"Astaga, kenapa bisa begini?" Safira mondar mandir dengan gelisah di depan pintu.
Wanita itu tengah menunggu dokter yang sedang memeriksa keadaan Kevin.
Rasa bersalah muncul di hati Safira. "Harusnya aku tidak ceroboh dan asal memberikan makanan itu pada Kevin," gumamnya sembari menggigit bibir bawahnya sendiri.
Safira tidak pernah berpikir sejauh ini, jika memberikan makanan pada Kevin dari orang lain, bisa sangat fatal begini.
Ya, selama ini Safira sangat berhati-hati. Namun, hari ini sepertinya ada yang membuat Safira kurang fokus.
"Nona Safira, dokter meminta anda untuk segera masuk ke dalam," kata salah satu karyawan laki-laki yang berhasil membuyarkan lamunan wanita itu.
Safira mengangguk. "Baiklah. Kamu boleh pergi." Lalu bergegas masuk untuk melihat keadaan Kevin.
"Bagaimana keadaanya, Dok? Dia baik-baik saja kan?" tanya Safira pada dokter.
Dokter menarik nafas panjang lalu menghembuskannya dengan perlahan. "Keadaanya cukup buruk. Akan lebih baik kalau kita segera membawa tuan Kevin ke rumah sakit," jawabnya.
Safira duduk disisi ranjang sembari mengusap lengan Kevin. "Dia tidak menyukai rumah sakit. Kevin sangat membenci bau obat-obatan," ucap Safira menatap dokter. "Saya tidak yakin kalau itu akan membuat keadaanya semakin baik." Safira beralih pada Kevin.
"Begini saja, kalau sampai sore tuan Kevin belum sadarkan diri, mau tidak mau anda harus segera mengambil keputusan," kata dokter memberikan resep obat pada Safira.
"Tebus ini. Anti biotiknya bisa mencegah alerginya bertambah parah. Usahakan agar dia bisa meminumnya tiga kali sehari setelah makan," lanjut dokter.
Safira mengernyit. "Alergi? Maksud anda apa, Dok? Saya tidak mengerti."
"Tuan Kevin mempunyai alergi terhadap kacang-kacangan, bukan? Dan makanan yang baru saja dia makan mengandung salah satunya," sahut dokter menjelaskan.
Safira terdiam mematung dengan kedua tangan terkepal erat.
Bagaimana bisa sandwich nya mengandung kacang-kacangan? Padahal dia sendiri sudah mencicipinya dan aman-aman saja.
"Saya yang menggigitnya lebih dulu, Dok. Jadi, tidak mungkin kalau pak Kevin—"
"Selai kacangnya berada ditengah, Nona. Bukan di ujung gigitan," ucap dokter lagi sambil tersenyum. Berhasil membuat pipi Safira merona.
Entah apa yang Safira pikirkan, tiba-tiba saja ia malah mengarah ke hal lain.
"Aku mikir apa sih," gumam Safira dalam hati.
•••
Setelah mengantar dokter pergi, Safira memutuskan untuk menjaga Kevin. Ia sengaja tidak memberitahu kedua orang tua Kevin. Takut mereka khawatir.
Kebetulan, ruangan kerja Kevin memiliki kamar pribadi jadi untuk sementara Safira akan merawatnya di sana.
Safira duduk di kursi yang berada di samping Kevin. "Sudah waktunya minum obat. Tapi pria menyebalkan ini masih belum sadarkan diri."
Meski bibirnya terus menggerutu, Safira dengan telaten mengelap keringat yang keluar dari kening Kevin.
"Aku lupa kalau Kevin juga tidak pernah mau meminum obat. Dia sering membuangnya tanpa sepengetahuan orang lain dan berpura-pura mengatakan kalau obatnya sudah habis. Licik sekali."
Kejadian beberapa tahun lalu dimana Kevin mengalami kecelakaan saat pulang sekolah, membuat pria itu trauma dengan rumah sakit. Belum lagi, Kevin juga kurang mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya yang sedikit gila pekerjaan.
Sikap Kevin selama ini hanya untuk mendapatkan perhatian. Sayangnya, diantara mereka tidak ada yang peka. Termasuk Safira.
"Dari dulu sampai sekarang kamu selalu membuatku kesusahan, Vin!" umpat Safira. Ditangan kanannya ada obat dan tangan kirinya ada segelas air. Safira bingung harus melakukan apa.
Hingga terbesit ide gila yang muncul dari kepalanya.
"Ya sepertinya memang aku harus melakukan hal di luar nalar ini," pikirnya.
"Fir... " Kevin membuka sedikit matanya dan meringis menahan sakit.
"Pak Kevin? Anda bangun?" Safira meletakkan gelas dan obatnya ke atas meja.
"Haus, mau minum," pinta Kevin dengan suara serak.
Safira mengangguk dan hendak memapah Kevin untuk bangun. Namun, pria itu menolaknya.
"Kenapa lagi? Bukankah anda mau minum?"
Kevin menggeleng pelan. "Aku gak bisa minum sendiri," ucap lirih Kevin.
Safira memutar bola mata jengah. Tentu saja ia sangat tahu apa maksud dari ucapan bosnya itu. Di saat seperti ini masih saja berpikiran mesum.
"Jangan harap saya akan melakukannya. Bisa-bisanya anda mencari kesempatan dalam kesempitan." Safira menolak dengan tegas.
"Kamu mau melihatku mati karena keegoisan kamu itu?" Nada bicara Kevin mulai melemah. Ia sedang tidak berpura-pura.
"Tapi, Pak... "
"Sekarang, Fira. Aku sepertinya gak punya banyak waktu lagi dan—" belum selesai Kevin melanjutkan ujarannya, Safira buru-buru memasukkan obat dan juga air putih ke dalam mulutnya lalu menahan tengkuk Kevin dan menyatukan bibir mereka.
Sontak membuat kedua mata Kevin melotot seakan ingin keluar dari tempatnya. "Shit, dia mencium ku?" batin Kevin.
Lah itu mau lo kan, Vin 🤣🤣
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
+86
pura2 heboh! dasar upil 🤣🤣🤣
2024-05-16
1
Eva Karmita
cara yg jitu sekali mendayung dua tiga pulau terlampaui 😍❤️😂😂😂
2024-05-16
1
jaran goyang
𝑒𝑛𝑘 𝑑𝑖 𝑐𝑖𝑢𝑚.... 𝑚𝑛𝑡𝑝..𝑟𝑠 𝑝𝑎
2024-05-16
1