Sungguh, Menyebalkan!

"Dasar Nyebelin!" gerutu Nasya yang sedang menuruni anak tangga menuju ruang makan, dimana disana sudah ada kedua orangtua Nasya.

Melihat anaknya yang muncul sendirian tanpa adanya Dicky membuat heran kedua orang tersebut. "Dicky-nya mana?" tanya sang Papa.

Nasya duduk dan membalikkan piring yang ada diatas meja "Ada noh diatas!" jawabnya tanpa menoleh sedikitpun dan hendak mengambil nasi.

"Kenapa gak kamu ajak turun?" tanya sang Mama.

Masih dengan posisi sebelumnya hanya saja, kini tengah memilih lauk pauk "Males ma, kalo mama mau, mama aja yang panggil" ketus Nasya.

Wanita baya itu menggeleng melihat sikap Nasya "Kamu ini gimana? Suami kok ga diajak makan! Inget Nasya, kamu tu udah jadi istrinya Dicky. Jadi jangan bersikap seperti anak kecil gitu" tegas sang Papa.

Nasya yang tadinya sibuk dengan makanannya lalu menoleh pada priabaya disana setelah mendengar perkataan beliau "Dari awal juga Nasya gak mau dijodohin tapi mama sama papa sendiri kan yang maksa buat nikah sama Dicky." balas Nasya.

"Itu kan untuk kebaikan kamu sendiri! Mama sama papa hanya ingin yang terbaik buat kamu" jelas sang Mama.

Nasya menghela nafas dan kembali fokus dengan makanannya "Bukan malah baik, ma, tapi buruk buat aku" ketus Nasya.

"Kamu itu kalo ngomong suka sembarang. Sekarang lebih baik kamu panggil Dicky" ucap sang Papa.

Dengan santainya "Males" jawab Nasya. Tentunya, jawaban itu membuat priabaya disana marah "Nasya!!!" ucap sang Papa dengan nada tinggi.

Nasya menghela nafasm lalu beranjak dari tempatnya. Dengan wajah kesal, Nasya menaiki tangga menuju kamar untuk memanggil Dicky.

Sesampainya didepan kamar "Oi, lo yang didalem keluar! Udah ditungguin tu sama mama papa" panggil Nasya dari balik pintu.

Tidak ada jawaban dari dalam kamar.

"Woii Dicky, lo denger ga sih? Udah ditunggu mertua dibawah!" panggil Nasya yang kedua kali namun masih tidak ada jawaban dari Dicky.

Kesal tak ada sahutan Nasya pun membuka pintu tersebut dan ...

"Dicky!"

Terlihat Dicky yang tergeletak dilantai. "Aelah lo! Malah tiduran. Bangun woy!" gerutu Nasya pada Dicky.

Tidak ada respon dari pemuda itu. "Dasar kebo lo! Bangun oi!" ucap nya lagi dengan sedikit mengoyangkan lengan Dicky.

Nihil! Dicky masih tidak merespon. "Eh, lo tidur apa pingsan sih?" dumel Nasya masih mencoba membangunkan Dicky.

"Dic, bangun!. Jangan bercanda deh lo ah" Nasya menepuk-nepuk kecil pipi Dicky dan tetap saja tidak ada respon dari suami nya itu.

Kelihatannya Dicky benar-benar pingsan. Nasya mulai khawatir dengan keadaan Dicky "Dic, gue serius ni! Bangun dong.".

Kesal! Khawatir! Panik! Bingung! semua bercampur aduk saat itu. Nasya menatap Dicky yang tergeletak itu. "Aduh! Gimana ni? Kalo gue bilangin mama sama papa, yang ada gue diomelin lagi...." gumamnya.

"...tapi kalo gue sama Dicky gak turun. Mama pasti nyamperin!...." sambungnya.

Nasya berdiri "...Gue harus cari alasan!." dan mondar mandir disana dengan memegang kepala.

Tak berapa lama, Nasya berhenti dan melirik Dicky yang masih tergeletak "Pake acara pingsan segala sih lo!" gerutu nya kesal.

»

Nasya kembali keruang makan dengan sikap seolah tidak terjadi apapun. "Dicky mana?" pertanyaan yang sudah bisa di tebak sebelumnya.

Nasya menatap sang Papa dengan sedikit ragu dan bingung "mm, Di.. Dicky.. Dicky gak mau keluar, pa." dustanya.

"Gamau keluar? Kenapa?" sambung wanitabaya disana.

"Katanya sih capek, ma...." jawab Nasya dengan akal-akalan nya.

"...Ini Nasya mau ambil makanan buat dia." lanjut Nasya.

"Oh, yaudah sana! Jangan lupa minumnya." balas sang Mama.

"I..Iya ma" jawab Nasya.

Nasya kembali menghela nafas, beruntung orangtua nya tidak banyak bertanya "Aish! Awas lo dic kalo udah sadar" gerutu Nasya dalam batin sembari mengambilkan makan malam untuk Dicky.

»

Kembalinya Nasya ke kamar dengan makanan dan juga segelas air minum, Nasya menatap Dicky yang masih tergeletak itu dengan tajam. "Nyusahin orang aja idup lo!" gerutu nya dengan meletakan makanan dan minuman itu diatas nakas.

Nasya kembali mencoba mengoyangkan lengan Dicky "Oi, bangun dong lo!" ucap nya namun Dicky masih tetap tidak merespon seperti sebelumnya.

"Ni orang pingsan beneran?...." gumam Nasya.

Masih menatap Dicky "...Tapi, kenapa bisa pingsan?...." sambungnya dengan berpikir keras.

Lalu Nasya mulai khawatir dan berpikir jauh "...Apa jangan-jangan ni orang punya penyakit yang serius?...." Nasya mencoba menerka penyakit yang diderita Dicky.

"...Penyakit jantung? Kanker? atau ... " dan mulai ketakutan sendiri. "...jangan-jangan dia udah mati?" sambung Nasya.

"Ga mungkin!" ucap nya (lagi) yang tak percaya dengan pemikiran itu.

"Dic, bangun! lo ga mungkin mati kan?" sambung Nasya.

Nasya yang merasa khawatir dan takut terjadi apa-apa pada Dicky mulai berkaca-kaca "Bangun dong, dic! Masa iya lo mati? Baru sehari nikah, masa iya gue udah jadi janda? Ah, lo ma ga lucu! Bangun dong!" ucap Nasya panjang lebar pada Dicky yang sama sekali tidak menjawab.

Disisi lain, tanpa di sadari...

"Emang enak lo, gue kerjain...." ucap Dicky puas didalam batin.

"...Tapi sadis banget sih, mikirnya gue udah mati" lanjut Dicky masih dalam hati.

"Dicky bangun!!" ucap Nasya lagi-lagi menggoyahkan tubuh Dicky. Tidak ada tanda-tanda dari Dicky untuk sadar.

Tiba-tiba Nasya menangis karena Dicky tak kunjung sadar "Dicky bangun dic". Nasya menangis dengan mengoyangkan pelan lengan Dicky layaknya seorang istri yang baru ditinggal mati oleh suaminya.

Dicky tertawa puas didalam hatinya mengetahui Nasya yang menangis untuknya "Pake acara nangis lagi. Eleh, paling juga nangis buatan" batinnya.

"Dic, bangun! Jangan tinggalin gue dong!" Nasya yang masih menangis dan tanpa sengaja, air mata nya jatuh mengenai tangan Dicky.

Nasya menangis karena takut hal buruk terjadi pada Dicky, suamimu. Terlebih, dia akan menjadi sasaran utama orangtuanya jika terjadi sesuatu pada Dicky.

"Eh ini, nangis beneran?" batin Dicky bertanya-tanya. Ia mulai merasa bersalah pada Nasya dan sedikit tidak tega membuat nya menangis.

Tanpa pikir panjang, ia langsung membuka mata dan menatap wajah Nasya. "Nasya." panggil Dicky pada istrinya yang masih menangis.

Mendengar itu, Nasya menatap Dicky dan dengan spontan langsung memeluknya "Dicky....".

"...Kenapa lo bisa pingsan gitu? Kalo lo kenapa-napa gimana?" sambung Nasya masih berderai air mata.

Dengan wajah polosnya "Jadi, Lo nangis beneran?" Dicky seakan tak percaya.

Nasya melepaskan pelukannya, mengkerutkan dahi dan menatap Dicky serta berhenti dari tangisannya. "Lo pikir gue sekarang lagi ketawa? Gue itu khawatir sama lo. Takut terjadi apa-apa. Lagian lo kenapa bisa pingsan?" jawab dan tanya Nasya yang dibalas tawa oleh Dicky.

"Gampang banget sih dikibulin" ketus Dicky.

"Jadi? lo ngerjain gue, Dic?" Nasya.

Dicky benar-benar tertawa puas melihat Nasya yang menangisi dirinya "Menurut lo gue mau pingsan kayak gitu? Ya enggaklah!...." jawab Dicky.

Nasya yang tadinya berderai air mata, menatap khawatir padanya kini berubah kesal dan menatap tajam layaknya singa hendak memakan mangsa.

"...Eh, tapi pikiran lo jauh banget sih, mikirnya gue mati. Emang lo mau gue mati beneran?" sambung dan tanya Dicky.

"Lebih bagus kalo lo mati!" ketus Nasya.

"Ah, yang bener? Terus kenapa tadi nangisin gue?" tanya Dicky sedikit mengoda Nasya.

"Gue ga nangis! Kelilipan!" jawab Nasya acuh dan kesal.

"Yakin kelilipan? Apa karena takut gue tinggalin terus lo jadi janda?" balas Dicky. Sepertinya ia puas sekali sudah menjahili Nasya.

"Aish! Diem lo! Mau gue lempar lemari lo?" jawab Nasya dengan tajam. Mendengar itu, Dicky hanya tertawa. Tiba-tiba...

KRUKK KRUKK

Terdengar suara dari perut Dicky dan itu membuatnya berhenti tertawa dan memegang perutnya. Nasya meliriknya "Kenapa? Laper lo?".

Dicky menatap Nasya dan membalas dengan anggukan kepala "Makanya gausah sok ngerjain orang!" ucap Nasya.

Masih dengan memegang perutnya "Kebawah yok! Makan!" ajak Dicky pada Nasya.

"Gausah makan!" ketus Nasya mengalihkan wajah nya dari tatapan Dicky.

"Tega banget sih lo sama suami sendiri" dumel Dicky.

Tanpa menoleh "Biarin. Biar mati sekalian" ketus Nasya lagi.

"Jahat banget lo! Emang udah siap jadi janda?" balas Dicky.

Nasya berdiri "Bodoamat!" jawabnya sembari mengambil ponsel yang sebelumnya diletakkan Dicky diatas nakas.

Dicky ikut bangkit "Serius lo?" tanyanya lagi.

Nasya duduk ditepi ranjang dan fokus dengan ponsel, kembali tidak menjawab karena kesal akan perbuatan Dicky sebelumnya.

"Bodo ah, gue laper! Mending gue makan!" ucapnya berbalik hendak keluar dari kamar. Nasya meliriknya "Mau kemana lo?" dan membuat Dicky menoleh "Ya makanlah!".

"Noh, udah gue ambilin" balas Nasya dengan melirik nakas dan kembali fokus pada ponselnya.

Dicky melirik makanan yang telah Nasya bawa sebelumnya "Ini ga lo kasih racun kan?" tanyanya.

Kesal "Etdah, Udah diambilin orang juga." gerutu Nasya menatap Dicky.

Sejenak Dicky tidak menjawab lalu "Yaudah makasih. Tapi awas aja kalo gue sampe keracunan" ucapnya membawa pergi makanan tersebut.

Nasya menatap kepergiannya kesal "Aish! Takut keracunan tapi masih diembat juga" dumelnya.

S

K

I

P

Malampun semakin larut dan mata Nasya juga sudah terasa sangat berat. Nasya yang berbaring diatas kasur menarik selimut, menutupi sebagian tubuhnya.

Dicky barusaja keluar dari kamar kecil dan langsung menghempaskan tubuhnya ke kasur, tepat disebelah Nasya. Sontak, Nasya segera menoleh "Eh, Lo ngapain disini?".

Dicky yang baru saja menutupi tubuhnya dengan selimut, menatap pada Nasya. "Ya mau tidur lah" jawab Dicky lalu berbalik dengan memejamkan mata.

Mendengar dan melihat itu, Nasya tidak terima "Ga bisa! Lo cari tempat lain! Ini kasur gue" ucapnya dengan sedikit mendorong Dicky dengan bantal guling.

Dicky kembali menoleh pada Nasya "Lo lupa? Lo sama gue itu udah sah. Itu artinya gue udah berhak tidur di kasur lo ini...." jawab Dicky lalu kembali pada posisi semula

"...Lagian dikamar ini cuma ada satu kasur. Masa iya gue tidur dilantai" sambung Dicky dengan mata terpejam.

"Itu bukan urusan, gue! Udah sana pindah! Gue gamau tidur sama lo!".

Dicky kembali menoleh "Lo pikir gue mau tidur sama lo?" balasnya.

"Yaudah sana tidur ditempat lain!" jawab Nasya.

Dicky mulai kesal kembali "Dimana? Dilantai?" balasnya masih menatap Nasya.

"Ya terserah elo! Asal jangan di kasur!" jawab Nasya.

Mendengar jawaban itu, Dicky malah berbalik dan memejamkan matanya seperti sebelumnya "Males gue! Gue udah nyaman disini, ga bisa pindah-pindah lagi" ucapnya dengan mata terpejam lagi.

Nasya menatapnya "Aish! Lo tu ya. Mau gue lempar ama lemari?".

Masih dengan posisi yang sama "Ga yakin gue, lo bisa angkat tu lemari" balasnya.

Nasya makin kesal pada Dicky yang belum beranjak dan pindah dari tempatnya "Aih! Pindah sana!".

"Berisik! Tidur aja kalo mau tidur! Gue juga ga bakal ngapa-ngapain lo. Paling cuma khilaf dikit" ketus Dicky.

"Mesum lo! Pindah sana! Gue tendang juga lo" dumel Nasya.

Dicky kembali menoleh "Udah gue bilang, gue gamau pindah! Kalo lo gamau tidur sama gue, kenapa bukan elo yang pindah".

"Enak aja lo! Kenapa gue mesti yang pindah? Orang ini tempat tidur gue!" jawab Nasya.

"Yaudah! Kalo gamau diem, tidur! Gausah berisik! Gue mau tidur, udah ngantuk" balas Dicky kembali pada posisi semula.

Nasya mengambil guling lalu memukulkannya pada Dicky "Oi jangan tidur! Pindah sana!" namun Dicky tidak menjawab lagi.

Kesal, Nasya beranjak dari tempatnya dan menarik guling yang dipeluk oleh Dicky "Pindah ga lo!?" ucap Nasya.

Pastinya, Dicky menahan tarikan itu "Gue gamau!" balasnya.

Nasya masih tetap menariknya "Dikdok! Pindah!".

Dicky pun terjatuh ke lantai akibat ulah Nasya. "Aww, Nasya sakit tau!" rintih Dicky menatap istrinya.

Nasya masih berdiri dihadapannya "Makanya, dibilangin pindah ya pindah!".

Sembari memegang sikunya yang sakit "Sungguh tega dikau padaku" ucap Dicky dan berdiri menyamai posisi Nasya.

"Bodoamat" balas Nasya lalu mengambil bantal dan guling milik Dicky "Nih" Nasya memberikan dua benda itu pada Dicky.

Menghela napas "Astaga, punya istri sadis banget ma gue" gumam Dicky yang memeluk bantal dan gulingnya

Nasya tanpa sengaja mendengar perkataan Dicky "Apa lo bilang?".

Dicky berbalik "Au ah" ucapnya berjalan menuju ke sofa yang ada dikamar itu.

Nasya menatapnya penuh jengkel "Tidurpun ga tenang gue" gumam Nasya kembali ketempat nya lalu menarik selimut dan tidur.

S

K

I

P

Matahari telah menampakkan wajahnya. Kicauan burung menyambut kedatangannya. Bahkan sinarnya pun menembus jendela kamar Nasya.

Perlahan, Nasya membuka mata dan betapa kagetnya ia saat mendapati Dicky telah berada disebelahnya dalam posisi memeluk Nasya "Aaa! Dicky!" pekik Nasya.

Dicky mengerjapkan matanya "Apa sih Nasya?" lirihnya masih dengan mata tertutup.

Nasya yang mencoba bangun, menatap Dicky yang masih melanjutkan mimpi disebelah nya dan masih dalam posisi yang sama "Lo kenapa bisa disini? lepasin gue" teriak Nasya mencoba menyingkirkan tangan Dicky yang masih memeluknya.

"Apaan sih? Pagi-pagi udah ngomel?" ucap Dicky yang perlahan membuka mata dari tidurnya.

Nasya segera bangun dari tempatnya "Eh, lo kenapa bisa disini?".

Dengan santainya "Ya bisa lah, orang gue punya kaki" jawab Dicky.

Mendengar jawabannya, Nasya terbelalak "Aish! Lo sengaja pindah ke kasur gue? Beneran mau gue lempar lemari lo ya".

Dicky bangun dari tempatnya "Lempar aja kalo lo kuat" jawab Dicky santai.

Nasya diam menatap kesal suaminya itu dan berpikir "Bener juga yak" dalam hati.

Dicky perlahan menuju kamar mandi dan "Oi, lo ga ngapa-ngapain gue kan?".

Tanpa berbalik "Enggak! Cuma khilaf dikit" jawabnya.

Tersentak, Nasya menatap Dicky dengan sangat tajam "Sialan lo! Pokoknya gue ga mau tau, Ntar malem lo tidur diluar!" tegas Nasya.

Mendengar itu, Dicky menghentikan langkah dan berbalik menatap istrinya "Etdah, masa iya gue tidur diluar?".

Nasya masih menatapnya "Kenapa? Gamau? Atau lo mau tidur di kamar mandi?" ucap nya dengan memberikan pilihan pada Dicky.

"Wah, ga bisa dibiarin nih. Ini namanya KDRT" balas Dicky tak terima.

"Bodoamat" jawab Nasya sembari membereskan tempat tidur.

Dicky yang masih berdiri ditempatnya "Terlalu sadis caramu..." malah bernyanyi dengan wajah memelas pada Nasya.

"Gausah nyanyi lo! Suara jelek juga" ketus Nasya.

"Jelek dari mana? Telinga lo aja yang bermasalah" balas Dicky dengan melipat tangannya.

Nasya kembali menatapnya "Telinga lo tu yang bermasalah" jawab nya kasar dan berjalan menuju kamar mandi.

Dicky melirik Nasya "Mau kemana?" tanyanya.

Tanpa menoleh "Mau cari suami baru".

Sahabat Nasya yang bernama Reza saat ini berada disebuah kedai kopi, duduk sendirian dengan memandang foto Nasya yang ada di ponselnya.

Sekarang, ia hanya bisa memandangi Nasya dari ponsel. "Semoga lo bahagia. Gue selalu mendoakan yang terbaik buat lo" gumamnya tersenyum.

Menghela napas, ia lalu menutup ponselnya dan meminum secangkir kopi yang sudah dipesan. Lalu...

Drt... Drt...

Ponselnya bergetar pertanda sebuah pesan masuk. Reza lekas membuka dan membaca pesan yang berisi "Masih menyendiri? Mikirin Nasya? Sekarang kasih tau gue, lo dimana? Jangan bikin nyokap lo khawatir lagi!" Reza tersenyum tipis setelah membaca pesan itu.

Tak lama setelah itu "Bang, lo dimana? Mama tadi nelpon gue katanya nomor lo ga aktif. Buruan kabarin mama sekarang!" sebuah pesan dari pengirim yang berbeda.

"Gue cuma pergi ke kedai kopi doang" gumamnya. Tanpa membalas satupun pesan tersebut, Reza beranjak dan pergi dari kedai itu.

••\*\*\*••

Disisi lain, seorang wanita menangis, merasa sedih, marah dan kecewa pada kekasihnya. "Walaupun kamu bilang tetap mencintai aku meski kamu menikah sama orang lain. Aku tetap ga rela, Dic. Kamu itu hanya milikku seorang." gumamnya. Ia meraih bingkai foto yang berada diatas nakas. Terlihat jelas dalam foto itu, rona bahagia yang terpancar dari wajahnya dan kekasihnya, Dicky. Ya, Dia adalah Nabila. Kekasih Dicky yang sampai saat ini masih berhubungan dengan Dicky. Walau dia tahu bahwa Dicky sendiri sudah menikah namun itu bukan sepenuhnya salah dirinya. Dicky sendiri yang masih mempertahankan hubungan mereka berdua.

P

E

R

C

E

P

A

T

Satu bulan sudah Nasya dan Dicky menikah namun tidak ada perkembangan sama sekali dalam hubungan keduanya. Masih seperti pertama bertemu, Mereka bagai tikus dan kucing. Tiada hari tanpa perdebatan.

Pagi ini, Nasya dan Dicky sedang sarapan bersama orangtua Nasya. Sementara ini tidak ada pembicaraan apapun.

Nasya memperhatikan kedua orangtuanya yang terlihat ragu untuk menanyakan sesuatu pada nya dan Dicky. "Ada apa ma, pa?" tanya Nasya memulai pembicaraan lebih dulu.

Mama hanya tersenyum "Ga ada apa-apa kok".

Nasya masih menatap aneh. Dicky sedikit melirik istrinya itu lalu "Papa mau bertanya satu hal pada kalian. Tapi papa minta kalian jangan salahpaham dengan hal ini".

Dicky menatap papa "Hal apa, pa?" tanyanya begitu pula dengan pertanyaan yang ada dalam kepala Nasya.

Priabaya itu menatap mereka berdua dengan serius "Pernikahan kalian sudah berjalan satu bulan. Lalu apa kalian tidak ada niatan untuk tinggal bersama? Membangun rumah tangga kalian sendiri."

Nasya tersentak dengan pembahasan pagi itu "Maksud papa?" ucapnya mencela perkataan papa.

Sang Mama tersenyum dan menatap Nasya dengan penuh kasih sayang "Maksud papamu itu, Kapan kalian akan menempati rumah kalian sendiri? Apa kalian mau membiarkan rumah itu kosong bertahun-tahun, ga keurus?".

"Ma, bukankah aku udah pernah bilang, aku belum kepikiran soal itu" jawab Nasya. Selama ini, Nasya selalu menghindari pembahasan ini dengan jawaban seperti itu.

"Lalu mau sampai kapan kamu nempel sama orangtua?" sahut sang Papa.

Kesal, Nasya menatap papanya "Jadi, papa ngusir aku?" balas nya yang balik bertanya.

Dicky menoleh pada istrinya karena pertanyaan itu. "Bukan begitu sayang, mama sama papa bukannya ngusir kamu tapi ... "

"Mama udah ga seneng lagi, aku tinggal disini?" cela Nasya (lagi).

Dicky tersentak dengan ucapan Nasya itu. Jika dibiarkan, Nasya akan terus salahpaham.

"Kamu itu mikir apa sih? Mama sama papa seneng kamu tinggal disini tapi sekarang kamu kan udah punya keluarga sendiri." Mendengar itu, Nasya diam dengan wajah kesal.

Dicky yang sedari tadi diam dan hanya menjadi pendengar setia akhirnya angkat bicara. "Dicky sudah memikirkan ini, pa dan rencananya besok, Dicky sama Nasya akan menempati rumah itu".

Apa? Besok? Mendengar Dicky menjawab seperti itu, Nasya makin kesal. Dicky memutuskan hal itu begitu saja tanpa bicara dulu padanya.

Nasya yang merasa sangat kesal lalu pergi dari ruang makan, meninggalkan semua yang ada disana.

Priabaya disana menggelengkan kepala melihat tingkah anaknya itu "Meski sudah menikah, anak itu masih seperti anak kecil saja" gumam beliau.

Dicky tersenyum tipis "Biar nanti Dicky yang bicara sama Nasya, pa" jawab menantu kesayangan orangtua Nasya itu.

Masih di waktu yang sama.

"Apaan besok? Pokoknya besok gue gamau pindah! Sembarangan aja kalo ngomong. Biarin tu rumah kosong bertahun-tahun, gue tetep mau disini" gerutu Nasya yang kini berada diruang keluarga.

Nasya menghempaskan tubuhnya disofa dan membuka majalah yang ada diatas meja.

"Pa, ma, Dicky berangkat dulu" ucap Dicky mencium punggung tangan kedua mertua nya.

Nasya yang mendengar itu berlagak tak memperdulikannya dan sibuk pada majalah.

Mama tersenyum pada Dicky "Hati-hati dijalan, nak".

"Iya, ma" jawab Dicky.

Nasya masih menguping pembicaraan itu "Sama anak sendiri ga perhatian" batin nya kesal.

"Nasya! Kenapa kamu diem aja disana? Itu suami mau berangkat kerja bukannya dianteri ke depan rumah!" ujar sang Mama.

Masih fokus pada majalah "Dicky udah gede, ma. Ga perlu dianter segala" ketus Nasya.

Wanita baya itu mulai kesal dengan tingkah anaknya, beliau menghampiri Nasya dan mengambil paksa majalah yang ada di tangan Nasya. "Kamu itu kenapa sih? Jangan kayak anak kecil! Kamu itu juga udah gede! Udah jadi istri orang." ucap beliau yang tidak bisa di jawab lagi.

Nasya hanya memanyunkan bibir layaknya anak kecil yang sedang merajuk "Sana, temui Dicky!" sambung sang Mama.

Diam, Nasya berdiri dan menyusul Dicky. Menyebalkan!

Nasya menghampiri Dicky yang baru saja melangkah ke ruang tamu. "Sini biar aku yang bawa" ucapnya dengan lembut pada Dicky dan mencoba mengambil alih tas yang ada ditangan Dicky.

Merasa ada yang aneh pada sikap istrinya, Dicky melirik Nasya dan sedikit menjauhkan tangannya yang masih memegang tas kerja. "Kenapa nih anak?" batinnya penuh tanya.

Nasya menatap suaminya itu dengan penuh cinta "Biar aku aja yang bawa tasnya" ucap nya lagi.

Nasya tau, Dicky merasa aneh dengan sikapnya. Tentu saja, Hal itu karena sang Mama yang masih memperhatikan sikap Nasya kepada Dicky.

Dicky tidak ambil pusing "Yaudah, nih" ucapnya memberikan tas itu.

Nasya tersenyum dan mengambilnya. Namun sedikit terkejut karena tas itu sungguh berat dari yang di bayangkan "Ini tas isinya apaan sih? Berat gini" tanya Nasya.

"Katanya mau bawain, gausah banyak tanya deh!" jawab Dicky.

Nasya diam dan menatap kesal Dicky yang berjalan menuju mobilnya. "Aish, awas aja lo ya, Dic" batinnya

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!