Dengan langkah gontai Aliesha masuk ke dalam rumah yang terbilang cukup besar dan mewah. Berjalan dengan langkah malas, wajah yang terlihat lelah menuju arah tangga. Bi Frida yang melihatnya bergegas menghampiri.
"Nona Aliesha sudah pulang. Mau Bibi siapkan makan siang?"
"Tidak. Aku tidak lapar."
Terlihat tidak bersemangat Aliesha melanjutkan langkahnya. Bi Frida merasa aneh karena tidak biasanya Aliesha terlihat murung.
"Nona baik-baik saja?"
"Ya. Aku hanya merasa lelah, ingin istirahat."
"Iya nona."
Tidak ingin bertanya lebih jauh lagi Bi Frida hanya memperhatikan dalam diam.
Menaiki anak tangga demi anak tangga langkah Aliesha berhenti tepat di depan pintu kamarnya.
Cklek!
Blam!
Klik! Klik!
Suara pintu kamar yang terkunci. Aliesha kembali melangkah, melepaskan tas ransel dan diletakkan begitu saja di sisi tempat tidur. Menjatuhkan diri diatas tempat tidur yang cukup besar dengan keadaan tengkurap. Tangan Aliesha meraih salah satu bantal, menenggelamkan wajahnya.
...*...
Hari sudah menjelang sore. Seorang wanita paruh baya berjalan memasuki rumah kediaman Martinez. Berpenampilan sederhana yang dibalut dress dibawah lutut dengan terusan legging, mantel yang menggantung di tangan kiri sedangkan tangan kanan menenteng sebuah tas.
"Selamat sore Nyonya."
"Aliesha sudah pulang?"
Mengangguk sekilas Ashana Martinez menatap Bi Frida selaku ibu Aliesha. Secara wajah tidak terlalu berbeda dengan Aliesha, karena putrinya lebih menuruni paras ibunya di banding sang ayah. Hanya secara fisik Aliesha mirip dengan sang Ayah dari mulai iris mata dan tinggi badan yang terbilang cukup tinggi untuk gadis seusianya. Bedanya Ashana lebih terlihat lemah lembut dengan sifat keibuannya.
"Sudah Nyonya."
"Bibi siapkan bahan untuk makan malam. Saya ke kamar dulu."
"Baik Nyonya."
Rutinitas sehari-hari bagi Ashana Martinez. Walaupun Ashana memiliki kesibukan di luar untuk mengurus Butik miliknya sendiri tapi tidak pernah melewatkan tugasnya sebagai seorang Ibu dan juga istri.
Tangan Ashana terlihat cekatan untuk memotong-motong bahan untuk menu makan malam nanti dengan dibantu Bi Frida.
"Apa Aliesha berangkat ke kampus Bi?"
Ashana menatap Bi Frida sekilas yang masih sibuk dengan masakannya. Dikarenakan pagi tadi ada urusan mendesak di Butik Ashana hanya membangunkan Aliesha.
"Berangkat Nyonya. Nona Aliesha diantar Tuan Xavier."
"Xavier datang ke sini?"
"Iya."
Ashana tersenyum mengetahui kedekatan putra putrinya, walaupun mereka bukan kakak beradik dari ibu yang sama. Terlebih Xavier, sedari kecil Xavier terlihat sangat menyayangi dan selalu menjaga Aliesha.
Perhatian keduanya teralihkan oleh derap langkah kaki yang mendekat.
"Ayah sudah pulang?"
Senyum Ashana mengembang saat melihat sang suami berjalan kearahnya. Gaillard Martinez, pria paruh baya dengan setelan jas kantornya. Bertubuh tegap dengan wajah tegas dan sorot mata yang tajam. Gaillard mengangguk sekilas saat sudah berdiri tidak jauh dari tempat Ashana.
"Ayah mau mandi."
"Iya. Ayah ke kamar dulu nanti Bunda menyusul."
Mendapat jawaban dari Ashana Gaillard melenggang pergi menuju kamar yang berada di lantai dua. Gaillard memang bukan tipikal orang yang suka berbasa-basi. Berprofesi sebagai pengacara di firma hukum yang cukup ternama di Kota London.
"Tolong Bibi lanjutkan."
"Iya Nyonya."
Ashana menghentikan kegiatannya sebelum pergi untuk menyusul Gaillard.
...*...
Di ruang makan terdapat Gaillard dan Ashana yang duduk di kursi masing-masing tanpa adanya Aliesha.
"Dimana Xaviera?"
Gaillard menatap Ashana karena tidak mendapati putrinya.
"Mungkin masih di kamar."
Ashana mencoba menjelaskan. Bi Frida yang sedang menyajikan makanan ikut membuka suara.
"Apa mungkin Nona Aliesha sakit? Tadi sewaktu pulang terlihat tidak bersemangat."
Mendengar perkataan Bi Frida raut wajah Ashana terlihat khawatir.
"Bunda akan ke kamar Aliesha. Ayah makan lebih dulu saja."
"Ayah tunggu."
Ashana mulai melangkah pergi menuju kamar Aliesha dengan terburu. Berhenti tepat di depan pintu kamar sang putri.
Tok! Tok! Tok!
Cklek!
Cklek!
Tangan Ashana mencoba mendorong pintu untuk membukanya tapi ternyata pintu kamar Aliesha terkunci.
Tok! Tok! Tok!
"Sayang ini Bunda. Ayo makan malam dulu!!"
"Bunda duluan saja, aku belum lapar."
"Apa kamu sakit? Sayang buka dulu pintunya!!"
Ashana bertambah khawatir mendengar suara Aliesha yang terdengar berbeda.
"Aku tidak apa-apa Bunda. Bunda dan Ayah saja yang makan lebih dulu."
"Iya, tapi buka dulu pintunya sayang!!"
Hening.
Tidak kunjung mendapat respon dari Aliesha, Ashana bergegas turun untuk menghampiri Gaillard.
"Ayah. Aliesha tidak mau keluar kamar!!"
Dengan langkah terburu-buru Ashana mendekati Gaillard yang ternyata ada Xavier juga di ruang makan, keduanya terlihat sedang berbincang.
"Xavier kapan datang?"
"Baru saja Bunda."
"Aliesha mana?"
Beranjak berdiri Xavier menghampiri Ashana dan memeluknya sekilas.
"Ayah. Aliesha tidak mau keluar kamar. Bahkan kamarnya di kunci."
Ashana menatap Gaillard dengan raut wajah khawatir. Bergegas beranjak dari duduk Gaillard bersiap untuk melangkah tapi gerakannya terhenti.
"Aku saja. Bunda dan Ayah tunggu disini."
"Kamu bujuk Aliesha, Bunda takut dia kenapa-kenapa!!"
"Iya Bunda."
Tersenyum meyakinkan Ashana Xavier melangkah pergi menuju kamar Aliesha.
Tok! Tok! Tok!
"Sayang ini Kakak, bisa buka pintunya!!"
Hening.
Cklek!
Cklek!
Tangan Xavier menggenggam erat kenop pintu, Xavier masih mencoba untuk membuka pintu kamar Aliesha.
"Kakak hitung sampai tiga jika belum dibuka. Kakak akan dobrak pintunya!!"
Kata Xavier yang tidak kunjung mendapat respon dari Aliesha.
"Satu!!"
"Dua!!"
"Ti...!!"
Klik! Klik!
Suara kunci pintu yang terdengar menandakan bahwa Aliesha sudah membukanya. Xavier bergegas membuka pintunya.
Cklek!
Terlihat Aliesha yang masih mengenakan pakaian pagi tadi dengan posisi tidur tengkurap. Xavier melangkah menghampiri Aliesha, duduk di tepian tempat tidur.
"Ada apa, Kamu sakit?"
Aliesha hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.
"Bangun dulu. Katakan kamu kenapa?"
Hening.
"Sayang!!"
Tangan kanan Xavier mengusap pelan kepala Aliesha. Iris satin grey Xavier menatap teduh pada Aliesha yang masih pada posisi.
"Sebenarnya ada apa hm! Cerita sama Kakak."
"Hiks. Hiks. Hiks."
Bukannya menjawab pertanyaan Xavier, Aliesha justru terisak pelan dengan tubuh yang bergetar. Xavier yang melihatnya mulai khawatir dengan keadaan adiknya.
"Sayang jangan buat Kakak khawatir!!"
"Sekarang bangun. Cerita sama Kakak kamu kenapa?"
Perlahan Aliesha mulai bangun dari tidurnya. Duduk menghadap Xavier. Bulir-bulir bening terus mengalir membasahi pipi putih Aliesha.
"Hiks. Tadi bimbingannya hiks. Gagal hiks. Hiks."
Aliesha sudah tidak bisa menghentikan isak tangisannya.
"Kenapa bisa gagal. Apa Kamu telat, atau Dosennya tidak ada jadi bimbingannya dibatalkan?"
Tangan Xavier menghapus air mata Aliesha, menatapnya dengan penuh kasih sayang.
"Tadi hiks. Yang mengikuti bimbingan banyak. Yang datangnya paling awal hiks. Yang melakukan bimbingan pertama hiks."
"Lalu?"
Dengan penuh kesabaran Xavier mendengarkan penjelasan Aliesha. Dengan sesekali tangannya menghapus bulir-bulir air mata yang terus menerus mengalir dari iris gade green Aliesha.
Mata Aliesha sendiri sudah sembab dengan hidung merah, entah sudah berapa lama Aliesha menangis.
"Aku berencana hiks. Menunggu di perpustakaan. Karena Aku hiks. Yang datang paling akhir."
"Tapi setelah hiks. Aku kembali hiks. Ternyata Dosennya sudah pergi hiks. Hiks."
Xavier hanya mampu menghela nafas pelan mengetahui alasan Aliesha sampai mengurung diri di dalam kamar.
"Kalau hari ini gagal, masih ada lain waktu. Kenapa harus menangis!!"
Aliesha menatap Xavier yang tersenyum hangat padanya, berusaha menenangkan dirinya. Tangan Xavier menghapus sisa-sisa air mata Aliesha.
"Sudah jangan menangis. Sekarang bersih-bersih lalu turun. Kita makan malam bersama."
Aliesha menggelengkan kepalanya pelan, isak tangisnya sudah mulai mereda.
"Kalian saja yang makan malam, Aku tidak lapar."
"Kasian Bunda dan Ayah masih menunggu, apalagi Bunda!!"
"Tapi...!"
"Ekhm!!"
Belum juga Aliesha menyelesaikan perkataannya. Suara seseorang mengalihkan perhatian keduanya, Xavier dan Aliesha melihat kearah sumber suara. Terlihat Gaillard berdiri di ambang pintu melihat kearah keduanya.
Aliesha yang melihat Gaillard langsung menundukkan kepala, tidak berani bertatap muka.
"Cepat turun untuk makan malam."
Kata Gaillard dengan suara tegasnya, melangkah pergi begitu saja setelah selesai berbicara.
Xavier kembali menatap Aliesha yang hanya menundukkan kepala, beranjak berdiri dengan mengeluarkan tangan kanannya. Melihat tangan sang kakak Aliesha hanya terdiam.
"Ayo, sudah dipanggil Ayah."
Tidak ada respon.
"Kakak tadi beli cake kesukaanmu, tidak mau di makan?"
Xavier sengaja membelikan cake kesukaan Aliesha untuk menghibur sang adik dari kesibukan studi. Tidak punya pilihan lain pada akhirnya Aliesha meraih tangan Xavier.
"Mau mandi dulu atau langsung ke ruang makan?"
"Aku cuci muka dulu, kalau mandi pasti lama. Sudah ditunggu Ayah juga."
Suara Aliesha terdengar pelan dan serak, mungkin karena terlalu lama menangis.
"Ya sudah Kakak tunggu."
Aliesha beranjak berdiri dan melangkah menuju kamar mandi meninggalkan Xavier.
Melangkah ke arah pintu Xavier bersandar di samping pintu kamar dengan tangan dilipat didepan dada. Sorot mata yang terlihat kosong dengan raut wajah tidak terbaca. Pandangan Xavier hanya menatap ke arah luar jendela kamar Aliesha, entah apa yang sedang Xavier pikirkan.
"Kakak!!"
Mendengar suara Aliesha dalam sekejap ekspresi Xavier terlihat berubah. Beralih menatap Aliesha dengan senyum tipis dan sorot mata teduh.
"Ayo."
"Kakak kenapa! ada masalah?"
Aliesha menatap Xavier dengan raut wajah bingung, sedikit mendongak karena tinggi badan mereka. Aliesha mendapati Xavier yang terlihat tidak seperti biasanya.
Keduanya berjalan beriringan dengan tangan yang saling bergandengan, tangan kanan Aliesha yang terbebas merangkul tangan Xavier yang menggenggam tangannya.
"Bukan apa-apa."
Xavier tersenyum menatap kearah Aliesha. Tangan kirinya yang terbebas terulur untuk mengacak gemas rambut sang adik.
"Yakin bukan apa-apa?"
Aliesha merasa tidak percaya karena dirinya tidak pernah melihat Xavier seperti itu. Yang selalu Aliesha lihat dari sang kakak adalah Xavier yang selalu tersenyum hangat dengan sorot mata teduh saat menatap dirinya.
"Iya. Hanya masalah pekerjaan."
"Alright."
"Apa ponselmu rusak? Kakak hubungi tidak bisa."
"Tidak. Tapi sengaja Aku matikan."
"Kebiasaan."
Xavier mengetuk pelan dahi Aliesha, merasa gemas. Xavier menyempatkan untuk pulang ke rumah karena telepon Aliesha yang tidak bisa dihubungi juga untuk mengantarkan secara langsung cake kesukaan sang adik. Karena khawatir Xavier memutuskan untuk datang dan benar saja Aliesha sedang tidak baik-baik saja karena kesalahannya.
Setelah keduanya memasuki ruang makan Aliesha melambatkan langkah kaki, sedikit merapat pada Xavier untuk menyembunyikan diri.
Terlihat Ashana duduk di salah satu kursi yang paling dekat dengan Gaillard sedangkan Gaillard duduk di kursi paling ujung meja menatap keduanya.
"Akhirnya yang ditunggu turun juga."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments
C S Rio
Ceritanya bikin keterusan, semangat terus author!
2024-06-17
0