"Kenapa aku nggak sadar dari dulu kalau Kevin memiliki perasaan lebih padaku?" gumam Safira menendang kasar selimut yang menutupi tubuhnya.
Safira hanya tahu kalau selama ini sikap Kevin menunjukkan pria itu sangat membencinya.
Jadi, tidak mungkin Safira memikirkan hal lain selain itu, bukan?
Andai Kevin mengungkapkan perasaannya lebih dulu, mungkin Safira akan menimbang untuk menerimanya. Asalkan, pria itu mau berubah sikap.
"Kamu mikir apa, Fir? Sampai kapanpun kalian nggak akan pernah bersatu. Siapa tahu kan om Tristan bilang begitu karena paksaan dari Kevin?" Safira berusaha menepis semuanya. "Lebih baik aku tidur. Besok, aku harus bangun pagi-pagi."
Safira memutuskan untuk tidur karena malam sudah mulai larut.
Namun, bukannya terpejam, matanya malah semakin terjaga mengingat ucapan Tristan beberapa jam lalu.
"Haruskah aku memutuskan pertunangan ini demi Kevin? Apa aku siap menikah dengan bocah manja itu?"
Safira baru tahu kalau rencana perjodohan Kevin dengan seseorang itu hanya untuk menguji pria itu agar mengakui perasaanya pada Safira. Tristan bilang, dia tidak akan pernah mengulang kesalahan yang sama pada Kevin.
Menjodohkan putranya dengan wanita yang tidak dia cintai. Tristan tidak mau mengekang mereka lagi.
"Nggak, Fir! Kamu nggak boleh mikir aneh-aneh. Hidupmu sudah cukup menderita karena terlalu lama berada disamping Kevin." Safira menatap langit-langit kamar. "Om Tristan juga bilang, aku bebas setelah nikah. Jadi—"
Sejenak, fokus Safira teralihkan pada benda pipih yang sejak tadi bergetar di atas meja.
Ia menghela nafas, lalu bangkit dan menyambar ponselnya.
Kedua mata Safira terbuka semakin lebar melihat nama kontak yang tertera di layar.
"Ryan? Untuk apa malam-malam dia menelfon?" gumam Safira sembari menyandarkan punggungnya ke sandaran tempat tidur. "Oh iya, pasti dia ingin menanyakan kenapa aku nggak datang."
Safira menggigit bibir bawahnya, ia gelisah. Entah alasan apa yang harus Safira katakan pada sang kekasih.
"Kok baru diangkat?" Ryan langsung bicara tanpa basa basi. "Kamu dimana? Aku kangen."
Mendengar kalimat gombalan yang keluar dari bibir Ryan membuat hati Safira berbunga-bunga. Ia merasa semakin bersalah sudah mengabaikan pria sebaik Ryan.
"Maaf, aku tadi nggak bisa datang ke kafe biasanya. Lain kali kita bisa kesana lagi. Dan mungkin dengan status yang berbeda."
Ryan terdiam. Sebenarnya, ia kecewa karena lagi-lagi Safira membatalkan janji mereka. Padahal, Ryan sudah menyiapkan makan malam romantis untuk kekasihnya itu.
"Ryan, kamu marah?" tanya Safira. "Aku benar-benar nggak sengaja. Aku melakukannya karena—"
"Kevin?" sahut Ryan memotong kalimat Safira tiba-tiba.
"Apa dia berbuat ulah, hum?" dengan suara lembut dan menenangkan Ryan bertanya.
"Nggak sama sekali," jawab Safira.
Meski mereka berdua hanya mengobrol dari jarak jauh, Ryan terlihat begitu perhatian padanya.
"Mau aku jemput?" tawar Ryan.
"Nggak perlu. Nyonya Violet sedang sakit. Mereka memintaku merawatnya," jawab Safira dengan berbohong.
"Dia yang sakit, kenapa kamu yang repot? Pulang ya? Aku nggak lama sampai sana."
Hening. Safira tak menjawab ucapan Ryan.
Kalau sampai Ryan datang kemari, bisa dipastikan dia dan Kevin akan terlibat pertengkaran serius.
Selain rekan bisnis, dulu mereka pernah menjadi rival semasa di kampus.
Safira menerima Ryan dan setuju untuk menjadi tunangannya karena Ryan adalah pria yang baik.
Dan Safira yakin, Ryan bisa bertanggung jawab padanya.
"Please, ini terakhir kalinya."
"Janji? Kamu bakalan nurut sama aku?"
"Aku janji," jawab Safira.
Selesai berbincang, keduanya mengakhiri panggilan begitu saja.
Safira tiba-tiba merasa lapar. Ia memutuskan untuk keluar dari kamar menuju ke dapur.
"Aku lupa, tadi nggak ikut makan malam sama mereka." Safira menutup pintu kamarnya.
Langkah terhenti mendengar suara seseorang mendekat kearahnya.
"Mau kemana? Kabur?" suara berat Kevin, membuat wanita itu menelan saliva nya dengan susah payah.
Bisa-bisanya Kevin ada disini tengah malam?
"Saya mau ke dapur," jawab Safira kembali berjalan, namun tiba-tiba pergelangan tangannya dicekal oleh Kevin.
Safira menoleh ke belakang. Ia bisa melihat raut wajah Kevin yang sedang tidak bersahabat.
"Anda mau apa?" tanyanya berusaha lepas.
"Lapar?"
"Tidak," jawab Safira. Mana mungkin ia akan mengatakan kalau saat ini cacing-cacing di perutnya sedang berdemo.
"Keras kepala." Kevin membopong tubuh Safira, menuruni anak tangga dan membawanya ke dapur. Tak peduli meski wanita itu meronta, meminta untuk di turunkan.
"Saya bisa jalan sendiri."
"Diam kalau nggak mau aku lempar dari lantai dua." Kevin bicara tanpa menatap Safira sama sekali.
"Dasar manusia bunglon. Sikapnya selalu berubah-ubah tergantung cuaca dan tempat!" umpat Safira dalam hati.
Posisinya yang begitu dekat Kevin, membuat jantungnya kembali berdebar-debar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
jaran goyang
𝒂𝒏𝒌...𝒃𝒌𝒏 𝒂𝒏𝒂𝒎
2024-05-23
1
jaran goyang
𝒍𝒐𝒏𝒈𝒐𝒓... 𝒃𝒓 𝒌𝒏𝒍 𝒖𝒅 𝒕𝒓𝒎" 𝒛...... 𝒎𝒌𝒊𝒏 𝒚𝒂𝒌𝒊𝒏 𝒂𝒒
2024-05-23
0
jaran goyang
𝒕𝒑 𝒂𝒒 𝒓𝒔 𝒓𝒚𝒂𝒏 𝒋𝒉𝒕...𝒈𝒌 𝒃𝒂𝒊𝒌.... 𝒏𝒕𝒉 𝒏𝒑 𝒉𝒕 𝒌𝒖 𝒃𝒔 𝒃𝒍𝒈 𝒈𝒕....𝒅𝒂 𝒖𝒅𝒂𝒈 𝒅𝒊 𝒃𝒂𝒍𝒊𝒌 𝒃𝒕𝒖
2024-05-23
0