Rinduku bertekuk di rasa harga tinggi.
Kasihku berpeluk di rona wajah pasi ku.
Cintaku bertanduk di gengsi harga diriku.
Sudah satu jam berlalu setelah Dicky menghubunginya, Nabila mulai merasa kesal karena Dicky tak kunjung datang. Ia menatap dan mengotak-atik ponsel namun sama sekali tak ada pesan ataupun panggilan dari Dicky.
Bisma yang masih setia bersamanya mulai bosan melihat Nabila yang sedari tadi mondar-mandir didepan mobilnya, menunggu Dicky.
"Dicky kemana sih?," gerutu perempuan itu sembari menatap ponsel.
"Gue bilang juga apa, Sebelum Dicky benar-benar lupa sama lo, mending lo cepet bertindak deh!," Bisma memberi saran seraya memainkan ponsel.
Nabila menatap Bisma sembari berpikir bahwa apa yang dikatakan oleh Bisma itu ada benarnya. Dicky sudah mulai mengepentingkan Nasya daripada dirinya. Bahkan sudah hampir seminggu ini, dia belum bertemu dengan Dicky.
Drt... Drt...
Sebuah panggilan telepon barusaja masuk di ponsel Bisma. Tertera nama Putri disana. Mengetahui itu, Bisma berdecak kesal dan membuat Nabila menatap bingung padanya.
"Kenapa lo jadi tiba-tiba kesel gitu?.".
"Tuh!," unjuk Bisma yang melempar kasar ponselvke jok yang ada disebelah.
Mood Bisma rusak seketika setelah mendapat panggilan telepon itu.
"Oh, pacar lo. Angkat gih!," ujar Nabila membuat Bisma sontak menoleh.
"Males gue! Kalo mau, lo aja yang ngangkat!," ketus Bisma.
"Kenapa gue? Ntar gue dikira selingkuhan lo!.".
Mendengar itu, "Terus? Itu sama Dicky? Lo juga selingkuhannya dia," ketus Bisma (lagi).
Hal itu membuat Nabila kesal, "Eh, sembarangan lo kalo ngomong!," balasnya.
"Lagian apa bagusnya sih tu cowo? Udah cungkring, jelek lagi!," ucap Bisma.
Tak terima dengan apa yang dikatakan Bisma terhadap Dicky, "Lo pikir, lo ga cungkring? Masih bagusan pacar gue daripada elo! Playboy cap kodok!," kesal Nabila.
Bisma tak menjawab lagi dan Drt... Drt... ponsel itu terus bergetar tanpa ada yang menjawab.
"Angkat tuh! Lo pikir enak dikacangin kayak gitu!," kesal Nabila yang melihat itu karena ia tau, rasanya jika saat menelepon pacar namun tak ada jawaban.
Disisi lain,
Putri menatap layar ponsel. Sudah kesekian kali panggilan telepon darinya tak di jawab oleh Bisma. Perasaannya sudah bercampur aduk menjadi satu. Tak ada kabar sama sekali dari Bisma. Ia merasa khawatir, takut terjadi apa-apa namun disisi lain ada rasa curiga dihatinya, begitupun rasa takut, akan kehilangan Bisma.
Putri menghela napas menatap layar ponsel itu.
"Mau sampe kapan lo ngeliatin itu ponsel," ujar Reza yang membuyarkan lamunannya.
Putri sontak menoleh, "Sejak kapan lo disitu?.".
"Sejak lo mandangin tu ponsel," jawab Reza.
Tak menjawab, Putri segera meletakkan ponsel itu dan kembali menoleh pada Reza, "Ada apa?.".
Reza sedikit mendeha mendengar pertanyaan itu, "Kita kan ada rapat siang ini. Lo lupa?," ujarnya.
"Astaga!," pekik Putri segera menatap jam yang melingkar ditangannya lalu kembali menatap Reza.
"Aduh, maaf ja. Gue lupa!," ucap Putri berdiri dan segera menyiapkan semua berkas yang akan dibawa dalam rapat nanti.
"Hadeh! Makanya, jangan mandangin ponsel mulu!," celoteh Reza.
"Lagian yang dipikirin belum tentu mikirin elo!," sambungnya.
Putri yang sibuk menyiapkan berkas itu sejenak terhenti akan perkataan Reza namun mengingat waktu rapat yang sudah semakin mepet membuatnya untuk mengesampingkan hal itu.
»
Drt... Drt...
Sebuah pesan singkat barusaja diterima oleh Nasya. Pesan itu dari Nadila, sepupunya sekaligus sekretaris yang baru di kantor Dicky.
{Kak, Hari ini ada rapat penting dengan client di kantor. Karena kak Dicky ga ada, apa lebih baik rapatnya ditunda? Aku udah kirim pesan ke kak Dicky tapi ga ada respon}
Setelah membaca pesan itu, Nasya melirik pada Dicky yang baru saja hendak keluar dari kamar setelah mengantarmu.
"Eh, lo bukannya ada rapat?.".
Dicky berhenti tepat didepan pintu dan menoleh kearah Nasya disana.
"Terus?.".
"Kalo ada rapat penting, Kenapa ga ke kantor?," balas Nasya.
Sejenak Dicky diam, Ia melirik istrinya itu. "Kalo gue ke kantor, lo pasti demam tinggi sekarang," jawabnya.
Mendengar itu, Nasya diam, "Mending lo ke kantor! Gue gamau ntar disalahin kalo rapat penting itu batal,".
Dicky merasa bahwa Nasya sedang merasa bersalah jika sampai rapat itu batal.
"Lo mau bilang kalo gue ga ke kantor gegara lo sakit?.".
Nasya menatap Dicky setelah mendengar itu, "Gausah kepedean! Gue ga ke kantor bukan karena lo! Gue juga lagi males ke kantor hari ini!," jelas Dicky dengan alasannya.
Setelah mendengar penjelasannya, Nasya tak menjawab. Rasa bersalahnya itu seketika hilang berganti rasa kesal pada Dicky.
Tiba-tiba, Mama Dicky datang dengan membawa sebuah minuman hangat untukmu.
"Sayang, bukannya rebahan, Kenapa kamu malah duduk?," ujar sang mertua.
"Biasa ma. Nasya keras kepala kalo dibilangin," sahut Dicky.
"Apa sih," balas Nasya kesal pada Dicky.
Tersenyum, Mama Dicky meletakkan minuman itu diatas nakas lalu beralih pada menantu nya, duduk di tepi tempat tidur.
"Gimana rasanya badan kamu sekarang? Masih lemes? Apa kepalanya masih pusing?," Pertanyaan beruntun dari sang mertua pertanda khawatir padamu.
Nasya membalas dengan tersenyum "Enggak ma. Aku uda gapapa," jawabmu.
Wanita itu meraih minuman hangat yang tadi dibawa olehnya, "Nih, kamu minum dulu," ucapnya memberikan minuman itu pada Nasya.
Nasya menerima dan mulai meminumnya. Terlihat dari tatapan ibunda Dicky bahwa dia sangat menyayangi menantunya itu.
Setelah meminumnya, Nasya memberikan kembali minuman itu pada sang mertua dan wanita baya itu kembali meletakkan minuman itu di atas nakas.
"Sekarang kamu istirahat ya," ucap Mama Dicky yang membantu Nasya merebahkan tubuhnya.
Dicky masih disana, menyaksikan betapa sayangnya sang ibu pada Nasya.
Dicky lalu melihat ponsel dan, "Ma, aku mau berangkat ke kantor soalnya ada rapat penting," ucap Dicky.
"Yaudah, lagipula sekarang ada mama yang jagain Nasya," balas wanita itu.
Dicky tersenyum, mengangguk, ia melirik Nasya sekilas disana lalu segera pergi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments