Nabila, termenung didepan meja rias, memandang ponsel diatas meja rias itu. Tidak ada kabar dari Dicky. Sudah tiga hari setelah ia mengirimkan poto Nasya bersama seorang pria di sebuah tempat makan waktu itu, Nabila tidak lagi mendapat pesan ataupun panggilan telepon dari Dicky.
Mengingat kejadian itu, Nabila berpikir keras, berharap sesuatu yang buruk terjadi dalam rumah tangga Nasya dan Dicky.
"Apa gue coba telepon aja ya?," pikirnya sembari meraih ponsel itu.
Selain rasa penasaran, Nabila juga sudah sangat rindu pada sosok Dicky karena sejak kejadian nasi goreng super pedas itu, ia belum bertemu lagi dengan Dicky.
Jemari putih itu lalu segera mencari nomor telepon Dicky dan menghubunginya.
»
Drt... Drt...
Ponsel itu terus-menerus bergetar. Tetapi tak ada jawaban dari sang pemiliknya karena sedang berada jauh dari benda yang berdering itu. Ponsel tersebut ada dalam mobil yang terparkir di area parkir rumah sakit.
"Istri anda tidak apa-apa. Dia hanya demam biasa," jelas wanita dengan jas putih disana, duduk dihadapan Dicky.
"Dokter yakin, dok? Istri saya bener gapapa?," tanya Dicky memastikan lagi.
Dokter itu tersenyum melihat kekhawatiran Dicky, "Anda tidak perlu khawatir, Istri anda benar-benar tidak apa-apa" jawab dokter.
Lega rasanya mengetahui hal itu, Dicky menghela napas. "Baiklah, kalau begitu akan saya resepkan obatnya," sambung dokter.
Dicky mengangguk cepat lalu ia melirik Nasya yang bersandar padanya.
Wajah yang pucat, Rasanya tidak ada sedikitpun tenaga. Seluruh tubuh Nasya terasa lemas. Mata yang terasa berat. Yang ada di dalam kepala Nasya saat itu adalah rumah. Berbaring di tempat tidur sembari memejamkan mata.
»
"Dicky kemana sih?," Nabila kesal karena tidak ada satupun dari panggilannya yang di jawab oleh Dicky.
"Jangan-jangan dia sibuk sama Nasya," geramnya menatap ke depan sembari membayangkan Dicky dan Nasya baik-baik saja. Dan perlahan tangannya menggeram. Memegang sangat erat ponsel di tangannya itu.
»
Dicky membawa Nasya masuk ke dalam rumah. Dibaringkannya sang istri di tempat tidur dan menyelimuti sebagian tubuhnya.
"Lo tunggu disini! Jangan ke mana-mana!," ujar Dicky pada istrinya itu. Sementara, Nasya memejamkan mata, tidak begitu mendengarkan.
Dicky bergegas keluar dari kamar, menuju dapur untuk membawakan sang istri makanan.
Sejenak, ia diam ditempatnya, menatap kompor, panci dan alat memasak lainnya. "Bikin apa? Gue kan ga bisa masak?," ucapnya bingung sembari berpikir keras.
Tak lama, ia merogoh saku nya dan, "Ponsel gue kemana?," sadar akan tak tahu keberadaan ponselnya, Dicky segera mencari di seluruh sudut rumah.
Meskipun dirinya tidak bisa memasak namun ia tetap ingin membuatkan sesuatu untuk istrinya yang sedang sakit.
Nihil. Ponsel itu tidak ada di dalam rumah. Dicky kembali diam ditempatnya dan, "Astaga! Ponsel gue kan di mobil," ujarnya yang baru saja ingat. Baru sebentar saja khawatir akan keadaan sang istri, Dicky lupa akan segalanya. Lalu bagaimana jika pria kurus itu benar-benar memiliki perasaan pada sang istri. Ah, mungkin isi kepalanya hanya ada Nasya saja. Haha, Tapi sepertinya itu mustahil.
