada pria yang telah mengajak Kakaknya mabuk dan tidur bersama.

Namun saat tadi melihat rupanya yang sangat menawan, matanya yang jernih, senyumnya yang penuh percaya diri, cara berdirinya yang santai, gaya jalan yang angkuh. Memudarkan amarah yang telah di pendam Alesha selama belasan tahun.

Alesha kini ingat mengapa wajah Andra ada pada sketsanya sebelum pertemuannya di ulang tahun Brandon. Jauh sebelum itu Alesha pernah bertemu dengan Andra di kajian ayahnya, Andra bersama wanita tua yang merupakan salah satu jamaah ayahnya. Tapi itu hanya satu kali dan sepintas, setelah itu Alesha tidak pernah lagi bertemu dengan Andra, maupun wanita tua yang bersamanya.

Andra begitu lebih menawan dengan baju koko putih yang di kenakannya saat itu, sampai-sampai membuat Alesha tanpa sadar menorehkan wajah Andra di buku sketsa miliknya.

Kenangan-kenangan itu tidak hilang oleh kesedihan yang dideritanya setelah itu: kematian kakak dan ayahnya dan kesehatan jiwa ibunya yang semakin memburuk. Semua kenangan tentang Andra telah bertahan dalam perjuangannya untuk meraih gelar sarjana, bekerja, dan sekaligus mengurus Azzam.

Semua kenangan itu mematikan semua perasaan kagum yang belum sempat berkembang, dan kini satu-satunya pria yang pernah dikaguminya hadir kembali dalam hidupnya.

Sebetulnya bisa saja Alesha menertawakan tuduhan atas surat-surat itu padanya, dan langsung menyangkalnya dan memberitahu Andra bahwa seseorang sedang mengerjainya, paling-paling orang yang ingin mencari uang dengan mudah yang pernah melihat Azzam dan menyadari kemiripan antara mereka berdua.

Tapi hati nurani Alesha tidak sanggup untuk melakukannya, Andra berhak tahu jika dia memiliki seoraang putra yang sudah beranjak remaja. Sekarang hidup Alesha tergantung pada reaksi Andra.

Seandainya Azzam akhirnya menyadari bahwa Andra adalah ayah yang selalu dicarinya, dan Andra menolaknya, bagaimana Azzam dapat mengatasi penolakan itu?

Atau seandainya Andra memutuskan untuk menerima anaknya, bagaimana Alesha dapat menjalani hidup tanpa Azzam? Alesha begitu menyayangi Azzam, tapi Azzam memiliki ayah, dan Andra berhak mengambilnya.

Alesha menunduk menatap tangannya yang tersiram kopi. Warna merahnya sudah mulai hilang, tapi masih ada kilatan bekas gel obat di kulitnya. Ia memejamkan matanya dan mengenang kembali bagaimana jari-jari Andra mengusap-usap tangannya, dan itu membuatnya begitu nyaman.

Mungkin Alesha memang pernah mengagumi Andra, tapi ia menyadari dunia mereka berbeda, dan ayahnya pernah menentang habis-habisan agar Annisa tidak meminta tanggung jawab pada Andra karena tak menginginkan menantu seorang pemabuk.

Andra tidak akan pernah jadi miliknya, dan mulai hari ini ia terancam kehilangan Azzam.

...****************...

Terpopuler

Comments

Afternoon Honey

Afternoon Honey

masih misteri siapa yg ngirim surat...

2024-08-01

2

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

🍭ͪ ͩ𝐀𝐧𝐠ᵇᵃˢᵉՇɧeeՐՏ🍻☪️¢ᖱ'D⃤

ada apa dengan ajam kok sampai membutuhkan transplantasi ginjal

2024-07-31

2

Hearty 💕

Hearty 💕

Cinta pada pandangan pertama

2024-07-22

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!