Putus

Berdiam diri di kamar, sendirian, tanpa akses keluar apapun. Siapa yang tidak frustasi meski baru dikurung belum sampai setengah hari. Dewa benar-benar dibuat kalang kabut karena dia sangat ingin mengetahui kabar Dinda. Apa yang akan Sedayu lakukan. Tanpanya, apa dia bisa berdiri menghadapi wanita itu.

Tanpa disadari, Radewa bahkan tidak duduk sejak tiga jam lalu. Dia terus bolak-balik mencari cara bagaimana harus keluar. mengintip dari sela di bawah pintu, ada penjaga yang berjaga. Melihat dari jendela pun sama, dua orang berbadan besar menunggunya. Sedayu benar-benar melakukan segala cara agar dia tetap berada di kamarnya itu.

Semakin gila dirasa, akhirnya Radewa merosotkan tubuhnya. "Maafkan saya, Dinda, maafkan saya." Dewa merutuk diriya sendiri hingga tidak menyadari jika seseorang telah memasuki kamar.

Amanda, wanita yang tengah bersantai di dalam kamar itu dibuat harus bangun dari tempat tidurnya saat mendapat panggilan betuntun dari Sedayu dan juga Dinda. Dia pun terpaksa berjalan demi untuk menemui Dewa dengan membawa ponselnya.

Sebuah permintaan maaf telah dia dapatkan. Tidak mau bertele-tele akhirnya Manda terima permintaan maaf dari Dinda itu. Dia juga belum tahu jika Dinda menandatangani perjanjian lain. Yang dia tahu, dia harus menemui Dewa agar Dinda bisa mengatakan keinginannya pada lelaki itu.

Dengan kaki Manda menyadarkan Dewa yang tertunduk. Lelaki itu mendongak, sontak berdiri tegak ketika menyadari kehadirannya.

"Untuk apa kamu ke sini!" sentak Dewa mencengkeram kuat kedua lengan Manda hingga gadis itu meringis dibuatnya. Sakit, tapi Manda tidak bisa bersikap lemah. Dia menyodorkan ponsel dengan hanya menggoyangkan dagu disertai lirikan mata.

"Dewa." Dinda memanggil dari dalam telepon.

"Sayang, Kamu, kamu baik-baik saja, kan. Tidak terjadi apapun padamu, kan?" Dewa berubah lembut, tentu saja.

Manda berdecih, jijik sekali mendengarnya. Karena tak kunjung diambil, ponsel yang menghubungkan mereka dengan Dinda itu dia berikan pada tangan Dewa yang akhirnya melepas cengkraman. Manda juga menjauh, malas mendengar. Tapi tak sampai keluar dari kamar besar tersebut.

"Dinda, jawab sayang. Aku khawatir denganmu?" tanya Dewa lagi.

"Aku baik-baik saja. Aku juga sudah kembali ke Jakarta. Aku menghubungimu untuk menjelaskan sesuatu."

"Apa? Katakan saja. Jangan takut."

"Sebenarnya, kemarin Manda tidak melakukan apapun padaku. Aku tergelincir sendiri. Harusnya aku menjelaskan padamu agar kamu tidak marah pada Manda. Tapi aku justru merasa senang atas apa yang kamu tuduhkan sehingga akupun menambahkan cerita palsu agar kamu semakin marah. Maafkan aku, Dewa. Harusnya aku tidak melakukan itu."

Terkejut jelas, Dewa melirik pada Manda yang tengah mengamati kuku-kukunya. "Kamu tidak terpaksa, kan. Maksud saya, tidak ada yang menyuruh kamu untuk membenarkan wanita itu kan?" tanyanya masih ragu. Dia tidak mau percaya begitu saja.

"Itulah kebenarannya Dewa. Aku tidak dipaksa oleh siapapun. Dan aku juga ingin mengatakan untuk kita selesai saja. Aku, aku tidak mau lagi menjalin hubungan dengan laki-laki yang sudah beristri."

"Apa yang kamu katakan Dinda. Jangan lakukan ini, saya mohon. Saya maafkan kamu, saya tidak akan menyalahkan kamu. Saya maklumi perbuatan kamu. Kamu pasti cemburu pada wanita itu, saya paham. Tapi tolong, jangan tinggalkan saya. Saya tidak bisa hidup tanpa kamu, Sayang. Kita sudah membahas sebelumnya, bukan. Pernikahanku dengan wanita itu hanya sementara."

"Iya jika sesuai rencana. Tapi takdir tidak mungkin berjalan semudah itu. Lagi pula aku juga sadar diri, Omah tidak akan pernah merestui kita. Jadi dibanding membuang waktu, lebih baik aku mencari laki-laki lain yang bukan hanya dia tapi keluarganya mencintaiku. Aku sudah sangat lelah dengan hubungan ini. Tolong hargai keputusanku!"

"Tidak, saya tidak mau. Dinda, Dinda!!" Dewa berteriak, panggilannya dimatikan begitu saja. Usahanya untuk menghubungi nomor Dinda kembali juga tidak membuahkan hasil.

"Kembalikan, nanti rusak!" Manda merampas kembali ponselnya, Sedayu memang memberi pesan agar setelah Dinda mematikan panggilan, ponsel itu harus segera diamankan.

"Apa-apaan kamu. Kemarikan ponselnya. Kemarikan!" teriak Dewa.

"Tidak akan."

"Wanita licik. Kamu pasti sudah mengadu yang tidak-tidak pada Omah sampai Dinda harus mengalah seperti ini. Harusnya saya bunuh kamu saja kemarin. Hidup saya hancur gara-gara kamu. Dinda saya pergi karena kamu!" sentak Dewa.

"Berhenti menuduh Amanda, Radewa!!" Tidak disangka-sangka, Sedayu rupanya telah kembali ke rumah. Dia berteriak kencang sekali menghentikan aksi Radewa yang akan kembali mencengkeram kedua bahu Manda.

"Kamu harusnya gunakan otak kamu untuk berpikir. Bagaimana kamu bisa terus menuduh Manda sebagai pelaku jika kamu bahkan tidak berada di lokasi saat kejadian itu. Wanita itu yang licik, dia yang sudah membuat karangan palsu, tapi kamu terus mempercayainya. Kamu benar-benar sudah dicuci otaknya oleh dia!" Sedayu mengerang semakin keras. Dia benar-benar benci keadaan dimana cucunya tidak paham mana yang benar dan mana yang salah.

"Omah!" Amanda tersentak, dia segera mendekap Sedayu saat wanita tua itu mulai memegangi dadanya. Jika sudah seperti ini, Manda yakin keadaan Sedayu sudah tidak baik-baik saja. Jantung orang tua memang lebih sensitif setaunya. Dulu dia pernah melihat kakeknya mengalami serangan jantung akibat amarah yang meluap-luap.

"Omah, Omah ke kamar saja ya, istirahat. Masalah ini biar Manda dan Dewa yang mengurusnya," kata Manda lembut sekali, sementara Dewa tak berani mendekat karena tangan Sedayu yang terangkat, menolak pertolongannya.

"Biarkan saja dia merenungi kesalahannya sendiri. Berikan rekaman CCTVnya. Sebelum dia mendapat maaf dari Manda, jangan biarkan dia keluar dari kamar ini!" Sedayu memberi perintah. Dia segera keluar dari kamar itu dengan tuntunan dari Amanda. Memang benar jantungnya telah lemah, terus beradu mulut dengan Dewa hanya akan membuat keadaannya semakin buruk.

Sesuai perintah dari Sedayu, seorang asisten memperlihatkan rekaman CCTV yang kemarin sempat diminta oleh penjaga yang menyusul ke Maldives. Di dalam rekaman itu terlihat jelas jika memang Dinda tergelincir.

Dewa menurunkan emosi, dia mengakui bahwa dia telah salah. Tapi sayangnya dia tidak bisa semudah itu meminta maaf karena dia dengan cepat dikurung kembali. Sedayu memang sengaja melakukannya agar Dewa tidak melihat dunia luar setidaknya untuk satu hari. Agar dia tidak bisa mencari keberadaan Dinda yang sebentar lagi akan dibawa jauh darinya. Bahkan Sedayu telah memerintahkan agar wanita itu diberikan identitas baru yang akan sangat tidak mungkin bisa dicari keberadaannya oleh Dewa.

Sebenci itu Sedayu pada Dinda, dan sesayang itu Sedayu pada Amanda hingga dia ingin hanya Amanda yang menjadi satu-satunya istri dari Radewa.

***

Up lagi up lagi, semoga seterusnya rutin setiap hari

Tinggalkan cinta kalian pada cerita ini dengan memberi like dan komen. Terima kasih sudah membaca, see you 🫶

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!