"Kamu!!" Amarah Radewa tak bisa padam begitu saja. Dia baru bisa bernapas lega saat bodyguard yang menyeretnya melepas tangan mereka begitu dia di bawa masuk ke dalam sebuah pesawat pribadi. Sialnya, nafas itu kembali memburu saat matanya menangkap kehadiran Amanda yang sudah duduk rapih.
Bukan semata-mata karena adanya Manda, tapi juga karena tingkah wanita itu yang membuat mendidih kepala. Di saat Dewa tengah kesusahan berpikir caranya menyelematkan Dinda, Manda justru tengah santai, menikmati anggur hijau, berkacama mata serta bersilang kaki pula. Kontan saja Dewa yakin jika apa yang terjadi ulah dari wanita bernama Amanda itu.
"Apa yang sudah kamu lakukan!" teriak Radewa, menarik pergelangan tangan Manda.
Hanya dengan satu pukulan, Manda bisa membuat Radewa mundur dibuatnya. Lelaki itu merintih kesakitan saat kejantanannya ditendang. Dia bahkan harus pasrah saat bodyguard menariknya duduk, menjagalnya dalam rintihan yang belum usai.
"A-apa-apaan ini!" teriaknya di tengah rasa sakit.
"Nyonya meminta kita agar menjaga Nona Manda dari anda. Jadi kami memutuskan untuk terus memegangi atau bahkan mengikat anda pada kursi hingga selama perjalanan berlangsung," sahut seorang bodyguard berkacamata hitam.
"Jangan bermain-main denganku, Dewa. Ini balasan setimpal untuk orang yang pandai bersilat lidah." Manda tersenyum licik, sejujurnya dia enggan berada satu pesawat dengan Dewa, tapi apa boleh buat, Sedayu yang sudah mengaturnya.
"Kau, kau yang bersilat ludah, bajingan. Berpura-pura baik di depanku tapi diam-diam kau melaporkan apa yang terjadi di Maldives pada omah. Dasar pecundang!"
Manda terkekeh. "Rupanya kamu belum menyadari apa yang sudah kamu dan jalang itu lakukan padaku. Fine, biar saja Omah yang menjelaskan. Dasar pasangan bodoh!"
"Kamu!!!"
"Saya ingin tidur." Ucapan singkat yang menjadi perintah. Manda selain bisa membuat Dewa tidak berkutik di tempat duduknya, dia juga bisa membuat Dewa terbungkam mulutnya. Hanya dengan satu pukulan, lelaki itu dibuat pingsan.
Memanglah hidup akan menyenangkan jika semua berpihak padanya. Manda tersenyum semakin lebar, dia mengambil gambar bersama Radewa yang sudah tidak berdaya.
Selain bermain-main dengan Dewa, akan menyenangkan juga bisa bermain dengan Dinda.
"Hai wanita ular, bagaimana rasanya ditinggalkan? Dari pada menyia-nyiakan uang pembelian tiket, bukankah lebih baik kau tetap di sana sesuai jadwal. Puaskan, belum tentu wanita sepertimu bisa datang kembali."
Pesan dikirim, Manda telah mendapatkan nomor Dinda dari Sedayu. Dengan pesan tersebut, harusnya wanita itu paham siapa pengirimnya. Dan seharusnya dia bisa menyadari kesalahannya, agar lain kali dia tidak usah memakai cara kotor hanya untuk mendapat simpati.
"Tapi bukankah dia memang bodoh," lirih Manda. Terpikir di kepalanya jika Dinda sangatlah bodoh meski dia adalah seorang dokter. Jika dia tahu bahwa pernikahannya dengan Radewa hanyalah sandiwara, harusnya dia tidak perlu mengada-ngada. Dia juga tidak berhak berpikir jika Manda akan merebut kekasihnya setelah Manda membuatnya tidur di satu atap yang sama. Tanpa marah, apalagi cemburu.
Smirk Amand tersemat. Ponselnya bergetar, dan benar saja, Dinda memang sesuai dugaannya. Wanita itu bodoh, masih menanyakan siapa dia.
Tidak ingin diganggu membuat Manda tak sudi membalas balasan pesan itu. Dia memblokir nomor Dinda agar perjalannya tetap menenangkan. Dia juga lelah, ingin tidur untuk mengumpulkan tenaga demi drama baru, setibanya dia di Jakarta.
