"Mohon diterima Mr. Reynard."
Salah seorang mahasiswa menundukkan pandangan sambil menyodorkan sebuah kado pada Reynard, gadis itu berdiri paling depan diantara yang lain.
"Sudah Saya katakan. Kalian tidak perlu selalu memberi hadiah. Sebaiknya gunakan itu untuk diri kalian sendiri."
"Saya merasa tidak keberatan Mr. Reynard. Jadi mohon diterima."
Mau tidak mau Reynard menerima bungkusan kado itu yang tidak tahu apa isinya, selalu memperingati nyatanya semua mahasiswa yang mengikuti kelasnya seolah mengabaikan dan masih saja memberi berbagi barang. Reynard sudah menolak tapi tidak pernah didengarkan sama sekali.
"Mr. Reynard mohon diterima."
Berganti salah seorang mahasiswa menyodorkan sebuah coklat dan juga sebuah surat kehadapan Reynard yang terlihat tidak berekspresi apapun.
"Semoga Mr. Reynard suka."
Berganti lagi dengan mahasiswa lain yang menyodorkan sebuah paper bag. Begitu seterusnya sampai semua mahasiswa yang berkumpul sudah memberikannya pada Reynard.
"Kalau begitu kami permisi Mr. Reynard. Semoga hari Anda menyenangkan."
Dengan bersamaan semua mahasiswa membungkuk memberi salam sebelum berhamburan pergi meninggalkan ruangan, menyisakan Reynard dengan semua hadiah yang memenuhi kedua tangannya.
Menghela nafas kasar Reynard menatap kearah semua barang yang ada di kedua tangannya. Reynard bergegas melangkah dengan cepat menuju ruangannya. Disetiap perjalanan menuju ruangannya Reynard tidak sedikit mahasiswa yang juga memberinya hadiah membuat Reynard kesulitan saat membawanya.
...*...
Membuang setumpuk surat yang masih rapi dengan bungkusannya kedalam tempat sampah Reynard tidak berniat untuk sebatas melihat isi atau membaca suratnya. Iris pure hazel Reynard menatap datar pada meja kerjanya yang sudah ada berbagai hadiah juga makanan dari mahasiswanya.
Tok! Tok! Tok!
Cklek!!
"Mr. Reynard! Apa saya mengganggu?"
Briela memunculkan kepala dibalik pintu ruangan Reynard, menatap kearah Reynard berada.
"Boleh Saya masuk?"
Reynard belum mengatakan apapun tapi Briela sudah lebih dulu masuk ke dalam ruangan. Reynard hanya terdiam karena sudah tahu dengan sikap Briela yang memang selalu seperti itu, bahkan sebelum Reynard memberi izin sekalipun.
"Waah. Mr. Reynard seperti Aktor saja setiap kali mendapat hadiah!"
Kata Briela basa-basi yang melihat kearah meja kerja Reynard, tidak lupa dirinya menampilkan senyum terbaiknya menatap kearah Reynard berada.
"Jika Miss Briela suka. Anda bisa mengambilnya."
"Tapi bukankah ini semua dari fans Anda?"
Dengan sedikit terkekeh pelan sambil salah satu tangan Briela menutup mulutnya sendiri untuk mencairkan suasana dengan sedikit bercanda. Mencoba mencari perhatian dari Reynard yang terlihat seperti biasanya, acuh dengan raut wajah datar tanpa ekspresi.
"Miss Briela ada keperluan apa?"
"Aah. Haha. Sebenarnya tidak ada. Saya hanya ingin meminta Mr. Reynard makan siang bersama."
"Pasti Mr. Reynard belum makan. jadi kita bisa pergi berdua."
"Miss Briela duluan saja."
Melangkah pelan menuju meja Reynard merapikan semua tugas tertulis mahasiswanya, mengabaikan Briela.
"Saya tidak ada teman. Tidak menyenangkan jika makan sendiri."
"Di Cafetaria pasti sangat banyak orang. Jadi tidak mungkin Miss Briela makan sendiri."
"Yeah...!"
"Saya masih ada kelas."
Briela masih berusaha untuk tetap tersenyum menghadapi sikap Reynard yang begitu acuh padanya. Bahkan disaat keduanya berbicara Reynard tidak melihat kearah Briela sedikitpun dan lebih memilih fokus merapikan meja.
'Sial. Sulit sekali untuk bisa mendekatinya.'
"Baiklah. Saya permisi Mr. Reynard."
Briela berbalik akan melangkah pergi tapi dirinya kembali berbalik menatap Reynard.
"Boleh saya minta salah satu coklatnya?"
"Silahkan."
"Terima kasih. Oh ya. Saya sangat suka dengan coklat. Mungkin Mr. Reynard belum tahu."
"Kalau begitu saya permisi."
Briela bergegas melangkah pergi meninggalkan ruangan Reynard.
Blam!!
...***...
Aliesha menatap langit-langit kamar dengan wajah lelah. Merebahkan diri telentang di tengah tempat tidur, memijit dikedua pelipis untuk menetralisir rasa pusing pada kepalanya.
