Chapter 15. Si Pemerhati

Elkan sudah kembali dari gelombang demam yang membuat Kelaya berputar-putar seperti gangsing agar membuat demam pria itu turun. Sekarang, mungkin suhu tubuhnya masih hangat, namun tidak sepanas sebelumnya. Lelaki juga sudah berganti pakaian, dia sudah kembali pada sosoknya yang dingin seperti gunung es. Diam dan tidak bergerak duduk di sana, namun keberadaan Elkan di dapur membuat jantung Kelaya sama sekali tidak baik-baik saja. Beberapa kali Kelaya juga mengibaskan jarinya yang perih saat mencuci sayuran.

"Sebaiknya kau berbaring saja, tubuhmu pasti masih lemah." kata Kelaya akhirnya memutuskan untuk mencairkan kebekuan di udara yang berputar disekitar mereka.

"Kakimu kenapa kotor sekali?" Alih-alih merespon ucapan Kelaya, lelaki itu justru mengajukan pertanyaan yang malah Kelaya sendiri tidak menyadari kondisi kebersihan telapak kakinya.

"Oh, ini, ehm, sepertinya ini kotor saat aku ambil jahe merah di kebun belakang tadi."

"Kau tidak pakai sandal?"

"Aku lupa, aku terlalu panik karena demammu sangat tinggi dan kau menginggau, maaf kalau membuat lantai dan seprai jadi kotor. Aku akan membersihkannya nanti."

"Apa tidak dingin?" Pertanyaan bernada dingin itu agak sediki bertolak belakang dengan sorot mata pria itu yang terlihat...khawatir?

"Dingin sih," jawab Kelaya dengan nada ragu. "tapi sejak tadi sepertinya aku sampai tidak berpikir kakiku dingin." Kelaya terkekeh canggung. Tawanya menghilang ketika tubuh jangkung Elkan menhampirinya, sorot mata itu menguncinya sampai membuat Kelaya harus menggigit bagian dalam bibirnya.

Tangan Elkan terulur menyentuh dagu Kelaya, kemudian berkata, "Jangan menggigit bibirmu seperti itu, nanti bisa sariawan."

Kelaya mengerjapkan kelopak matanya, bagaimana mungkin Elkan bisa tahu apa yang dilakukan Kelaya di dalam mulut yang tertutup.

Jari Elkan pindah, dari dagu ke jemari Kelaya yang sejak tadi tertangkap dalam pengamatannya sering dikibaskan oleh Kelaya setiap terkena air.

"Ini kenapa?" tanyanya begitu melihat kulit pada jari Kelaya yang luka.

"Ini...ehm...ini aku...eng..."

"Apa ini karena teriris pisau? Kalau iya, aku melarangmu memasak mulai saat ini."

"Eh, bu-bukan, ini tidak sengaja kau gigit."

"Aku gigit?" Kening Elkan menciptakan kerutan. "Bagaimana bisa?"

Kelaya menjelaskan bagaimana bisa gigi pria itu menggigit jemari Kelaya dengan cerita dan gaya bicara yang paling santai yang dia bisa. Dia tidak ingin membuat dirinya sendiri terkesan bodoh atau membuat Elkan merasa tidak enak, meskipun kemungkinan kedua rasanya terlalu mustahil. Manusia gunung es itu pasti tidak akan merasa tidak enak pada Kelaya meskipun-

"Maaf," kata Elkan pelan, tapi sorot matanya menunjukkan penyesalan.

Apakah ini efek demam singkat yang dialami gunung es itu? Mungkinkah demam membuat beberapa lapis es disana mencair?

"Eh, tidak apa-apa, sungguh." sahut Kelaya dengan senyuman canggung.

Baru Elkan hendak bersuara lagi, pintu rumah terdengar diketuk, Kelaya menjadikan kesempatan itu untuk kabur dari hadapan Elkan, atau jantungnya akan segera meledak di bawah sorot mata pria itu.

"Pagi!" Senyuman Haru yang lebar dan nada riang dari suaranya menyambut Kelaya begitu pintu dibuka. Sena juga ada disana, tapi ekspresinya tidak seceria Haru. Tapi, sejak awal bertemu, Sena memang tidak seceria Haru, meski dia tetap ramah pada Kelaya.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Sena kepada Kelaya.

"Aku baik-baik saja. Terima kasih, kalian sudah datang lagi." jawab Kelaya.

"Tentu saja kami akan datang lagi setelah selesai mengurus para bajingan itu." jawab Haru dengan santai.

"Kalian membawa mereka ke polisi, kan?"

"Ti-" Sena menyenggol lengan Haru yang hendak menjawab pertanyaan Kelaya.

"Tidak perlu khawatir, mereka tidak akan datang lagi. Mereka sudah diurus oleh pihak-pihak yang tepat." jawab Sena, meski jawabannya terkesan ambigu, tapi Kelaya menanggapinya dengan lempeng-lempeng saja.

"Jadi, bagaimana keadaan bos-eh, maksudku, keadaan Elkan, apakah dia sudah demam?"

"Sudah demam?" Kelaya menaikkan kedua alis matanya. "Jadi kau tahu kalau Elkan akan demam?"

"Tentu saja! Ini bukan kali per-" Lagi-lagi Sena menyenggol lengan Haru yang gemar sekali bicara tanpa sekat.

"Lukanya pasti akan membuatnya demam." kata Sena.

"Ya, kurasa memang demamnya karena luka itu. Apa kalian datang kesini untuk mengantar Elkan ke klinik?"

"Ya." jawab Sena dan Haru serempak.

Kelaya tersenyum dan membiarkan dua orang itu masuk dan menemui Elkan di dapur, sementara Kelaya masuk ke dalam kamar untuk bersiap-siap dan juga sekaligus membersihkan kakinya.

"Kenapa mulutmu selalu tidak punya rem?" Gerutu Sena kepada Haru.

"Itulah gunanya kau di dekatku, untuk menjadi rem dan kopling. Hahahaha!" Sahut Haru sambil berlalu menuju dapur.

***

Setelah selesai dari ruang tindakan yang menjahit ulang luka pada lengan Elkan, mereka berempat menuju apotek lain di luar klinik itu karena rupanya obat yang diresepkan dokter tidak tersedia pada apotek yang ada di dalam klinik. Mereka harus mendatangi beberapa apotek sampai mendapatkan obatnya.

Apotek itu cukup jauh dari desa, mereka harus menempuh beberapa kilo untuk bisa mendapatkan obat, apotek itu cukup besar dan hampir dekat dengan kota, disana tidak hanya menjual obat-obat, tapi juga menjual beberapa jenis make up dan perawatan kulit. Selagi mereka menuggu obat di buat, Haru memilih untuk merokok di luar, Sena sibuk dengan ponselnya, sementara Kelaya berjalan di sekitar etalase yang memajang produk-produk make up dan perawatan kulit wajah dan badan. Sementara Elkan duduk di tempatnya, memperhatikan bagaimana Kelaya tersenuym dan menggeleng ketika pegawai pemasaran menawarkan produk kepada Kelaya.

"Sena," Panggil Elkan dengan suaranya yang pelan, tapi cukup bisa didengar oleh wanita itu.

"Ya?" Sena mengangkat wajahnya.

"Apa kau tahu tentang produk make up dan perawatan kulit?"

"Hah?"

Kelaya menggeleng saat petugas counter menawarkan Kelaya produk make up yang sedang laris, juga dengan produk-produk perawatan kulit wajah dan tubuh, petugas itu menawarkan Kelaya dari yang harga palling mahal sampai harga yang paling terjangkau, juga menawarkan produk-produk yang wanginya paling best seller.

"Ah, kurasa warna ini sangat cocok untukmu." Suara Sena tiba-tiba berada di belakang Kelaya, wanita itu sedang melihat warna dari tester liptint yang dia oleskan pada punggung tangannya.

"Iya, warnanya sangat manis." kata Kelaya.

"Kami mau yang ini." kata Sena langsung pada si petugas.

"Eh, jangan, tidak perlu repot-repot, Sena, aku memang menyukainya, tapi..."

"Tenang saja, bukan aku yang bayar." Potong Sena sambil memilih-milih produk yang lain. "Apa kau biasa memakai foundation atau bb cream, kupikir ini shade warna yang pas untuk kulit wajahmu." Sena kembali mencocokan warna tester itu pada kulitnya dan mencocokannya pada kulit wajah Kelaya.

"A-aku tidak biasa pakai make up yang complex, biasanya hanya bb cream dan bedak tabur."

Sena menganggukkan kepalanya.

"Tapi, Sena, siapa yang membayar ini? Karena aku tidak ada uang." kata Kelaya sambil berbisik.

Sena kemudian mengeluarkan sebuah kartu debit dari dalam saku hoodie-nya. "Suamimu."

Kedua alis Kelaya bergerak naik ke atas. "Elkan?"

"Memangnya kau punya berapa suami?" Sena kini memilih-milih palet eyeshadow yang diisi dengan warna-warna netral, lalu mengambil satu palet dan memberikannya ke si petugas.

"Kau biasa pakai skincare, bodycare dan haircare yang seperti apa?" tanya Sena.

"Eh, oh, tidak ada yang khusus, kulit wajahku cenderung normal. Untuk haircare dan bodycare aku bisa memakai produk apa pun." jawab Kelaya sambil memperhatikan Elkan yang duduk di kursi tunggu di depan farmasi. Pria itu terlihat cuek-cuek saja, bahkan tidak melirik ke arah Kelaya dan Sena sedikit pun. "Sena, kau tidak berbohong padaku, kan? Itu bukan kartu milikmu, kan?"

"Tentu saja, bukan. Aku tidak punya kartu dari bank ini."

"Jadi, ini sungguh kartu milik Elkan?"

"Ya. Memang kenapa? Kenapa kau terlihat canggung sekali memakai uang suamimu?"

"Eh, oh, b-bukan begitu, hanya saja, make up dan segala produk perawatan bukan produk-produk yang murah. Jadi kupikir-"

"Kau akan menghabiskan uangnya hanya karena belanja produk-produk ini?"

Kelaya tersenyum meringis sambil menganggukkan kepala. Tapi Sena malah mendengkus kemudian terkekeh. "Apa kau tidak mengenal suamimu sendiri? Kau pikir hanya karena kau belanja ini uangnya akan habis?"

Kelaya masih tersenyum canggung, ia merasa bersalah ketika melihat produk-produk yang di bawa Sena ke meja kasir mulai discan untuk dihitung.

"Pikirkanlah, Elkan mempunyai lahan ladang yang luas dengan berbagai macam hasil ladangnya, dia juga punya peternakan yang hasilnya bisa menghasilkan banyak produk, ditambah hidupnya selama ini hanya menjadi bujang penyendiri di tengah hutan, bisa kau bayangkan segendut apa tabungan lelaki itu. Jadi, kusarankan kau harus lebih banyak belanja." kata Sena dengan cengirannya yang lebar.

Wah, Kelaya cukup takjub dengan penjabaran Sena tentang Elkan yang tidak sempat terpikirkan oleh Kelaya sebelumnya, dia cukup terkejut mendengar Sena bicara cukup santai dan panjang. Karena sebelum-sebelumnya, Sena biasa bicara ketus dan sedikit-sedikit. Seperti Elkan namun dalam versi perempuan.

Setelah selesai membeli dan mengantongi produk-produk kecantikan itu, Kelaya dan Sena kembali ke tempat dimana Elkan baru saja selesai mendapatkan obat dari farmasi. Lelaki itu menyoroti Kelaya yang membawa kantong berwarna merah muda di tangannya.

"Terima kasih." kata Kelaya pelan dan malu-malu.

Tapi gunung es itu hanya diam tanpa merespon apa pun selain bergerak menerima uluran kartu debitnya dikembalikan oleh Sena dan memasukkannya kembali ke dalam dompet, kemudian melengos keluar dari apotek.

Kenapa? Apa yang salah?

.

.

.

Bersambung~~>>

Episodes
1 Chapter 1. Wanita Asing Yang Pingsan
2 Chapter 2. Wanita Gila.
3 Chapter 3. Mendadak Nikah
4 Chapter 4. Gemuruh Hati
5 Chapter 5. Berdebar
6 Chapter 6. Kontrak
7 Chapter 7. Menipu Gadis Kota
8 Chapter 8. Gunung Es
9 Chapter 9. Pikiran Yang Mengusik
10 Chapter 10. Pikiran Ilegal
11 Chapter 11. Tersihir
12 Chapter 12. Siapa Mereka?
13 Chapter 13. Menjahit Luka
14 Chapter 14. Pria Besar Yang Demam
15 Chapter 15. Si Pemerhati
16 Chapter 16. Memanfaatkan Isi Dompet
17 Chapter 17. Rasa
18 Chapter 18. Halo, cantik!
19 Chapter 19. Pertengkaran Pertama
20 Chapter 20. Merajuk.
21 Chapter 21. Pasar Malam
22 Chapter 22. Debaran Tengah Malam
23 Chapter 23. Rasa Yang Pahit
24 Chapter 24. Patah
25 Chapter 25. Ocehan Psikolog Gadungan
26 Chapter 26. Siapa Dio?
27 Chapter 27. Aku Tidak Semustahil itu.
28 Chapter 28. Jauhi Istriku.
29 Chapter 29. Aku Menginginkanmu.
30 Chapter 30. Apa Ini Mimpi?
31 Chapter 31. Penanaman Bibit
32 Chapter 32. Tamu Yang Sangat Tidak Diundang
33 Chapter 33. Cemburu
34 Chapter 34. Pagi Yang Kembali Ribut
35 Chapter 35. Hasil Pencarian Data: [NIHIL]
36 Chapter 36. Ketakutan Yang Kembali
37 Chapter 37. Firasat Buruk
38 Chapter 38. Kemana Haru dan Sena?
39 Chapter 39. Si Pembawa Pesan
40 Chapter 40. Ruang Rahasia Di Bawah Kandang Kambing!
41 Chapter 41. Hati Yang Carut Marut
42 Chapter 42. Jangan Menilai Buku Dari Sampulnya
43 Chapter 43. Mencurigai Orang Yang Salah
44 Chapter 44. Cerita Elkan
45 Chapter 45. Ruangan Rahasia Lainnya
46 Chapter 46. Kecupan Yang Mengantar Perpisahan
47 Chapter 47. Sinyal Darurat!
48 Chapter 48. Semua Mulai Terbuka
49 Chapter 49. Zeon!
50 Chapter 50. Kegelisahan Zeon
51 Chapter 51. Siapa Kelaya
52 Chapter 52 Dua Mantan Mafia
53 Chapter 53. Hukuman Dan Senyuman.
Episodes

Updated 53 Episodes

1
Chapter 1. Wanita Asing Yang Pingsan
2
Chapter 2. Wanita Gila.
3
Chapter 3. Mendadak Nikah
4
Chapter 4. Gemuruh Hati
5
Chapter 5. Berdebar
6
Chapter 6. Kontrak
7
Chapter 7. Menipu Gadis Kota
8
Chapter 8. Gunung Es
9
Chapter 9. Pikiran Yang Mengusik
10
Chapter 10. Pikiran Ilegal
11
Chapter 11. Tersihir
12
Chapter 12. Siapa Mereka?
13
Chapter 13. Menjahit Luka
14
Chapter 14. Pria Besar Yang Demam
15
Chapter 15. Si Pemerhati
16
Chapter 16. Memanfaatkan Isi Dompet
17
Chapter 17. Rasa
18
Chapter 18. Halo, cantik!
19
Chapter 19. Pertengkaran Pertama
20
Chapter 20. Merajuk.
21
Chapter 21. Pasar Malam
22
Chapter 22. Debaran Tengah Malam
23
Chapter 23. Rasa Yang Pahit
24
Chapter 24. Patah
25
Chapter 25. Ocehan Psikolog Gadungan
26
Chapter 26. Siapa Dio?
27
Chapter 27. Aku Tidak Semustahil itu.
28
Chapter 28. Jauhi Istriku.
29
Chapter 29. Aku Menginginkanmu.
30
Chapter 30. Apa Ini Mimpi?
31
Chapter 31. Penanaman Bibit
32
Chapter 32. Tamu Yang Sangat Tidak Diundang
33
Chapter 33. Cemburu
34
Chapter 34. Pagi Yang Kembali Ribut
35
Chapter 35. Hasil Pencarian Data: [NIHIL]
36
Chapter 36. Ketakutan Yang Kembali
37
Chapter 37. Firasat Buruk
38
Chapter 38. Kemana Haru dan Sena?
39
Chapter 39. Si Pembawa Pesan
40
Chapter 40. Ruang Rahasia Di Bawah Kandang Kambing!
41
Chapter 41. Hati Yang Carut Marut
42
Chapter 42. Jangan Menilai Buku Dari Sampulnya
43
Chapter 43. Mencurigai Orang Yang Salah
44
Chapter 44. Cerita Elkan
45
Chapter 45. Ruangan Rahasia Lainnya
46
Chapter 46. Kecupan Yang Mengantar Perpisahan
47
Chapter 47. Sinyal Darurat!
48
Chapter 48. Semua Mulai Terbuka
49
Chapter 49. Zeon!
50
Chapter 50. Kegelisahan Zeon
51
Chapter 51. Siapa Kelaya
52
Chapter 52 Dua Mantan Mafia
53
Chapter 53. Hukuman Dan Senyuman.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!