Setelah Mama Dicky pergi untuk membukakan pintu utama. Nasya kembali melirik amplop putih yang ada ditangannya. Ia sungguh penasaran akan isi dari amplop itu.
Nasya membolak-balikkan amplop itu dengan berpikir tentang isi di dalamnya. Namun, ia tak berani untuk membuka lebih dulu.
25 menit berlalu, rasanya jika hanya membukakan pintu untuk Dicky tak butuh waktu selama ini. Nasya berpikir keras karena mertuanya tak kunjung kembali ke kamar. Khawatir, Ia beranjak dari tempatnya, menyusul sang mertua di lantai bawah.
"Tante, Dicky itu harusnya nikah sama aku. Jodoh dia itu aku!.".
Terdengar suara yang sudah familiar di telinga Nasya. Pemilik dari suara itu sudah terbayang di kepalanya. "Itu kan ... " batinnya.
Tak lama setelah itu, "Ga sudi saya punya menantu seperti kamu!!!," suara Mama Dicky terdengar membalas perkataan tadi. Jika dilihat dari kalimatnya, nampaknya mertuamu sedang berdebat dengan pemilik suara yang familiar itu.
Tanpa pikir panjang, Nasya bergegas menghampiri kedua orang itu untuk melihat apa yang sebenarnya terjadi namun, ketika sampai disana, tidak ada siapapun kecuali Mama mertuanya yang masih berdiri didepan pintu memandang tajam keluar rumah.
"Ada apa, ma?," tanya Nasya menyadarkan wanita baya disana.
Wanita itu menoleh dan, "Sayang, kenapa kamu disini?," ia malah balik bertanya pada Nasya.
Nasya masih menatap wanita itu, "Tadi mama bicara sama siapa?," tanya Nasya tak menjawab pertanyaan dari sang mertua.
Mendengar pertanyaan tersebut, wanita itu ragu untuk memberitahukan seseorang yang baru saja datang ke rumahnya. Beliau mengalihkan wajah dari tatapan sang menantu sekilas dan, "Bukan siapa-siapa kok," jawabnya.
Nasya masih dengan mimik muka yang penuh tanda tanya, "Apa tadi, Nabila yang dateng, ma?," tanya Nasya membuat wanita baya itu tersentak dan menoleh cepat.
"Kamu tau tentang Nabila?," kini giliran sang mertua yang memasang mimik wajah penuh tanya. Bagaimana bisa menantu kesayangannya itu bisa tau tentang mantan kekasih Dicky? Apa jangan-jangan Dicky ... ? pikir wanita itu.
"Apa kamu pernah bertemu dengannya?," tanya wanita itu lagi.
"I.. Itu...," ucap Nasya ragu.
Melihat mimik muka menantunya yang ragu seakan mengatakan kepada wanita itu bahwa Dicky dan Nabila masih saling berhubungan.
Wanita itu nampak marah pada sang anak. "Jadi, Dicky masih berhubungan sama perempuan itu?," ucapnya sembari mengalihkan tatapan dari sang menantu.
Nasya diam tak menjawab, menatap mertuanya disana.
»
Saat ini, Reza dan Putri dalam perjalanan kembali menuju kantor mereka. Reza menghela napas, pikirannya masih tertuju pada kejadian tadi, dimana Dicky memutuskan untuk membatalkan kerja sama begitu saja.
Sementara Putri, sangat jelas terlihat dari mimik mukanya bahwa ia masih sangat kesal dengan direktur perusahaan yang hampir saja bekerja sama dengan mereka.
"Tu orang nyebelin yah! Seenak jidatnya aja!," gerutu Putri di dalam mobil.
Reza yang tengah menyetir mobil itu, melirik sekilas pada Putri di sebelahnya, "Siapa?," tanyanya bingung.
"Itu, suaminya Nasya," jawab Putri ketus.
"Oh, Dicky," balas Reza.
Putri mengangguk dengan memasang wajah kesal. "Dia tuh ga pantes jadi directur! Ga profesional, tau ga!," dumelnya lagi.
Reza meliriknya sekilas, tak menjawab.
"Kok Nasya mau sih, nikah sama cowo kayak gitu! Kalo gue jadi dia, udah gue tendang tu cowo!," sambungnya.
Reza tertawa kecil mendengar itu, "Lagaknya sok mau nendang cowo kayak Dicky. Itu si Bisma, cowo yang suka php ama nyakitin elo sampe sekarang ga kepengen di tendang juga?," balas Reza membuat perempuan di sebelahnya menoleh cepat.
"Apa sih! Kenapa jadi bawa-bawa Bisma.".
"Lah, emang kenapa?," balas Reza cepat.
Putri tak menjawab, mengalihkan wajah, menatap jalanan diluar jendela.
Reza melirik lagi dengan sekilas, "Nah, tuh. Sekarang malah diem! Tadi ngomel-ngomel," ucap Reza mencoba membuat Putri bicara.
Namun, Putri masih dengan posisinya, tak membalas ucapan Reza. Ia hanya menghela napas mengingat akan masalah dalam hubungan cintanya dengan Bisma.
»
Nabila baru saja tiba dirumahnya, ia merasa sangat kesal atas sikap Mama Dicky padanya. Ia sangat tidak terima dengan perlakuan itu.
"Bisa-bisanya sih itu orang tua ngusir gue!," geramnya kesal.
Ia yang berdiri di ruang tengah itu, mengepalkan erat tangannya. "Liat aja ntar, kalo gue udah berhasil nyingkirin Nasya dan jadi istrinya Dicky. Gue yang bakalan usir dia dari rumah itu nanti!," ucap Nabila dengan tatapan tajam.
"Dari mana saja kamu?,"
Suara berat itu menghancurkan lamunan Nabila, ia menoleh cepat ke sumber suara yang ternyata adalah Papa nya.
Nabila segera membuang wajah dari tatapan sang Papa.
"Kamu itu, ditanya bukannya ngejawab!," ucap pria dengan suara berat itu.
Kesal, Nabila kembali menatap sang Papa. "Udahlah! Papa ga perlu tau dari mana aku!," jawab Nabila.
Pria baya itu masih menatap anak perempuannya yang sikap dan tingkahnya makin hari makin tidak sopan itu.
"Mendingan papa urusin aja tuh kak Rangga! Gausah sok perduli sama aku karena dimata papa, aku itu cuma anak pungut!," Nabila menatap sang papa tajam dan sedetik kemudian ia pergi meninggalkan pria baya itu sendiri.
Dalam hati, ada rasa kesal namun pria baya itu masih mencoba menahan emosi atas perilaku anak angkatnya itu.
»
"Kak, Kenapa kita harus ngebatalin kerja sama itu?," tanya Nadila pada Dicky yang sibuk dengan layar laptopnya.
"Karena gue ga sudi punya rekan kerja kayak dia," jawab Dicky tanpa menoleh.
"Tapikan, Kak Reza itu baik," balas Nadila yang membuat suami Nasya itu menoleh cepat.
"Apanya yang baik? Dia itu diam-diam ngajak Nasya pergi. Dia tu suka sama Nasya!," jawab Dicky kesal.
Nadila tak percaya dengan apa yang telah dikatakan oleh Dicky. "Ga mungkin kak! Kalaupun kak Reza itu suka sama kak Nasya, mereka pasti udah pacaran waktu masih kuliah dulu!," balas Nadila.
Mendengar hal itu, hanya membuat telinga Dicky terasa panas. Dicky kembali menatap layar laptop dan, "Kalo lo gatau apa-apa. Mending diem!," ucapnya.
Nadila diam, menutup rapat bibirnya melihat wajah kakak sepupu iparnya yang kesal.
"Mending lo balik kerja sana!," sambung Dicky.
"Iya kak," jawab Nadila.
P
E
R
C
E
P
A
T
Pukul 17:25
Seharusnya, Dicky sudah tiba dirumah. Nasya bersama mertuanya yang saat ini berada di ruang tengah, menunggu kepulangan Dicky.
Wanita itu menoleh pada Nasya, "Apa Dicky selalu terlambat pulang seperti ini?," tanyanya.
"Enggak kok, ma," jawab Nasya.
Wanita itu kembali menatap jam dinding dan sesekali melihat keluar jendela. Khawatir pada sang anak, kalau-kalau Dicky sedang bersama Nabila saat ini.
"Itu anak kemana sih?," ucapnya khawatir bercampur kesal.
"Mama duduk aja dulu! Bentar lagi Dicky pulang kok," jawab Nasya menenangkan mertuanya.
Wanita itu menatap Nasya disana, beliau tersenyum. Raut wajahnya menunjukkan bahwa ia sangat menyayangi menantunya itu dan takut akan kehilangan Nasya.
Ia memegang tangan sang menantu, "Sayang, kamu mau janji sesuatu sama mama?.".
Mengkerut, "Tentang apa, ma?," tanya Nasya.
Wanita itu menggenggam erat tangan sang menantu dan kembali mengukirkan senyumannya, menatap Nasya, "Apapun yang terjadi, kamu jangan pernah tinggalin Dicky!," ucapnya.
Mendengar itu, Nasya diam, memahami maksud ucapan beliau.
"Kamu mau kan janji sama mama?," ucap wanita itu lagi membuyarkan lamunan Nasya.
Nasya menatap wanita itu, tersenyum "Iya ma. Aku janji," jawabnya.
Sang mertua tersenyum mendengar jawaban itu.
"Apa mungkin hubungan Dicky dan Nabila itu ga dapet restu dari mamanya Dicky?," batin Nasya.
Tak lama setelah itu, mobil Dicky tiba di perkarangan rumah. Wanita baya itu segera bangkit dan membukakan pintu untuk sang anak dan Nasya hanya mengekor di belakang.
Dicky masuk ke dalam rumah dan, "Baru pulang kamu?," tanya wanita itu.
Dicky terkesiap dengan pertanyaan itu, ia baru menyadari kehadiran sang mama yang ada diruang tamu itu.
"Mama?.".
Wanita baya itu menatap tajam pada Dicky disana, "Mama, belum pulang?" ucap Dicky dengan kaku. Ia berpikir bahwa sang mama sudah pulang dari rumah.
"Kamu ngusir mama?," balas wanita itu.
"Bu.. Bukan gitu maksud Dicky, ma," ucap Dicky.
Nasya yang juga berada disana, menghampiri mertuanya itu. Sangat jelas dari raut wajah wanita itu bahwa ia sangat marah pada Dicky tentang Nabila yang datang kerumah. Entah kenapa rasanya tak tega melihat Dicky yang sepertinya akan di oceh habis-habisan oleh Mama mertuanya itu.
"Ma, Kita duduk di dalem dulu yuk!," ajak Nasya menuju ke ruang tengah.
Wanita baya itu melirik Nasya sekilas, "Kamu aja! Mama mau ngomong sekarang sama Dicky," balas wanita itu.
Nasya melirik Dicky sekilas disana, lalu memegang kedua bahu sang mama mertua, "Iya, ma. Tapi akan lebih baik kalo kita ngobrolnya sambil duduk di dalem," ucap Nasya.
Wanita itu diam, ia melirik anaknya yang berdiri di hadapan itu sekilas lalu masuk ke dalam seperti apa yang Nasya katakan.
Sebelum berbalik, Nasya juga melirik sekilas pada Dicky. Hal itu membuat Dicky semakin bingung setelah melihat mimik wajah dari sang mama yang terlihat marah besar padanya.
"Sebenernya ada apa sih?," batin Dicky penuh tanya.
Perlahan, ia melangkah, mengikuti langkah kaki sang istri dan juga mamanya yang menuju keruang tengah.
Setelah wanita itu duduk, beliau menatap Nasya, "Sayang, lebih baik kamu sekarang istirahat di kamar ya," ucap beliau.
"Tapi ma, aku kan udah gapapa!," jawab Nasya.
"Kamu itu habis demam, sayang." balas wanita tersebut namun Nasya masih bersikukuh menolak, "Tapi, ma ....".
"Dicky, kamu anter Nasya ke kamar. Habis itu kamu balik lagi kesini! Mama mau bicara sama kamu!," cela dan pinta wanita itu pada Dicky yang duduk di sebelah.
Nasya melirik lagi sekilas pada Dicky lalu kembali pada mertuanya.
"Iya, ma," jawab Dicky berangkat dari tempatnya.
Seketika ia jadi anak penurut setelah melihat ekspresi tak menyenangkan dari wajah mama nya.
Nasya pun akhirnya ikut beranjak dari tempatnya dan berjalan menuju ke kamar diikuti oleh Dicky.
Sesampainya dikamar,
"Yaudah, lo tidur gih!," ucap Dicky pada sang istri.
Nasya mengangguk pelan dengan tersenyum tipis.
Dicky berbalik hendak kembali keruang tengah menemui mamanya namun Nasya menahan, "Apa tadi lo ketemu sama Nabila?," tanyanya membuat Dicky mengkerut, menatap Nasya disana.
"Tadi, Nabila dateng kesini. Dia ketemu sama mama," jelas Nasya.
Dicky terkesiap mendengar itu, "Nabila ketemu sama mama?," tanyanya meyakinkan.
Nasya menganggukkan kepala, "Gue gatau, Nabila bilang apa ke mama, yang jelas setelah mama ketemu sama dia, mama jadi marah banget sama lo," jelas Nasya lagi.
Dicky diam, mengalihkan wajah dari tatapan sang istri. Ada sedikit rasa kesal dalam hati, saat tau Nabila nekat datang kerumah tanpa memberi tau terlebih dulu.
Nasya masih menatapnya dan "Maaf, gue ga bisa bantu buat ngeredamim amarahnya mama," ucapnya membuat Dicky kembali menatap dirinya,
"Tapi gue mohon sama lo, lo jangan ngebantah ucapan mama ya, Jangan bikin mama tambah marah! Gue takut ntar mama kenapa-napa kalo dia makin dibikin marah," ucap dan jelas Nasya lagi.
Benar juga, jika amarahnya melebihi batas akan bahaya untuk kesehatan wanita baya itu.
Nasya benar-benar khawatir dengan apa yang akan terjadi. Dicky sedikit tersenyum melihat sang istri yang khawatir pada mama nya.
"Lo tenang aja! Gue ga akan bikin mama tambah marah," ucapnya menenangkan sang istri.
Sedetik kemudian, Dicky pergi dari hadapan Nasya, menemui mamanya yang sudah menunggu.
Nasya sendiri masih berdiri di ambang pintu kamar, harap-harap cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments