Mimpi bukan sekedar bunga tidur. Bisa jadi itu pertanda. Entah baik atau buruk.

Reza bersama dengan sekretarisnya tengah dalam perjalanan menuju tempat, dimana akan dilaksanakan rapat.  

"Semua berkasnya udah lo bawa kan?," tanya Reza pada Putri memastikan.

Putri mengangguk dengan pasti, "Udah.".

//

Disisi lain, setelah membaca pesan dari sekretarisnya, Nadila. Dicky bergegas menuju kantor, mengingat waktu rapat yang sebentar lagi akan dimulai. 

Semua sudah dipersiapkan oleh Nadila hanya tinggal menunggu sang direktur saja. 

Sesampainya dikantor, Dicky sibuk memastikan berkas-berkas yang telah disiapkan oleh Nadila. Bahkan ia sudah tidak ingat bahwa ia memiliki janji untuk bertemu dengan Nabila, tak jauh dari kantornya. 

"Client kita sedang dalam perjalanan, kak," ucap Nadila. 

Dicky mengangguk mendengarkan sembari membaca salah satu berkasnya. 

"Berapa lama mereka akan sampai?.".

"Mungkin sekitar 10menit lagi," jawab Nadila.

»

Suara tangisan anak kecil terdengar jelas di telinga wanita baya yang bernama Tika itu. Bersama dengan sang suami yang saat itu sedang dalam perjalanan kerumah baru mereka. 

Mereka adalah pasangan suami-istri yang baru menikah satu bulan yang lalu.

Anak kecil itu menangis-sesegukan. Ia menutup mata dengan kedua genggaman tangannya. Ada beberapa bercak darah di baju yang ia kenakan. 

"Sudah sayang! Jangan menangis," ucap bu Tika dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang pada anak itu. Ia mencoba untuk menenangkan anak kecil yang terus saja menangis itu. 

"Biarkan ayahmu pergi tenang," ucap bu Tika lagi dengan menghapus air mata yang sudah deras mengalir di pipi gembul anak itu. 

Ya, Baru saja terjadi sebuah kecelakaan di perempatan jalan raya. Seorang anak kecil bersama lelaki yang diduga adalah sang ayah, menjadi korban tabrak lari. Beruntung, anak kecil itu tidak mengalami hal yang buruk tapi tidak pada lelaki itu. Lelaki itu meninggal ditempat dengan kepala yang berlumuran darah dan sudah mengalir di aspal jalan.

Perlahan, anak itu mulai berhenti menangis, Ia menatap dua orang yang ada di depannya. 

"Kamu gausah takut! Mulai sekarang, kami yang akan merawatmu," ucap bu Tika sembari menatap sekilas sang suami. 

"Aku gamau disini. Aku mau pulang," lirih anak itu dengan mata yang berkaca. 

Melihat anak kecil yang ketakutan seperti itu membuat pasangan suami-istri ini berpikir bahwa anak kecil itu menjadi salah satu korban dari penganiayaan orang tua. 

"Iya sayang. Kami akan membawamu pergi dari sini.".

Anak itu diam, mempercayai apa yang dikatakan wanita yang berbicara lemah lembut padanya. Dengan penuh kasih sayang, pasangan suami-istri itu membawa pergi sang anak dari sana.

Sesampainya dirumah baru mereka, Wanita itu menyamai posisi anak yang berumur 3 tahunan itu. "Sayang, sekarang kamu tinggal disini sama tante dan om," ucapnya tersenyum manis pada anak itu. 

"Dan mulai sekarang, kamu jangan panggil kami tante dan om lagi, tapi mama dan papa," sambung bu Tika. 

Dengan wajah polos, "Kalian bukan mama dan papa aku. Aku mau pulang!," balas anak itu.

 Mendengar itu, bu Tika melirik sang suami sekilas lalu kembali pada anak itu. "Sayang, sekarang kita udah pulang, ini rumah kamu.". 

"Bukan! Ini bukan rumah aku! Aku gamau tinggal disini!!!," ucap jelas anak itu. Dalam kepalanya, rumah itu bukanlah rumahnya. 

Karena dua orang yang ada di depannya itu tidak menjawab dan tidak juga mengantarnya pergi dari sana, anak itu berlari pergi meninggalkan mereka.

Melihat itu, tentu membuat pasangan itu tidak berdiam diri. Keduanya mengejar anak kecil yang berlari itu. "Nak, Tunggu!," 

Namun anak itu tidak memperdulikan, ia terus berlari, berlari dan berlari. Tak ada hal lain yang ia inginkan, ia hanya ingin pulang kerumah. 

