"Aku kan menganggap lunas hutang-hutang kamu dengan satu syarat," kata Kevin menatap serius Safira.
"Syarat?"
"Ya. Berjanjilah kamu akan menurutinya." Kevin sudah tidak lagi memikirkan perasaan gengsinya. Ia mengesampingkan egonya yang tinggi demi pujaan hatinya agar tidak pergi.
"Saya tidak yakin syarat anda menguntungkan."
"Dengar dulu." dengan cepat, Kevin menarik pergelangan tangan Safira yang hendak bangkit dari pangkuannya.
"Saya minta maaf sebelumnya. Lebih baik dari sekarang anda melupakan perasaan anda pada saya, Pak Kevin," ucap Safira.
Kevin tercengang dengan rahang mengeras. Kedua matanya sudah memerah menahan emosi. Melupakan wanita ini bilang? Justru ia sudah melakukannya sejak lama.
Bukannya menghilang, perasaan Kevin untuk Safira malah semakin besar. Ia menginginkan lebih dari sekedar bersama.
"Apa alasan kamu menolak aku?"
Wanita itu menarik nafas dalam-dalam lalu menghembuskannya dengan perlahan. Kemudian beralih menatap Kevin.
"Saya sudah memiliki kekasih dan akan segera bertunangan minggu depan," jawab Safira tanpa ada keraguan sama sekali.
"Tunangan? Tapi sejak kapan?" tanya Kevin penasaran.
Hampir setiap hari mereka bersama. Tapi kenapa Kevin tidak tahu kalau Safira akan segera bertunangan?
"Kamu pasti sedang bercanda. Kamu mengatakan ini supaya bisa terbebas dariku, kan?" ulang Kevin.
Safira menggeleng. Untuk urusan pernikahan, dia tidak akan pernah berbohong. Apalagi, usianya yang sudah dewasa dan siap membina rumah tangga. Safira tidak mau menyia-nyiakan kesempatan.
"Malam ini, seharusnya kami membahas pertunangan kami. Tapi—"
Pyar!
Terdengar suara pecahan gelas yang jatuh ke lantai. Sontak, mereka berdua menoleh bersamaan.
"A—apa? Tunangan?" sahut Violet masih membeku di tempat.
Entah sejak kapan wanita itu sudah berada disana. Yang jelas, hampir semua percakapan mereka, Violet mendengarnya.
"Nyonya, anda di sini?" Safira buru-buru bangkit. Namun, siapa sangka saat akan menghampiri Violet, wanita itu lebih dulu tak sadarkan diri.
"Sayang!" Tristan bergegas menangkap tubuh sang istri, menidurkannya ke sofa.
Tidak dengan Kevin. Pria tampan itu menatap ke depan dengan tatapan kosong. Seakan ada sesuatu yang masuk ke dalam pikirannya.
••••
Safira berada di dalam sebuah kamar. Setelah Violet tak sadarkan diri, Tristan memintanya untuk menginap.
"Kok jadi gini, sih? Harusnya Kevin itu... argh! Bisa-bisanya dia mengatakan kalau dia mencintaiku?" Safira mondar mandir sembari menggigit bibir bawahnya.
Sungguh, Safira tak menyangka jika Kevin akan mengungkapkan perasaannya yang sebenarnya.
"Kamu terlambat, Vin. Terlambat," gumamnya lalu duduk di sisi ranjang.
Terdengar seseorang mengetuk pintu kamar Safira. Wanita itu menoleh ke kanan.
"Fira, boleh aku bicara?" tanyanya dari luar.
"Tuan, Tristan..." Safira menelan ludahnya dengan susah payah. Apa jangan-jangan Tristan akan memintanya untuk menjauhi Kevin seperti di novel-novel yang ia baca?
Dimana putranya menyukai gadis miskin dan berbeda kasta dengan mereka?
"Kalau kamu tidak ingin bicara—"
"Maafkan saya, Tuan." Pintu tersebut terbuka.
Tristan tersenyum hangat. Menepuk-nepuk pelan lengan Safira.
"Kita bicara di sini, Tuan?" tanya Safira sedikit gugup.
Ini kedua kalinya ia bicara dengan pria paruh baya yang masih terlihat tampan mirip aktor favoritnya, Ji Chang Wook.
"Ya."
Safira mempersilahkan Tristan untuk masuk dan memberi jalan padanya.
"Dimana putra anda?"
"Menemani mama nya," jawab Tristan sembari duduk di sofa, menyilangkan kakinya.
Rasa bersalah kembali menghampiri Safira. Ia merasa semua masalah yang hadir di dalam keluarga Tristan adalah karenanya.
"Saya tahu, Tuan kemari pasti karena ingin memecat saya, bukan?" kata Safira meremas jari-jari tangannya sendiri. "Dengan senang hati saya akan menerimanya," lanjutnya.
Tristan mengernyit. Sepertinya Safira sudah salah mengira. "Tidak. Aku kemari untuk meminta maaf. Karena ulah putraku kamu jadi terluka seperti ini."
Entah sejak kapan, Tristan sudah berada didepan Safira, menyentuh luka di sudut bibir wanita itu.
"Tuan... "
"Sama seperti dulu, aku menganggap mu putriku sendiri. Ayahmu adalah sahabat karibku, Fira. Jadi, jangan pernah sungkan jika kamu membutuhkan sesuatu."
Safira mendongak dengan mata berkaca-kaca. Namun, dengan sekuat tenaga ia tak ingin menunjukkan kalau ia rapuh dan sedih.
"Saya mengerti."
"Kamu tahu aku paling tidak suka melihat putraku menderita." langkah pria itu berhenti tepat di belakang Safira. "Menikahlah dengannya."
"Hah?"
"Aku tahu kamu gadis pintar dan baik. Kamu pasti bisa membuat Kevin bahagia," ucap Tristan lagi.
Safira menarik nafas panjang, lalu menghembuskannya dengan perlahan. Menimbang-nimbang jawaban apa yang akan ia berikan.
"Bagaimana, Fira?"
"Dengan segala hormat, saya minta maaf Tuan. Saya akan segera bertunangan!" tegas Safira. Ia benar-benar tidak bisa menikah dengan Kevin.
"Haha, baiklah-baiklah. Aku sudah tahu kalau kamu akan menjawab ini." Tristan cukup bangga dan puas mendengar jawaban Safira.
Memang benar, Safira adalah gadis yang tepat untuk Kevin. Sayangnya, wanita itu sudah memiliki kekasih.
"Kamu boleh menjalin hubungan dengan siapapun. Tapi aku ingin meminta satu hal padamu."
"Katakan saja, Tuan. Saya akan berusaha menjalankannya," sahut Safira. Asalkan tidak memaksanya menikah dengan Kevin.
"Tetaplah berada di samping putraku. Setelah kamu menikah, aku akan bicara padanya nanti. Untuk sementara, jaga perasaannya," pinta Tristan.
Setelah mengatakan itu, Tristan beranjak dari sana. Meninggalkan Safira seorang diri.
"Kevin Alexander! Masalah seperti ini saja kamu sampai mengadu pada ayahmu. Dasar bocah tengil!" umpat Safira memukul bantal sebagai pelampiasan.
"Aku nggak mungkin nolak permintaan om Tristan, dia sudah sangat berjasa pada keluargaku selama ini..." Safira mengacak rambutnya Frustasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 58 Episodes
Comments
Yuni Setyawan
wow om Tristan ichang versi tuanya dong🤭🤭🤭,sblm janur kuning melengkung masih bisa ditikung Vin🤣🤣🤣
2024-05-22
0
jaran goyang
🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2024-05-22
1
jaran goyang
𝒂𝒂𝒂𝒂𝒂 𝒕𝒖 𝒐𝒑𝒂" 𝒌𝒖 𝒙🤪💞
2024-05-22
1