Setelah semalam sampai sore ini Aliesha sudah membaca tiga kasus yang Steven kirimkan dan mencari dari sumber lain untuk melengkapi datanya tapi dirinya masih dibuat kebingungan.
"Aarkhh!"
BRAK!!
"Nona Aliesha tidak apa-apa?"
Bi Frida mendorong pintu kamar Aliesha dengan keras membuat gadis itu terkejut sampai terduduk menghadap pintu.
"Bibi tidak sengaja mendengar Nona berteriak! Nona tidak apa-apa?"
Bi Frida terlihat panik, meneliti Aliesha dengan seksama. Tersenyum canggung Aliesha merasa tidak enak hati sudah membuat keributan.
"Aku tidak apa-apa Bi."
"Lalu kenapa Nona berteriak?"
"Aah, itu! Aku hanya melepas rasa lelah. Bibi tidak perlu khawatir."
Aliesha beranjak berdiri, melangkah menuju meja belajarnya.
"Aku akan melanjutkan belajar dan Bibi bisa melanjutkan pekerjaan. Maaf sudah membuat Bibi khawatir."
"Ya sudah. Jika Nona membutuhkan sesuatu katakan pada Bibi"
Mengangguk singkat Aliesha menatap kepergian Bi Frida setelah menutup pintu kamarnya.
Blam!!
Menghela nafas berat Aliesha duduk pada kursi, kembali menyalakan laptop.
"Tidak ada pilihan lain!"
"Kenapa juga batas waktu yang Mr. Reynard dan Ayah berikan sama!"
"Apa mereka tidak tahu, membuat skripsi tidak mudah!"
Aliesha menggerutu meratapi nasib skripsinya yang di ujung tanduk, atau lebih tepatnya meratapi nasibnya sendiri.
Menfokuskan diri pada laptop untuk memulai pembuatan skripsi barunya. Aliesha dengan berat hati mengikuti saran dari Steven untuk menjadikan kasus tersebut sebagai bahan datanya.
...*...
Aliesha menyandarkan kepala pada meja belajarnya. Sudah dua hari ini dirinya sibuk dengan laptop dihadapan.
"Kenapa kasusnya harus seperti ini!"
Dengan sisa-sisa tenaga Aliesha menatap pantulan layar laptop dengan lemas. Sudah membaca dari berbagai sumber untuk pacuan data skripsinya. Aliesha selalu kesulitan saat membaca alasan kenapa korban bisa sampai meninggal, dirinya merasa risih sendiri.
"Apa sebaiknya Aku minta salah satu dari kasus Ayah!!"
"Tidak-tidak."
Aliesha menggeleng dengan cepat memikirkan pemikiran yang baru saja terlintas dalam pikirannya.
"Bisa-bisa Aku ketahuan kalau harus mengulang skripsiku."
"Haaa. Jika Ayah sampai tahu, pupus sudah."
Aliesha menenggelamkan wajahnya pada lipatan tangan di atas meja.
Ting! Ting!
Ting!
Sedikit malas tangan Aliesha meraih ponsel yang terletak di sebelah laptop. Mengangkat pandangan menyalakan ponsel hanya untuk memastikan jika ada pemberitahuan yang penting.
"Kakak!"
Gumam Aliesha yang mendapat sebuah pesan dari Xavier.
^^^Kakak❤️:^^^
^^^Maaf Kakak baru bisa memberi kabar.^^^
^^^Bagaimana bimbinganmu, lancar?^^^
^^^Jangan sampai telat makan.^^^
Menatap sendu layar ponsel Aliesha berharap andai saja ada Xavier, pasti Xavier bisa menghibur dan membantunya. Tapi masalahnya untuk saat ini Aliesha tidak bisa mengatakan apapun pada Xavier, takut jika itu bisa membuat Xavier menjadi khawatir dan bisa mengganggu pekerjaan sang kakak.
Me:
Aku mengerti, Kakak pasti sangat sibuk.
Bimbingannya lumayan lancar.
Kakak juga jangan sampai lupa makan, juga harus jaga kesehatan.
Kakak, I miss you.
Mengernyit heran saat iris jade green Aliesha mendapati sekilas pesan dari Steven.
"Mungkin sebaiknya Aku keluar sebentar untuk menjernihkan pikiran!"
Me:
Steven, apa kamu tidak sibuk?
Maaf baru bisa membalas pesanmu.
Menopang dagu dengan tangan kiri Aliesha menunggu balasan pesan dari Steven. Bukan tanpa alasan, karena setiap kali Aliesha mengirim pesan pada Steven pria itu pasti akan membalas dengan cepat tidak mengenal waktu, mau itu pagi buta atau tengah malam sekalipun.
Terkadang Aliesha merasa heran sendiri pada Steven, apa setiap saat Steven selalu bermain ponsel yang membuatnya bisa dengan cepat membalas setiap pesan. Tangan kanan Aliesha mengetuk-ngetuk meja memutuskan untuk menunggu beberapa menit lagi. Jika tidak ada balasan dari Steven Aliesha memutuskan akan keluar sendiri.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments