"Maafkan saya, Sayang. Saya tidak bisa ke sana sekarang. Ada urusan yang benar-benar tidak bisa saya tinggalkan."
"Hustt.. jangan salah paham. Ini bukan tentang wanita itu. Kamu tenang saja."
"Sudah dulu, biar saya yang akhiri. I love you, always."
Radewa menyimpan ponselnya untuk bergegas kembali membereskan beberapa barang penting yang akan dia bawa. Usai beberapa saat berpikir, lelaki itu memutuskan untuk menyusul Amanda saja. Dia takut Baron akan datang ke rumah itu dan mencurigainya. Terlebih Baron juga sudah tahu bahwa dia telah mengambil cuti beberapa hari.
Kalau bukan karena ancaman Sedayu, Radewa jelas tidak peduli akan gambaran Baron padanya. Dewa hanya khawatir Dindanya akan kenapa-napa jika dia nekad menyusul kembali wanita itu. Padahal sekarangpun Dewa juga merasa risau sebab Dinda mengatakan jika dia baru saja jatuh di kamar mandi. Untungnya hanya pegal singkat yang dirasa, bukan rasa sakit sebab terkilir.
Bukan waktu yang lama untuk menyusul Amanda. Rumah yang dibeli berada di komplek ternama, jelas Dewa paham betul letaknya meskipun baru satu kali dia melihat. Itupun dari foto dan juga petunjuk lokasi yang dikirimkan oleh Baron.
Rumah tiga lantai dengan halaman luas dan pagar yang menjulang tinggi itu kini telah di depan mata. Dewa dipersilahkan masuk saat satpam yang berjaga mengenali wajahnya. Harus diakui, persiapan Baron untuk kenyamanan putrinya memang tidak main-main.
"Istri saya sudah di sini, kan?" tanya Dewa begitu turun dari mobil sport hitamnya itu.
"Nona Manda? Nona Manda belum datang, Tuan. Tidak ada siapa-siapa yang datang sejak Tuan Baron memberi perintah untuk menjaga rumah ini. Saya pikir Tuan datang bersama Nona Manda."
Tittttttttt
Suara knalpot melengking panjang. Dewa yang sempat mengepal tangan segera merapat pada kehadiran mobil yang terparkir lima meter di belakangnya. Dia bukakan pintu depan yang benar dugaannya bahwa Amanda mengendarai mobil itu seorang diri.
"Lambat!" ejek Dewa berbisik saat wanita dengan dress hitam tanpa lengan itu keluar.
"Berisik!"
"Jangan bertingkah. Kita diawasi," bohong Dewa. Setidaknya saat ini dia bisa mengontrol wajah Manda agar tidak seketus sebelumnya.
"Oalah, Non.... pantas kalian jodoh, rupanya sama-sama suka balapan," celetuk satpam penjaga yang ikut-ikutan mendekat.
"Eh ... iya, Pak. Tes drive. Udah lama soalnya. Misi ya, Pak, kita mau masuk."
"Silahkan, Non, Tuan."
Terpaksa Amanda harus merangkul lengan Dewa. Mulutnya tak berhenti ngedumel sepanjang langkahnya masuk ke dalam rumah besar yang rapih dan bersih itu. Beberapa bibi juga bersiap menyambut, tapi dengan tangan terangkat Manda membuat para bibi itu menyingkir. Dia dan Dewa terus melangkah ke dalam lift, menuju lantai tiga di mana kamar utama berada.
"Tiga puluh lima menit. Cih, dengan jarak sedekat ini bisa-bisanya menghabiskan waktu selama itu. Jago balap katanya." Dewa mencibir lagi. Rasa-rasanya dia benar-benar ingin mengalahkan Manda sampai tak mau membiarkan mulutnya terdiam ketika berhadapan dengan gadis itu.
"Masih butuh uang ternyata. Saya pikir anda tidak punya rasa takut," ejek balik Manda.
"What the f*ck!" Dewa mengeram, "saya tidak butuh uang kamu Amanda!"
"Sttt pelankan suara anda. Anda tidak mau rencana konyol anda tidak berjalan baik bukan. Silahkan berteriak saat berada di kamar utama. Di sana kedap suara." Manda melangkah lebih dulu ketika pintu lift terbuka, "bodoh!" ejeknya lagi.
"Sialan."
"Eh...." Tangan Manda terangkat, Dewa yang sudah melangkah terburu ingin memaki wanita itu terpaksa harus berhenti, "kamar utama adalah kamar saya. Jangan coba-coba ikut masuk. Kamar anda ada di sebelah kanan. Silahkan."
Peduli apa pada nada lembut Manda, dengan gampang Dewa bisa menerobos masuk kamar utama itu sekaligus mendorong Manda ke dalam sana.
"Jangan macam-macam Radewa!" pekik Manda.
Radewa terkekeh. Melihat Manda dari atas ke bawah. "Siapa yang akan macam-macam. Terlalu percaya diri sekali. Saya juga tidak berselera," oloknya.
"Lantas untuk apa anda masuk ke kamar saya. Pria brengsek!"
Tangan Manda yang hendak menampar Dewa ditahan lelaki itu. "Saya hanya ingin memberi tahu jika saya memiliki pacar."
Manda balik terkekeh, melepas paksa tangannya. "Terus saya harus apa. Saya tidak peduli. Keluar, buang-buang waktu saja."
"Jangan beritahu siapapun!"
"Bukan urusan saya!"
"Seratus juta setiap kali saya pergi dengan dia secara diam-diam." Dewa memberi penawaran.
"Bukan urusan saya!"
"Dua ratus juta."
"Bukan urusan saya!"
"Lima ratus juta."
"Fine, saya akan menutup mulut."
"Dasar cewe matre."
"Bisnis adalah bisnis. Anda yang menawarkan, masa saya tidak mau. Lagi pula saya juga tidak peduli anda mau melakukan apa. Anda yang menggali kuburan anda sendiri."
Dewa merutuk dalam hati. Dia baru menyadarinya. Benar kata Manda, untuk apa dia tiba-tiba berbicara tentang Dinda. Apa dia akan kalah lagi kali ini?
"Saya ralat, tidak ada uang. Kamu, jangan berbicara apapun jika saya pergi dengan pacar saya atau saya akan adukan pada Papa bahwa pernikahan ini hanyalah perjanjian. Saya yakin Papa Baron akan melarang kamu terjun ke dalam dunia model lagi," celetuk Dewa usai diam beberapa saat.
"Cih, miskin. Bilang saja anda tidak mampu membayar. Anda pikir saya tidak tahu kalau Omah Sedayu tidak menyukai pacar anda itu." Manda manggut-manggut membuat wajah memelas, "baik, saya tidak akan mengatakan apapun. Saya kasihan pada anda. Mungkin kalau Papa tau jika kita hanya nikah pura-pura, anda yang justru akan semakin sengsara. Ingat, Papa saya menanam modal cukup besar di perusahaan anda Radewa."
Manda membuka pintu lebar-lebar. "Silahkan keluar, saya masih berbaik hati tidak mengejek anda secara terang-terangan. Atau anda mau saya kuliti lagi?"
Tangan Radewa mengepal erat. Dia marah, sangat marah. Bisa-bisanya Manda sudah tahu lebih dulu jika Sedayu tak menyukai Dinda. Dalam hatinya dia merutuk, dia akan mengulik semua aib Manda secepatnya agar dia tidak direndahkan terus menerus seperti ini.
Radewa keluar dengan cepat, begitu juga dengan Amanda yang segera mengunci pintu rapat-rapat.
"Woohoooo i'm win and you lost!!!" teriaknya begitu keras. Puas sekali bisa menginjak Radewa yang terus berusaha membuatnya jengkel setiap saat. Padahal jika dia tidak diancam, dia juga tidak akan mau menggubris dan merendakan Radewa seperti itu.
****
Setelah sekian lama baru bisa update lagi, semoga setelah ini lebih cepat...
Terima kasih sudah membaca, jangan lupa tinggalkan cinta kalian di part ini❤️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments