"Sayangku memang sangat mengerti Aku."
Meletakkan cangkir latte di atas meja dengan senyum yang menghiasi wajah Steven mengedipkan sebelah mata menggoda Aliesha.
Mengabaikan Steven yang masih menatap kearahnya dengan senyum yang terlihat menyebalkan bagi dirinya, Aliesha lebih memilih memakan cheese cake yang Steven pesan. Menikmati rasa manis yang bercampur sedikit asin yang berpadu di dalam mulutnya.
"Bagaimana dengan kasus yang Aku kirim. Kamu memilih yang mana?"
"Terpaksa Aku memilih yang waktu itu kita bahas. Dua kasus lainnya yang Kamu kirim bukankah belum selesai?"
"Ya sepertinya."
"Sudah jangan terlalu dipikirkan. Itu hanya sebuah kasus."
Steven mencoba menghibur Aliesha, tahu apa yang membuat gadis cantiknya merasa terganggu. Aliesha hanya mengangguk sekilas kembali memakan cheese cake miliknya.
"Mau pergi jalan-jalan? Besok hari Sabtu."
"Sabtu. Minggu. Kenapa hari cepat sekali berlalu!"
"Apa Kamu mau?"
Dari raut wajah Steven terlihat sangat berharap, karena setiap kali Steven meminta Aliesha pergi dengannya gadis itu selalu menolak. Terlebih jika hanya mereka berdua yang pergi.
"Tidak bisa. Aku harus membuat skripsiku. Apalagi minggu depan pasti ada jadwal bimbingan."
Masih menampilkan senyum tipis Steven sudah menebaknya, sedikit ada rasa kecewa dalam hati walaupun Steven tahu jika Aliesha selalu punya alasan untuk bisa menolak dirinya.
"Tidak masalah. Jika berubah pikiran beritahu Aku."
"Tidak janji."
Terkekeh pelan Steven mengakui pendirian Aliesha yang sangat teguh, dibujuk atau dirayu bagaimanapun nyatanya Aliesha tidak akan merubah pendiriannya dengan mudah. Seorang Aliesha yang tidak pernah berubah dari dulu. Keduanya kembali melanjutkan menikmati makanan mereka.
.......
"Steven aku bisa jalan sendiri."
Aliesha mencoba melepaskan genggaman tangan Steven pada pergelangan tangannya. Keduanya sudah keluar dari dalam Cafe menuju tempat parkir dimana mobil Steven berada.
"Jangan keras kepala. Atau mau Aku bertindak lebih. Dengan menggendongmu secara paksa?"
Aliesha menggeleng dengan cepat, mengikuti langkah Steven yang menariknya.
"Aku akan pulang bersamamu. Tapi bisakah lepaskan tanganku."
"Aku bisa jalan sendiri. Janji tidak akan kabur."
Aliesha mencoba membujuk Steven. Menghela nafas panjang Steven menghentikan langkah diikuti Aliesha yang juga berhenti, keduanya sudah berdiri berhadapan. Melepaskan genggaman tangannya Steven menatap Aliesha yang mengusap pergelangan tangannya yang sedikit memerah.
"Apa sakit?"
"Tidak. Sudah ayo."
Melangkah lebih dulu Aliesha meninggalkan Steven yang hanya tersenyum tipis mengikuti dari belakang.
...***...
Cklek!!
Blam!!
Seorang pria paruh baya dengan wajah yang masih terlihat tampan di usianya, memakai setelan jas menghampiri meja kerja sang putra.
"Sudah Daddy katakan. Berhenti menjadi Dosen dan fokus mengelola Perusahaan. Jika seperti ini Kamu sendiri yang kerepotan!"
Kata pria paruh baya yang sudah duduk berseberangan dengan sang putra yang tidak lain adalah Reynard, duduk dengan kaki bersilang menatap setumpuk berkas yang ada di meja.
"Anda tidak pulang? Sudah waktunya pulang kerja."
Menatap sang ayah sekilas Reynard kembali menfokuskan diri pada berkas di hadapan.
"Diberi yang mudah memilih yang sulit."
"Saya merasa tidak keberatan. Kenapa Anda yang mengeluh."
Masih terfokus pada berkas di hadapan Reynard membalas setiap perkataan sang ayah tanpa mengalihkan pandangan.
"Kasian sekali yang menjadi istrimu. Suaminya gila kerja."
"Aku merasa kasian pada Mommy yang selalu diawasi suaminya."
"Itu karena Daddy sangat mencintai Mommy dan takut kehilangannya."
Reynard tersenyum sangat tipis mendengar perkataan sang ayah yang selalu sama, menutup kembali berkas di hadapan tangan Reynard berganti meraih berkas yang lain.
Tok! Tok! Tok!
Cklek!!
"Tuan Dixon. Mobil Anda sudah siap."
Kata seorang pria berjas rapi, membungkuk dengan hormat diambang pintu yang terbuka.
"Hm."
Masih dalam posisi Dixon bahkan tidak melihat kearah bawahannya.
"Saya permisi Tuan Dixon, Tuan Muda Reynard."
Setelahnya pria itu pergi dari ruang kerja Reynard.
"Percuma Daddy jelaskan. Kamu tidak akan mengerti."
Beranjak dari duduknya Dixon memasukkan tangan kirinya kedalam saku celana, menatap Reynard dengan tatapan datar.
"Kita lihat saja nanti. Saat Kamu sudah menemukan seseorang yang Kamu suka."
Merasa tidak terpengaruh sama sekali Reynard masih fokus mengerjakan pekerjaan kantornya.
"Selamat bekerja lembur Tuan Muda Reynard."
Kata Dixon dengan sengaja sebelum melangkah pergi meninggalkan ruang kerja Reynard.
"Hhhh. Aku sudah merindukanmu sayang! Padahal siang tadi kita baru saja bertemu!"
Dengan suara yang terdengar berat Dixon mengatakan dengan nada cukup tinggi membuat Reynard masih mendengarnya. Melangkah pergi meninggalkan putra semata wayangnya yang harus mengerjakan pekerjaan kantornya yang tertunda.
Tersenyum sinis sekilas Reynard memilih mengabaikan sifat Dixon yang kelewat berlebihan jika di hadapannya, fokus untuk segera menyelesaikan pekerjaannya.
...***...
Gemerlap lampu juga berisiknya suara musik menjadi hingar-bingar yang menghiasi suasana dalam Club malam yang ada di Kota London. Club yang terlihat sangat ramai, mungkin dikarenakan hari sabtu. Sebagian besar orang memilih untuk melepas penat dari padatnya kesibukan.
Steven meneguk whisky dalam gelas dengan sekali tegukan, duduk di salah satu kursi yang berjejer di meja bar panjang. Sesekali Steven pergi ke Club malam hanya untuk menghilangkan frustasi. Penampilan Steven yang sedikit berantakan membuatnya terlihat menggoda. Banyak pasangan mata yang memperhatikan kearahnya, terutama perempuan.
"Tambah lagi."
Kata Steven pada pelayan Club. Pelayan itu kembali menuangkan whisky pada gelas Steven.
"Steven!"
Panggil seorang perempuan dengan penampilan seksi. Berjalan berlenggak lenggok menghampiri kearah Steven berada.
"Hi!"
Sapa perempuan itu tersenyum ramah, duduk tepat di samping kursi Steven yang masih kosong. Steven hanya melirik perempuan itu sekilas dan kembali acuh memilih untuk meneguk whisky yang ketiga kalinya.
"Sedang ada masalah?"
Perempuan itu masih berusaha mencari perhatian Steven. Memberi kode pada pelayan untuk membuatkan minuman yang biasanya dirinya pesan. Dengan sengaja Steven meletakkan gelasnya cukup keras, beralih meneliti perempuan yang duduk disampingnya.
"Apa kita saling mengenal!"
"Hahaha."
Perempuan itu hanya tertawa renyah, membalas tatapan Steven dengan senyum menawan.
"Sudah Aku duga, Kamu tidak mengingatku. Padahal kita mengikuti kelas yang sama sewaktu Senior High School."
"Yeah. karena Kamu tidak mengenalku. Perkenalkan Aku Emma."
Emma mengulurkan tangan menghadap Steven dengan menampilkan senyum terbaiknya.
Mengernyit heran Steven terlihat berfikir. Steven tahu jika hanya sebatas teman satu kelas. Tapi yang membuatnya heran adalah yang memiliki nama Emma di kelasnya sewaktu Senior High School adalah gadis pendiam tidak seperti perempuan yang sedang duduk disampingnya. Jujur jika menyangkut soal wajah Steven tidak terlalu memperhatikan, karena bagaimanapun penampilan bisa berubah.
"Kau terlihat berbeda."
Kata Steven datar mengabaikan uluran tangan Emma dan beralih menatap depan, memainkan gelas yang sudah kosong.
"Kamu mengingatku? Senang rasanya bisa diingat oleh seorang Steven!"
Emma terlihat senang walaupun sedikit kecewa Steven mengabaikan uluran tangannya.
"Kamu datang sendiri?"
Menarik tangannya kembali Emma mencoba mencari bahan pembicaraan karena Steven yang terlihat sangat acuh.
"Kamu juga terlihat berbeda, maksudku sikapmu. Bukankah dulu kamu selalu ramah pada setiap gadis cantik!"
"Semua orang bisa berubah."
"Yeah, Kamu benar. Siapapun bisa berubah."
Emma meminum minumannya, sesekali melirik Steven yang beralih sibuk dengan ponsel.
Grep!!
"Aku mencari mu kemana-mana ternyata disini!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments