"Astaga Dalziel!"
Aliesha teringat masih melakukan telepon dengan Dalziel, kembali menghidupkan ponsel Aliesha sedikit tidak percaya karena teleponnya masih tersambung.
"Kamu menghubungi Dalziel?"
Steven menatap Aliesha sekilas, dirinya sudah melajukan mobil menuju arah Universitas.
"Ya."
"Waah, Aku merasa cemburu! Kenapa tidak menghubungiku?"
Dengan suara yang mendayu Steven sengaja berekpresi sedih.
Aliesha menatap ke arah Steven yang masih fokus menyetir dengan wajah kesal. Steven yang menyadarinya hanya tersenyum senang, selalu seperti itu membuat Aliesha tidak tahu lagi harus bagaimana menghadapi Steven.
"Hello!"
Tidak memperdulikan Steven, Aliesha kembali pada ponselnya menunggu jawaban dari seseorang di seberang telepon.
Steven justru terkekeh mendapati Aliesha yang mengabaikan dirinya.
"HELLO DALZIEL! Kamu masih di sana?"
Steven yang duduk di jok pengemudi disamping Aliesha tidak henti-hentinya terkekeh pelan.
^^^"Hm.."^^^
"Jangan-jangan Kamu masih tidur?"
^^^"Hm. jadi ada apa?"^^^
"Tidak jadi."
^^^"Aku seperti mendengar suara Steven?"^^^
"YA INI AKU."
Steven mencondongkan tubuhnya mendekat kearah Aliesha. Lebih tepatnya ke arah telinga Aliesha yang terdapat ponsel yang persis berada disampingnya. Dengan sengaja Steven meninggikan nada bicaranya untuk membuat Aliesha bertambah kesal.
"Kenapa Kamu berteriak?"
"Takut Dalziel tidak dengar sayang."
Steven sudah kembali ke posisi duduknya. Tersenyum menggoda mantap Aliesha sekilas dan kembali fokus menatap jalanan di depan.
^^^"Kalian mau kemana? Ini masih pagi."^^^
"KENCAN!"
Steven mengatakan diposisi yang masih terfokus pada mengemudikan mobil. Rasanya percuma Aliesha kesal atau marah, sepertinya yang akan rugi dirinya sendiri.
"Pergi ke Universitas. Aku ada bimbingan."
Aliesha menjelaskan sambil mengalihkan ponsel ke sini telinga kanan, mengabaikan Steven.
^^^"Begitu. Ya sudah hati-hati ."^^^
"Iya. Aku matikan."
Panggilan diakhiri oleh Aliesha, beralih menyibukkan diri dengan meneliti bagian depan Aliesha menemukan sebuah kertas bill yang terletak di dasbor mobil.
Karena penasaran Aliesha meletakkan ponselnya dan beralih meraih bill itu dan membacanya, terlihat terkejut saat tahu isi dari bill pembayaran milik Steven.
"Steven untuk apa Kamu menginap di hotel?"
Aliesha memperlihatkan bill yang dirinya pegang kearah Steven.
"Oh itu...!"
Steven melihat sekilas bill pembayaran yang di pegang Aliesha. Belum selesai bicara Aliesha sudah memotong ucapannya.
"Jangan-jangan Kamu...!"
Aliesha tidak melanjutkan perkataannya, wajahnya terlihat terkejut dengan satu tangan menutup mulut.
Tuk!
"Apa yang kamu pikirkan?"
Steven mengetuk kepala Aliesha. Wajah Aliesha jelas menunjukkan keterkejutan yang kentara.
"Jangan berpikir yang bukan-bukan."
"Lalu untuk apa kamu menginap di hotel?"
Aliesha masih menatap Steven dengan penuh tanda tanya. Masalahnya hotel yang di tempati Steven adalah hotel ternama di Kota London. Tertulis dalam bill bahwa dirinya menginap selama dua hari.
Wajah Steven berubah serius bahkan dirinya hanya fokus menatap jalanan di depan.
"Aku malas di rumah."
"Kenapa?"
"Ada masalah dengan Daddy."
"Oh."
Aliesha tidak bertanya lebih lanjut, diletakkan kembali bill itu ketempat semula. Aliesha mengetahui jika hubungan antara Steven dengan Ayahnya memang kurang baik, apalagi setelah ibunya meninggal.
Steven Caradox Smith, putra tunggal dari pasangan Louis Smith dan mendiang Floella Smith. Pengusaha yang bergerak di bidang industri hiburan, lebih tepatnya Keluarga Smith pemilik salah satu stasiun televisi dan memiliki banyak saham lain di bidang fashion. Termasuk kedalam jajaran keluarga terkaya di London.
Steven, salah satu sahabat Aliesha dari dirinya memasuki Senior High School. Memiliki wajah yang tampan dengan penampilan yang bisa di katakan bad boy, dengan rambut grey yang sedikit berantakan iris blue yang kontras dengan warna rambut juga kulitnya yang putih. Sebuah ukiran tato yang menghiasi tengkuk leher dan kedua lengan tangannya menambah kesan nakal pada dirinya.
Walaupun Steven memiliki penampilan yang terkesan nakal juga dekat dengan banyak gadis tetapi Steven selalu memperlakukan Aliesha dengan baik. Hanya saja kebiasaan Steven yang suka menggoda dan mengganggu Aliesha membuat gadis itu selalu merasa kesal. Bagi Steven itu seperti sebuah kesenangan tersendiri baginya.
Melirik dengan ekor matanya Steven tersenyum simpul. Padahal dirinya selalu membuat Aliesha marah dan kesal tapi di saat-saat seperti ini Aliesha selalu mengerti dirinya.
Bagi Steven, Aliesha bukan tipe gadis yang suka mencampuri urusan orang lain. Aliesha tidak akan bertanya jika memang bukan Steven sendiri yang bercerita. Salah satu yang Steven suka dari gadis itu, Aliesha bisa memposisikan diri di keadaan tertentu tidak seperti kebanyakan gadis yang dekat dengannya karena Steven adalah tipe orang yang tidak suka orang lain mencampuri urusannya.
Tangan kiri Steven mengusap pelan pipi Aliesha, dengan senyum tipis yang menghiasi wajahnya.
"Berapa lama Kamu berada di luar? Wajahmu sampai semerah ini!"
Seperti tersengat aliran listrik seketika tubuh Aliesha menegang, dikarenakan tangan Steven yang terasa dingin di kulit wajahnya.
Tangan kanan Aliesha terangkat ingin meraih untuk menyingkirkan tangan Steven, belum juga hal itu terjadi Steven sudah lebih dulu mencubit pipi Aliesha.
"Akh. Steven!"
Kesal Aliesha berusaha menyingkirkan tangan Steven dari pipinya.
"Lihat. Wajahmu bertambah merah!"
"Semua ini salahmu."
"Hahaha. Iya-iya maaf."
Plak!!
Steven ingin mengusap kepala Aliesha tapi sudah terlebih dulu ditepis. Nyatanya perlakuan Aliesha tidak membuat Steven marah ataupun kesal.
"Menyetir yang benar."
"Siap sayangku."
Steven menatap Aliesha sekilas sambil mengedipkan sebelah mata. Bagi Steven menggoda Aliesha seperti penghibur bagi dirinya dari semua masalah yang ada.
"Apa bimbingannya dimulai sepagi ini?"
Tanya Steven dengan nada bicara yang mulai serius melirik Aliesha sekilas.
"09.00 A.M.."
"Kenapa berangkat sepagi ini?"
"Bisa menyetir lebih cepat!"
"Baiklah."
Steven mengusap puncak kepala Aliesha, kali ini tidak ada penolakan. Steven mengetahui dengan baik jika Aliesha sudah mulai terdiam itu artinya gadis itu sedang serius dan tidak ingin mendapat gangguan apapun juga tidak akan merespon.
Kembali terfokus Steven melajukan mobil membelah jalanan, menambah kecepatan sesuai yang diinginkan.
...*...
Lamborghini Huracan Evo Red milik Steven sudah terparkir dengan sempurna di parkiran Universitas.
Cklek!
"Terima kasih sudah mengantarku."
Sebelum beranjak keluar Aliesha menatap Steven dengan tersenyum tipis. Steven membalasnya dengan tersenyum hangat.
"Sama-sama."
"Aku masuk dulu."
"Hm. Semoga gagal bimbingannya."
"Mulai lagi."
Dengan wajah kembali kesal Aliesha bergegas keluar dari dalam mobil.
Blam!
Aliesha melangkah pergi meninggalkan mobil Steven. Steven sendiri masih tersenyum melihat kepergian Aliesha yang mulai menjauh dari mobil.
Saat Aliesha sudah menghilang dari pandangan, senyum yang sedari tadi menghiasi wajah tampan Steven menghilang tergantikan dengan raut wajah dingin dengan sorot mata yang tajam. Steven meraih bill itu dan meremasnya kuat, wajahnya seperti menahan amarah.
Saat ingin menyalakan kembali mesin mobil pandangan Steven mendapati sebuah ponsel tergeletak tepat dimana bill yang sudah tidak berbentuk itu berada.
"Gadis itu!"
Steven kembali tersenyum, hanya memikirkan tentang Aliesha saja selalu membuat suasana hatinya menjadi lebih baik.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 126 Episodes
Comments