"Nak, Kamu mau kemana?," ucap bu Tika dan sang suami yang masih berusaha mengejar anak itu. 

Tidak perduli, anak itu tetap terus berlari hingga tiba di persimpangan jalan, sebuah mobil truk berwarna kuning yang tengah melaju dengan kecepatan tinggi, menuju kearah anak perempuan yang juga tengah berlari menyeberang jalan. Dan ...,

"Aaa...!,". 

Jerit tangis wanita baya yang baru saja membuka mata dari tidurnya. Wanita itu tergegau, napasnya terengah-engah dengan keringat dingin di tubuhnya. 

"Putri," ucapnya yang sontak menyebut nama dari anak kesayangannya. Ia baru saja bermimpi buruk dari tidur siangnya. Khawatir, Wanita itu beranjak dari atas tempat tidur dan bergegas menelepon putri kesayangannya.

Putri kini berada di ruang rapat, menunggu direktur dari perusahaan yang berbeda untuk diajak bekerja sama. 

Drt... Drt... 

Ponselnya bergetar, Ia mengira bahwa itu adalah panggilan dari Bisma namun ternyata, itu adalah panggilan dari sang Ibu. Putri sedikit heran karena tidak biasanya, sang Ibu menghubungi dirinya di jam seperti ini. 

Tanpa pikir panjang lagi, Putri menjawab panggilan itu, "Putri, kamu dimana? Kamu baik-baik aja kan? Ga kenapa-kenapa kan?," Pertanyaan beruntun diterima oleh Putri dari sang Ibu sesaat setelah dia menjawab panggilan telepon itu. 

"Aku di kantor, bu. Aku baik-baik aja," jawab Putri. 

"Syukurlah," balas wanita yang ada diseberang sana dengan menghela napas leganya. 

Bingung, "Ada apa, bu?," tanya Putri. 

"Ah, tidak apa-apa. Ibu hanya ingin mendengar keadaanmu aja," jawab sang Ibu. 

Putri mengangguk, "Aku baik-baik aja, bu. Sekarang lagi mau rapat.". 

"Yaudah, Kalo gitu Ibu tutup teleponnya ya. Kamu kalo udah pulang, langsung pulang! Jangan kemana-mana lagi!," pesan wanita itu sebelum mengakhiri panggilannya. 

"Iya, bu," jawab Putri.

Setelah menutup teleponnya, Putri kembali ke tempat duduknya, tepat disebelah direktur perusahaan yakni Reza. 

"Ada apa?," tanya Reza yang melihat raut wajah Putri nampak bingung. 

Menoleh, "Ga ada apa-apa," jawab Putri sembari menggeleng. 

Reza hanya mengangguk, tak membalas lagi. Ia melirik jam tangan berwarna hitam yang melingkar ditangannya, "Sudah hampir waktunya tapi mereka belum datang juga," ujar Reza yang mulai bosan menunggu rekan bisnisnya itu. 

"Mungkin sebentar lagi," balas Putri. 

Reza menghela napas mendengar itu.

»

Dicky berjalan menuju ke ruang rapat, diiringi oleh Nadila yang membawa berkas di tangannya. Dengan percaya diri dan yakin, Dicky masuk ke dalam ruangan. Sudah ada beberapa orang di dalam sana. Dan ...,

"Elo?"

Dicky sangat terkesiap saat melihat sosok dari rekan bisnisnya itu, yang tidak lain adalah pemuda yang bersama Nasya beberapa hari yang lalu. 

Benar! Itu adalah rapat yang dihadiri Reza dan juga Dicky sebagai rekan bisnis. Sebelumnya, baik Reza maupun Dicky, sama sekali tidak tau bahwa mereka akan menjadi rekan bisnis dan bertemu dalam rapat hari ini. 

"Lo ngapain disini?," ujar Dicky yang kembali marah mengingat kejadian beberapa hari lalu. 

"Jadi elo, direkturnya?," ujar Reza balik bertanya, tak percaya dengan apa yang dia lihat. 

Hal itu tentu membuat Putri dan juga Nadila bingung disana. 

"Lo udah kenal sama direktur perusahaan ini?," tanya Putri pelan pada Reza. 

Dicky yang tak sengaja mendengar itu, men-deha dan melirik Nadila dibelakangnya, "Kenapa lo ga bilang kalo yang mau kerja sama, sama perusahaan kita itu dia?," kesal Dicky. 

"Maaf kak, tapi kakak kan ga pernah tanya," jawab Nadila.

"Kenapa dia marah begitu? Memangnya dia siapa?," tanya Putri dengan nada yang lebih pelan lagi kepada Reza. 

