Pernikahan 5 Bulan

Pernikahan 5 Bulan

Perjodohan

"Aku masih muda, Papah... Tiga puluh tahun itu masih muda. Teman-temanku masih bisa bermain kesana-kemari, sementara aku harus terkurung gitu. Mengurus anak, memasak, iuhhhhh. Aku nggak mau, pokoknya aku nggak mau!"

Telunjuk yang sudah beberapa kali terangkat sejak perdebatan tiga puluh menit lalu dimulai kembali menunjuk wajah dari gadis cantik dengan rambut hitam pekat sepunggung di depannya itu.

Dada Baron naik turun, sosok yang dihadapinya memiliki sifat keras kepala yang sama seperti dirinya. Tapi apa boleh buat, dia harus lebih keras sebab pernikahan itu harus terjadi. Calon menantu yang tampan rupawan dan setara dengan keluarganya, kapan lagi dia bisa didapatkan mengingat usia Amanda yang juga tidak muda lagi.

"Teman kamu yang mana, yang dari luar negri itu. Culture mereka berbeda dengan kita. Di sana tidak ada orang-orang yang akan mencibir perempuan matang yang belum menikah. sementara di sini, teman-teman Papah sudah membicarakan tentang kamu, Manda!"

"Ya, yaudah. Aku tinggal pindah ke luar negri. Semuanya beres kan..."

"Terus siapa yang akan mewarisi perusahaan Papah? Hmmm?"

Amanda menggigit bibir bawahnya. Ucapan apa yang barusan dia lontarkan di saat posisinya adalah sebagai anak tunggal.

"Radewa, dia bisa meneruskan perusahaan Papah. Dia punya background yang sama dengan kita. Kamu juga masih bisa jadi model kalau kamu mau. Papah nggak akan maksa kamu urus perusahaan karena Papah tau otak kamu nggak akan sampai!"

"Sampai, kok. Aku saja yang malas!"

Baron berdecih, menoyor dahi Manda dengan telunjuknya. "Malas saja dipelihara. Kalau bukan Papah yang kerja keras, sudah tinggal di kolong jembatan kamu. Nggak akan juga kamu bisa jadi model, bisa berteman dengan teman-temanmu yang kelewat bebas itu."

"Mau tidak mau, kamu harus setuju. Kalau kamu kekeh dengan pendirian kamu, terpaksa Papah suruh agensi model kamu itu untuk memecat kamu. Kamu harus belajar mengurus perusahaan biar kalau Papah mati, Papah bisa tenang."

"Apasih, Pah, ngomongnya gitu banget."

"Papah sudah tua!"

***

Amanda yang kesal masih terbayang-bayang dengan ucapan Baron tadi siang. Usia yang tidak muda, tapi kan bukan berarti lelaki itu akan pergi secepatnya. Gara-gara ucapan itu, Amanda jadi tidak bisa membantah lagi meskipun dia juga tidak mengiyakan.

Malam ini, terpaksa Amanda mau melakukan pertemuan dengan Radewa, lelaki yang akan dijodohkan dengannya. Dia telah berhias seadanya dan tengah menunggu lelaki itu menjemputnya.

"Katanya jam tujuh, jam segini aja belum datang. Nggak tepat waktu. Lelaki yang nggak menghargai waktu kok dijadikan mantu!" Amanda ngedumel, di sebelahnya ada Baron dan Santika yang ikut menunggu kedatangan Radewa.

"Baru juga jam tujuh lewat dua menit udah dibilang telat. Keterlaluan kamu. Senyum yang cantik, dia datang." Baron berdiri, ada sorot lampu yang masuk dari jendela. Dia yakin sekali jika yang datang adalah calon menantunya.

Benar, kan, Radewa telah datang. Pakaiannya rapi sekali. Dia juga wangi dan murah senyum.

"Maaf, Om, saya terlambat," ucap Radewa sembari menjabat tangan Baron dan Santika.

"Tidak Dewa, ini masih jam tujuh. Hanya lewat tiga menit. Tidak dihitung sebagai keterlambatan."

"Bisa saja, Om. Jadi ini mau langsung pergi atau mau ngobrol dulu di dalam. Saya terserah Om Baron saja."

"Kalian langsung pergi saja, biar waktu kenalannya lama. kalau di rumah dulu, yang ada kamu bakal diajak mengobrol sama Om Baron," sela Santika.

"Nah iya, benar. Pergi saja sekarang. Hati-hati di jalan."

Radewa mengangguk, membukakan pintu mobil untuk Amanda.

Dengan perawakan tinggi serta wajah tampan, Radewa memang menarik di mata gadis yang telah duduk tenang di bangku sebelah kemudi itu. Tapi ketertarikan itu hanya sekilas karena Amanda memang belum berniat menikah. Dia masih ingin bersenang-senang. Baginya, lelaki hanya akan menjadi penghambat hidupnya saja.

Mobil melaju dengan cepat. Jalanan padat merayap. Amanda dan Radewa saling diam. Mereka fokus pada jalanan di depan tanpa saling menoleh.

"Jangan berharap lebih, saya juga tidak mau dijodohkan."

Celetukan singkat dari Radewa membuat Amanda terkekeh. Sudah diduganya jika sikap Radewa tadi memang tidak murni. Makannya dia juga diam sedari tadi.

"Jangan besar kepala, saya juga tidak sudi!" balas Amanda enggan bersikap lemah lembut.

"Ck, ternyata kamu memang tidak sepolos itu. Baguslah, saya tidak perlu sungkan dalam bersikap."

"Jadi bagaimana, to the point saja." Radewa menepikan mobilnya. Di salah satu jalan kecil yang sepi kendaraan.

"Terserah, yang jelas saya tidak mau menikah dengan anda!"

"Calm, girl. Saya pun sama. Tapi ... saya juga tidak mungkin menghindari perjodohan ini. Jadi kita harus tetap menikah."

"What!!"

"Dengan perjanjian." Radewa menaikkan satu alisnya.

"Perjanjian apa, kalau enggak menguntungkan buat saya, saya nggak mau!"

"Harus mau, bukannya Papah kamu akan terus memaksa."

"Sialan!" Amanda merutuk dalam hati. Papahnya pastilah sudah berbincang-bincang dengan Radewa. Banyak hal penting yang mungkin saja sudah dibicarakan melihat bagaimana mereka yang terlihat akrab tadi.

"Sudah saya bilang, tenang. Lagi pula perjanjian ini juga tidak akan merugikan kamu. Saya juga dipaksa oleh Omah saya."

"Jadi apa perjanjiannya. Bertele-tele!"

Radewa mengukir smirk. Dia mulai paham sifat dari gadis di sebelahnya itu. "Kita tetap menikah, setelah lima bulan kita bercerai. Bilang saja kalau tidak ada kecocokan di antara kita. Saya juga tidak akan mengambil perusahaan yang Papah kamu janjikan. Saya masih bisa mengurus perusahaan saya sendiri atau malah membuat perusahaan baru yang jauh lebih besar dari milik orang tua kamu."

"Kalau mereka tidak percaya jika kita tidak punya kecocokan bagaimana?"

"I will punch you. KDRT akan membuat Papah kamu marah pada saya."

"Enak saja. Saya yang pukul kamu!" Amanda tidak terima. Wajahnya yang cantik, tubuhnya yang selalu dijaga tidak boleh sedikitpun terluka.

"Silahkan kalau kamu bisa. Tangan sekecil itu, butuh berapa pukulan untuk membuat luka lebam. Membuang waktu saja," ejek Radewa melirikkan matanya pada tangan putih Amanda.

Gadis yang memakai dress hitam itu mendengkus. Radewa sangat menjengkelkan hatinya. Sial sekali dia harus berurusan dengan cowok seperti itu.

"Deal or no. Kita tetap harus menikah, Amanda Kinanta Tezara."

"Fine. hanya lima bulan. Awas kalau anda jatuh cinta dengan saya. Saya tidak akan mau dengan anda!"

"Will never, kamu jauh dari selera saya!"

"Cih, memangnya saya selera dengan kamu!"

***

hai hai hai

selamat datang di cerita baru Dande

Berikan cinta kalian pada cerita ini ya

Dukung author dengan like dan komen kalian, terima kasih❤️❤️❤️

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!