***
Berada di dalam pesawat hampir satu hari penuh, tak masalah sebenarnya, apalagi Radewa sudah terbiasa melakukan perjalanan jauh. Tapi jika ada Manda bersamanya, rasa-rasanya dia ingin melompat keluar saja. Dia merasa marah sekali saat sadar kembali. Ingin menghajar para penjaga tapi dia tau itu terlalu beresiko, bisa-bisa dia dibuat tak sadarkan diri lagi.
Dalam diam, mata elangnya terpatri begitu tajam pada sosok wanita yang begitu bangun dari tidur memberikannya senyum manis. Senyum mematikan yang membuatnya berada di situasi sesulit sekarang.
Perjalanan mereka telah usai, ini saatnya Dewa menghadapi sosok utama dari perseturuan. Sedayu pasti sudah menunggu dan telah menyiapkan tongkat keramatnya. Tongkat pembantu berjalan yang akan dipukulkan tanpa ampun saat Dewa melakukan kesalahan fatal.
"Aku ingin keluar lebih dulu," kata Manda begitu pintu pesawat kecil itu dibuka. Segera pada penjaga menahan tubuh Radewa dan menjaga jarak tiga meter di belakang Manda.
Dugaan Radewa benar, Sedayu sudah menunggu, di depan tangga turunnya mereka. Wanita itu langsung memeluk, mengusap wajah Manda sembari mengucapkan maaf banyak sekali. Dia lantas membawa menantunya itu masuk ke dalam mobil yang berbeda dari yang dinaiki Radewa.
Tidak ada banyak kata, perjalanan yang tersisa menuju kediaman Sedayu diisi dengan kekosongan. Amanda sengaja bersikap lelah, dia terlelap dalam dekapan Sedayu. Manda memang tidak berniat mengadu atau menambah-nambahi rasa sakitnya, dia terlalu malas berbicara dan berhadapan dengan wanita tua yang sebenarnya tidak begitu dia sukai itu.
Kurang lebih dua puluh menit waktu yang ditempuh, akhirnya dua mobil yang berjalan beriringan itu sampai pada tujuan. Sedayu kembali memeluk Manda sesampainya mereka di teras, tapi bukan untuk menenangkan melainkan untuk salam perpisahan. Wanita itu membiarkan menantunya beristirahat, sementara dia akan menghadapi cucunya seorang diri.
Masih dijaga ketat, Radewa bisa dilepas hingga saat tubuhnya telah masuk di ruang tamu. Itupun dia dipaksa untuk tertunduk.
"Omah, maafkan Dewa. Dewa ha..."
Tuk!!
Ucapan Radewa terhenti, tongkat Sedayu dipukulkan pada lantai kuat-kuat, membuat bunyi yang begitu kencang, menggema di hampir keseluruhan rumah besar tiga lantai itu.
Sedayu menatap sinis Radewa dengan tangan terangkat, menerima sebuah ponsel dari seorang penjaga yang berdiam di rumah.
"Sebarkan berita jika wanita itu menjadi duri di rumah tangga orang lain. Tidak perlu menyebutkan siapa lelakinya, gunakan saja foto yang sudah disiapkan. Pastikan rekannya di rumah sakit mengetahui kabar ini. Buat dia bersujud-sujud di kaki saya jika dia ingin mempertahankan profesinya."
Kalimat panjang yang tak butuh waktu lama membuat panggilan usai, yang kontan membelakakan mata Radewa. Tanpa disebut namapun dia tau siapa wanita yang dimaksud.
"Kurung dia sampai dia menyadari kesalahannya. Sampai Manda memaafkan perbuatannya!" Kalah telak, belum sempat Radewa memohon-mohon atas namanya dan juga Dinda, Sedayu sudah lebih dulu pergi meninggalkannya. Dia tidak berdaya untuk mengejar, karena kedua tangannya sudah kembali dicengkram. Radewa dalam teriakan yang begitu keras diseret masuk ke dalam kamar dan dikunci dari luar dengan penjagaan ketat.
***
Maafkan kalau author updatenya suka lama, besok-besok diusahakan secepatnya ya🫶
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments