Setibanya di rumah sakit ternyata sudah banyak dokter yang tengah menunggu kedatangan keluarga Xavier dengan perasaan takut dan cemas. Sebab tidak ada satu pun dari mereka yang berhasil menyelamatkan Noland dan Julia. Semua orang mengabaikan keberadaan para dokter tersebut dan segera masuk ke dalam ruangan dimana Noland dan Julia.
Langkah kaki mereka memelan, suara isak tangis yang memilukan semakin terdengar dengan tubuh gemetar hebat dan air mata yang terus mengalir seolah tiada hentinya. Saat mata mereka menangkap dua sosok tubuh yang sudah terbujur kaku dengan kain putih yang sudah menutupi seluruh tubuh dari ujung kaki hingga kepala.
Detak jantung yang tidak beraturan serta deru napas yang terengah dengan tangan yang bergetar hebat itu Rayden paksakan terulur untuk membuka kain yang menutupi wajah yang sudah terbaring kaku dihadapan matanya. Begitu juga yang dilakukan oleh Lucia, meski hatinya dan perasaannya tidak sanggup untuk menerima kenyataan yang akan dihadapinya.
Suara jerit tangis yang begitu memilukan, hati yang hancur lembur tak tersisa dan ditambah awan mendung penuh duka yang kini perlahan menitikkan derasnya air hujan sederas air mata semua orang. Ketika wajah pucat tak bernyawa milik Noland dan Julia terlihat jelas di mata mereka.
Sungguh tiada kata yang bisa diungkapkan untuk menggambarkan suasana, situasi dan perasaan semua orang di dalam ruangan itu hancur karena kehilangan dua orang sekaligus yang sangat mereka sayangi.
“Grandpa! Grandma, kenapa kalian harus pergi secepat ini? Bukankah kalian ingin melihat Regis, Ryuga dan Rayga menikah? Lalu kenapa kalian pergi bahkan tanpa mengatakan apapun pada kami semuan,” ucap Regis lirih disela tangisannya.
Sontak perkataan Regis barusan membuat tangisan memilukan semakin terdengar keras. Ingatan saat-saat terakhir mereka bersama Noland dan Julia yang hanya sesaat masih sangat jelas. Canda tawa yang seolah semua akan baik-baik saja, pada akhirnya menjadi duka mendalam yang begitu menyakitkan untuk mereka semua.
Perkataan itu juga berhasil membuat Ryuga teringat dengan wanita sang pujaan hatinya. Dalam hatinya Ryuga terus berdoa agar luka yang di alami oleh Dr. Olivia tidak terlalu parah, “Aku harap kau baik-baik saja, Olivia! Maaf, meski aku ingin sekali melihatmu sekarang, tapi aku tidak bisa meninggalkan keluargaku yang tengah dilanda kesedihan dan kehilangan yang begitu mendalam.”
Sedangkan disisi lain, Dr. Olivia masih belum sadarkan diri setelah mendapat pemeriksaan. Keluarganya pun sudah datang untuk menemaninya, mereka juga telah mendengar penjelasan dari Dokter dan polisi yang menangisi kasus tersebut. Dimana mereka mengatakan bahwa Dr. Olivia menjadi tidak sengaja terlibat dalam serangan tersebut.
Keluarga Jansen tentu saja sangat marah dan juga kecewa pada keluarga Xavier yang telah tanpa sengaja melibatkan putrinya. Akan tetapi, begitu mendengar bahwa Tuan Noland dan Nyonya Julia serta banyaknya para pengawal yang menjaga ruangan itu yang meninggal dunia. Keluarga Jansen akhirnya, bisa sedikit mengerti situasi yang tengah keluarga Xavier hadapi termasuk mengapa belum ada salah satu keluarganya yang menjenguk putrinya.
“Malangnya putriku! Dia hanya ingin menjadi Dokter hebat seperti Kakaknya, tapi kenapa malah harus berakhir seperti ini, Hiks ….” Tangis Aria Safina Jansen, sang ibu dari Dr. Olivia yang meratapi nasib sial putri kesayangannya.
Ibu mana yang sanggup melihat keadaan putrinya yang terbaring lemah penuh luka, bahkan mengalami pelecehan dan kekerasan fisik di seluruh tubuhnya. Tangisnya begitu memilukan seolah ikut merasakan apa yang putrinya rasakan. Tubuhnya bahkan sampai bergetar, karena mencoba menahan suara tangisnya yang begitu tulus untuk putrinya yang malang.