"Ketemu!," ucap Dicky saat mendapati ponselnya.
Terlihat, tanda beberapa panggilan tak terjawab, Dicky tak peduli dengan tanda itu. Ia memilih membuka mesin pencari untuk belajar memasak agar bisa membuat makanan untuk Nasya.
SKIP
"Nasya!," panggil Dicky pelan pada sang istri.
Setelah meletakkan makanan hasil kerja kerasnya di atas nakas, Dicky duduk ditepi ranjang, menatap istrinya yang sedang tidur.
Dicky lalu membangunkannya, pelan. "Nasya, bangun!.".
Suara itu terdengar jelas ditelinga Nasya namun ia masih enggan untuk membuka mata, rasanya berat sekali.
"Nasya, bangun! Makan dulu!," ujar Dicky masih mencoba membangunkan istrinya lagi.
"Gue gamau!," lirih Nasya tanpa membuka mata.
"Ayolah! Makan dulu! Kalo lo gamau nanti malah tambah parah!," balas Dicky.
Tak ada jawaban dari perempuan ini dan tetap pada posisinya, memejamkan mata agar rasa pusing dikepala sedikit hilang.
"Nasya!," panggil Dicky lagi namun Nasya tetap dengan posisi yang sama.
"Aih, lo tu ya. Masih sakit tetep aja ga ngehirauin gue! Gue cuma mau nyuruh lo makan! Habis itu lo bisa minum obat!," ujar Dicky sedikit kesal akan sikap sang istri.
Dengan posisi yang berbaring membelakangi Dicky itu, Nasya perlahan membuka mata, menoleh dan melirik Dicky yang duduk ditepi ranjang tepat disebelahnya.
"Lo gausah ngomel kayak emak-emak gitu!," ucap Nasya lemah.
"Ya makanya kalo di bilangin tu nurut!," geram Dicky dan sedikit menekan dalam ucapannya.
Tak ada jawaban dari Nasya. Saat itu ia hanya bisa menuruti perkataan Dicky. Lagipula, ia tidak punya cukup tenaga untuk berdebat dengan pria kurus itu.
Nasya merubah posisinya menjadi duduk, bersandar di sandaran tempat tidur dibantu oleh Dicky tentunya.
Dicky meraih mangkuk dari atas nakas. Ia sedikit mengaduknya lalu mulai menyuapi sang istri.
Nasya melirik dan menerima suapan itu.
"Nah, gitu dong! Kan enak kalo nurut gini!," ujar Dicky sembari tersenyum pada sang istri.
Nasya meliriknya sekilas, "Sini! Gue bisa makan sendiri!," ucapnya sembari mengambil mangkok yang ada di tangan Dicky namun Dicky menjauhkan tangannya.
"Udah diem! Biar gue yang suapin!," jawab Dicky.
Nasya masih bersikukuh, "Gue bukan anak kecil lagi, disuap-suapin!," balasnya ketus dengan nada serak.
Melihat tingkah itu, "Astaga! Bisa ga sih, kalo lagi sakit gini ngomongnya lemah lembut, ga ketus gitu!," ujar Dicky menatap Nasya disana.
Kesal, Nasya tetap meraih mangkok itu namun Dicky lagi-lagi menjauhkannya dari tangan Nasya.
"Kalo lo mau sembuh, diem! Gue yang suapin, mumpung gue lagi baik sama lo!," ucap Dicky sembari mengaduk-aduk kembali makanan itu, yang Nasya lirik dengan kesal.
»
Reza baru saja tiba diruang makan, menyusul sang mana yang sudah lebih dulu berada disana.
"Ma, aku berangkat ya," pamitnya dengan bergegas, menghampiri wanita baya disana.
"Kamu ga sarapan dulu?,"
"Enggak, ma. Nanti aja di kantor!," jawab Reza hendak menyalami punggung tangan sang mama namun,
"Sini, duduk dulu! Mama mau bicara sama kamu," wanita baya itu menyuruh Reza duduk tepat disebelahnya.
Reza terlihat bingung menatap wanita itu, "Ngomong apa, ma?," tanyanya sembari duduk.
Dengan menghela napas lebih dulu, wanita baya itu tersenyum menatap anaknya. "Sekarang, perusahaan sudah diurus sama kamu. Kamu udah jadi pimpinan disana.".
Reza mendengarkan dengan detail, berusaha memahami maksud dari wanita itu, "Kamu terus saja sibuk dengan pekerjaan. Mama ga pernah liat kamu jalan sama pacar kamu atau ngajak pacar kamu main kesini, ketemu sama mama.".
"Apa kamu gamau cari pacar? Terus dikenalin sama mama dan papa?," sambung beliau.
Mendengar itu, "Iya, ma. Nanti pasti aku kenalin ke mama," jawab Reza sedikit malas.
"Nanti kapan?," Reza beranjak dari tempatnya lalu menyalami punggung tangan sang mama,
"Iya nanti. Mama tunggu aja," jawabnya.
Wanita itu hanya menatap putra sulungnya yang berdiri dihadapannya, "Reza berangkat, ma," ucap Reza lagi yang bergegas pergi.
Wanita baya itu menghela dan menggeleng kepala melihat tingkah putra sulungnya itu.
»
Putri menatap jam yang melingkar ditangan sembari berwajah kesal karena sang pacar tak kunjung datang menjemput.
"Bisma mana sih?," ucap kesal Putri yang sudah sangat lama menunggu pemuda bernama Bisma itu.
Ia menoleh ke kanan juga kiri namun tak ada tanda-tanda kedatangan dari Bisma. Berdecak kesal, Putri memilih pergi dari sana dan mencari kendaraan umum. Namun,
"Oi, mau kemana lo?," Hal itu membuat Putri menoleh, berharap itu adalah sang pacar namun ternyata itu adalah sahabatnya, Reza.
Mengetahui itu, Putri memasang wajah cemberutnya.
"Gue tau nih, pasti lagi berantem," ujar Reza menebak dari dalam mobil.
"Sok tau lo!," jawab Putri.
Reza terkekeh melihat itu, "Dasar ya lo, masih aja noh mau di php cowo kek gitu," ujarnya.
Putri melirik, "Kayak sendirinya enggak,".
"Lah, emang gue kenapa?," tanya Reza heran.
"Belum bisa move on dari Nasya," ketus Putri.
Mendengar itu, Reza menatap diam dan menggeleng. "Udah buruan naik! Daripada lo jalan udah kayak raksasa ngamuk gitu. Kasian tu semut-semut pada ketakutan," ledek Reza.
Masih dengan wajah cemberut, Putri melirik kesal Reza dan masuk ke dalam mobilnya.
"Makanya kalo pacaran itu jangan terlalu mencintai! Biar ga kena php mulu," ujar Reza.
"Kayak udah pengalaman aja lo. Nyatain perasaan ke Nasya aja ga berani," ujar Putri membalas.
"Bukan ga berani gue, cuma ga ada waktu yang tepat," balas Reza secara tak sadar sembari menghidupkan mobilnya.
"Kelamaan. Itu sebabnya, Nasya keburu diambil orang," Putri langsung mematahkan perkataan Reza.
Sadar, "Lo tu ya! Kenapa jadi gue sih! Kan tadi ngomongin elo!," kesal Reza.
"Ya mana gue tau, orang gue ngikut alur pembicaraannya doang," jawab Putri.
Reza berdecak sebal,
"Yaudah buruan jalan!," perintah Putri yang membuat Reza menatapnya makin kesal.
Melihat itu, Putri tersenyum "Gausah marah, pak. Ntar cepet tua loh," ketus Putri.
Menghela napas, "Astaga, sabar Reza sabar," ucap Reza sembari menjalankan mobil.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 48 Episodes
Comments