"Dia Dicky, suaminya Nasya," jawab Reza. 

Putri tersentak mendengar itu. Suami Nasya? Itu artinya dia yang berkelahi dengan Reza waktu itu? Pikir Putri. 

"Dan lo? Ngapain disini? Lo mau ngajak gue kerja sama atau emang lo cuma mau deket sama istri gue?," ucap Dicky dengan segala pemikirannya. 

"Gue disini buat rapat! Ga ada hubungannya sama Nasya,!" jawab Reza masih dengan sikap yang tenang. 

Mendengar itu, Dicky kembali men-deha "Alasan," balasnya. 

Reza tak menjawab, ia tak ingin mempermasalahkan hal ini karena menurutnya itu tidak penting dan kehadirannya disini hanya semata-mata untuk urusan pekerjaan bukan untuk Nasya. 

"Mendingan sekarang lo pulang! Gue ga mau kerja sama dengan perusahaan lo!," ujar Dicky. 

Tak terima "Loh? Anda ga bisa batalin rapat gitu aja!," bantah Putri. 

Dicky menatap perempuan yang ada di sebelah Reza itu dengan kesal. "Kita tu udah nunggu lama disini! Jangan main batal seenak jidat dong!," sambung Putri. 

"Eh, lo siapa? Kalo gatau apa-apa mending diem!," balas Dicky. 

Tentunya, Putri kesal akan hal itu. 

"Jangan hanya karena masalah pribadi, lo harus ngebatalin kerja sama ini," sahut Reza yang juga terlihat tidak terima dengan keputusan Dicky.

Mendengar itu, Dicky menatap Reza. "Lo gausah banyak alasan ya! Gue tau maksud yang terselubung di balik lo ngajak kerja sama perusahaan gue.". 

Reza yang mendengarkan, mengerti maksud dari ucapan Dicky itu "Itu supaya lo bisa deket sama Nasya kan?," ucap Dicky dengan nada yang lebih tinggi. 

Dibentak seperti itu, siapa yang tak emosi. Apalagi jika dituduh yang bukan-bukan. Tapi Reza masih menahan emosinya, "Bukannya udah gue bilang? Gue sama Nasya ga ada hubungan apa-apa!," tegas Reza.

"Alaa.. Ga mungkin lo ga ada apa-apa sama dia!.".

Melihat Dicky yang tak percaya, Reza tak menjawab lagi karena menurutnya dijelaskan dengan bagaimanapun, Dicky tetap tidak akan percaya. 

Dicky melirik Nadila, "Kerja sama ini batal! Kita bisa cari perusahaan lain untuk diajak kerja sama!," jelas Dicky sembari menatap Reza sebelum akhirnya pergi dari ruangan itu diiringi oleh Nadila.

Tak ada balasan dari Reza hingga membuat Putri jadi kesal sendiri. 

"Kenapa lo diem aja sih! Dia ga bisa bertindak seenaknya sendiri!," dumel Putri. 

Mendengar celoteh dari Putri, Reza meliriknya, "Gue diem bukan karena gue ga marah atas sikap Dicky," ucapnya.

"Lo ga liat? Gimana emosinya dia tadi waktu tau rekan kerjanya itu gue? Kalo gue ikutan emosi, percuma! Ga akan ada hasil! Yang ada gue sama dia saling memar," jelas Reza. 

Setelah mendengar itu, Putri diam dengan rasa kesalnya. Dalam hati, Ia tetap tak terima dengan apa yang telah di lakukan pemuda bernama Dicky itu.

»

"Tadinya mamamu juga ingin ikut kesini tapi karena ada urusan mendadak, dia tidak bisa ikut," jelas sang mertua pada Nasya yang terbaring di tempat tidur. 

Mengkerut, "Urusan apa, ma?," tanya Nasya bingung. 

"Mama gatau, mamamu cuma bilang, titip salam buatmu karena dia tidak bisa kesini.".

Dahi Nasya masih mengkerut, Urusan mendadak? Urusan apa? Setahunya, sang mama tidak pernah ikut campur dalam urusan di kantor papa. 

"Udah. Kamu gausah pikirin itu. Kalo urusan mamamu udah selesai, dia pasti akan kesini," sambung mertua Nasya itu. 

Nasya menjawab dengan tersenyum, mengangguk. Sedang pikirannya masih tertuju kesana dan membuat suasana sejenak menjadi hening. 

"Oh iya. Kamu tunggu sebentar," ujar sang mertua yang beranjak dan, "Ada apa, ma?," tanya Nasya namun wanita itu bergegas keluar dari kamar.

Merasa heran dan penasaran, Nasya beranjak dari tempat tidur untuk menyusul, tak memperdulikan apa yang dikatakan oleh wanita itu sebelumnya. 

Ketika melangkah keluar kamar, Wanita itu kembali dan terkejut melihat Nasya yang sudah tidak berada di tempat tidur, malah berdiri didepan kamar. 

"Sayang, kenapa kamu beranjak dari tempat tidur? Tadi mama bilang apa sama kamu?," ucap wanita baya itu. 

Dengan tersenyum, "Maaf, ma. Aku takut ada apa-apa makanya aku nyusulin mama," jawab Nasya membuat wanita itu tersenyum padanya. 

"Ga ada apa-apa. Mama cuma mau ambil ini," balas sang mertua menunjukkan sebuah amplop berwarna putih yang cukup lebar. 

Lagi-lagi Nasya mengkerut, "Apa ini, ma?.". 

Mendengar pertanyaan itu, Wanita itu tersenyum, ia menyuruh Nasya untuk kembali ketempatnya terlebih dahulu sebelum menjelaskan apa yang ada didalam amplop berwarna putih itu.

"Memangnya itu apa, ma?," tanya Nasya lagi dengan penasaran setelah duduk di tepian tempat tidur bersama sang mertua. 

Wanita itu tersenyum gembira dan memberikan amplop putih itu pada Nasya tanpa mengatakan apapun. 

Nasya melirik sekilas pada wanita itu lalu menatap amplop itu. 

"Bukalah!," ujar sang mertua. 

Nasya mengangguk pelan dan perlahan membuka amplop tersebut namun ...,

TING TONG!

TING TONG!

Suara bel dirumah itu, menghentikan Nasya untuk membuka amplop tersebut. Nasya menoleh pada mama mertuanya, "Ah, Kebetulan sekali, Dicky udah pulang," ucap senang wanita itu, yang beranjak dari tempatnya. 

Beliau lalu melirik Nasya disana, "Kamu duduk manis disini yah! Jangan kemana-mana lagi!," ucap wanita itu dengan tegas. 

Itu membuat Nasya tersenyum, "Iya, ma. Aku akan tetep mantep-mantep disini.". 

Wanita baya itu tersenyum dan bergegas menuju pintu utama.

Sesampainya disana, dengan perasaan senang karena anaknya telah pulang. Wanita itu membukakan pintu utama namun ia sungguh terkesiap saat melihat orang yang telah menekan tombol bel dirumah itu. Orang itu bukanlah anaknya, Dicky melainkan dia adalah Nabila. 

Nabila juga nampak terkejut saat melihat Mama Dicky yang membukakan pintu. Ekspresi bahagia yang sebelumnya tergambar jelas di wajah Mertua Nasya itu, seketika luntur. 

"Tante," ucap Nabila lembut dengan mencoba mencium punggung tangan wanita itu. 

Wanita itu menjauhkan tangannya dari sentuhan tangan Nabila, "Ada urusan apa kamu datang kesini?," tanya beliau dengan nada ketus. 

Nabila masih menunjukkan senyum manis meski ia sudah tau bahwa wanita yang ada di hadapannya ini sangat tidak suka pada dirinya. 

"Aku mau...". 

"Ketemu Dicky?," cela dan lirik tajam Mama Dicky. 

Nabila hanya tersenyum, tak menjawab. 

"Untuk apa kamu ketemu anak saya?," tanya wanita baya itu lagi. 

Belum sempat menjawab, "Kamu masih berhubungan dengan anak saya?," sambung Mama Dicky. 

"Apa kamu ga berpikir? Apa kamu ga malu? Anak saya itu udah menikah. Harusnya kamu cari laki-laki lain! Jangan terus mengejar anak saya!," ucap Wanita itu masih menatap tajam Nabila. 

"Tante, Dicky itu harusnya nikah sama aku. Jodoh dia itu aku!," sanggah Nabila. 

Wanita parubaya itu melirik benci dan jijik mendengar perkataan Nabila, "Ga sudi saya punya menantu seperti kamu!!!," tekan Mama Dicky disana. 

Nabila mulai kesal pada wanita itu, "Lebih baik, sekarang kamu pergi dari sini! Dan jangan pernah ganggu kehidupan anak saya lagi!," sambung wanita baya tersebut. 

Nabila tak terima dengan pengusiran itu tapi ia lebih memilih untuk pergi dari sana. 

Setelah Nabila pergi, Wanita itu membuang napas, melegakan perasaannya namun tidak, beliau tak sepenuhnya merasa lega. Beliau kembali kesal mengingat anaknya yang masih berhubungan dengan perempuan yang tidak disukainya itu.

Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!