“Mah, jangan seperti ini! Jika Olivia tahu Mamah menangisinya sampai seperti ini, maka dia juga akan semakin sedih. Kita harus menghibur dan menyemangatinya, bukan menangisnya seperti ini,” bujuk sang putra, Oliver Sterling Jansen sekaligus Kakak kandung Olivia.
“Benar, Sayang! Tangisan kita bisa membuat Olivia semakin terpuruk, kita harus menjadi pendukung dan penyemangat hidupnya disaat seperti ini,” ujar Eric Bernando Janse, ayah kandung Olivia.
“Mengapa hal buruk ini harus terjadi pada putri kita, Eric? Hiks … Dia hanya ingin menjadi dokter yang hebat seperti Kakaknya, tapi kenapa dia malah berakhir seperti ini. Jika tahu akhirnya akan menjadi seperti ini, aku tidak akan pernah mengijinkannya menjadi seorang dokter. Hiks …” Meski Aria mulai menghentikan tangisannya yang memilukan, tapi kini penyesalan itu mulai muncul dibenaknya. Dia hanya ingin melihat putri bahagia, bukan menderita seperti ini.
“Mungkin ini sudah menjadi takdir hidup putri kita, Sayang! Kita harus membantunya melewati masa sulitnya ini, hmm? Jangan menyalahkan yang telah berlalu, semua ini sudah menjadi takdir yang telah ditentukan oleh Sang Maha Kuasa. Kita hanya bisa menjalaninya dan mencoba melakukan yang terbaik,” ujar Eric yang membawa sang istri dalam pelukannya.
“Mereka yang membuat putriku terlibat malah tidak datang sama sekali untuk melihat keadaan putriku,” gumam Aria yang merasa putrinya sangat dirugikan dalam kejadian penyerangan itu.
“Aku dengan Tuan Noland dan Nyonya Julia juga meninggal dunia dalam penyerangan itu, Mah! Bahkan ada puluhan pengawal yang tidak bisa diselamatkan. Hanya Olivia dan tiga orang pengawal yang berhasil diselamatkan dalam penyerangan itu, sedangkan sisanya sudah ditemukan dalam keadaan tidak bernyawa,” terang Oliver agar ibunya tidak memiliki pikiran negative pada keluarga yang tengah mengalami masa duka yang begitu mendalam.
“Mereka pasti sedang fokus untuk melakukan pemakaman untuk mereka. Lebih baik kita menunggu kabar selanjutnya saja, sejauh yang aku kenal keluarga itu tidak pernah lepas dari tanggung jawabnya,” imbuh Eric yang memberikan pengertian pada istrinya.
“Ughh … Tidak! Hiks … Tolong jangan sentuh aku … ARGHHH ….”
Tiba-tiba saja Olivia menjerit ketakutan dan tubuhnya seketika mengalami kejang-kejang. Oliver yang merupakan seorang dokter segera menangani kondisi adiknya, dia segera menyuntikkan obat penenang agar sang adik berhenti menjerit. Sambil berderai air mata, dia terpaksa menyuntikkan obat penenang tersebut pada tubuh adik kesayangannya.
“Olivia, tenanglah! Sekarang kau sudah baik-baik saja. Hiks …” ucap Oliver dengan suara yang bergetar menahan suara tangisnya, “Ada Papah dan Mamah juga yang akan melindungimu di sini,” lanjutnya.
“Ka-Kakak … Hiks … Tolong aku, hiks … Mereka menyentuhku. Hiks … Mereka semua menyakitiku, Kak! Hiks … Sakitt … Sakit sekali, Kak! Hiks … Seluruh tubuh Via sangat kesakitan, Kak! Arghh ….” Dengan mata yang masih terpejam, Olivia menangis histeris meneriakkan kata sakit hingga perlahan efek obat penenang itu mulai bekerja dan dia mulai kembali terlelap.
“Kakak tahu, Hiks … Pasti sakit sekali ‘yah! Maafkan Kakak yang tidak bisa melindungimu, Olivia!” ucap Oliver penuh penyesalan melihat adiknya mengalami trauma mendalam atas kejadian itu.
Bersambung, ....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 101 Episodes
Comments
🅴🆉🆁🅰
kasian banget Olivia 😭😭😭
2024-11-17
0
LENY
BENAR2 IBLIS RYAN DKK TUNGGULAH PEMBALASAN KEL XAVIER
2024-10-12
0
LinLin
tega km Thor, tragis bngt nasip dr Olivia 😭
2024-09-18
0