"Mau kasian tapi lo orang yang ngeselin!" Manda bersedekap tangan, dia kesal karena harus memastikan keadaan Dewa hingga dia perjanjiannya untuk bertemu teman-temannya batal. Terlalu banyak menangis membuat lelaki itu demam. Keadaannya sekarang memprihatinkan, badannya panas, sejak tadi mengigau menyebut nama Dinda.
Amanda juga tidak bisa berbuat lebih, sekali lagi dia tidak tahu keberadaan Dinda. Andai dia tahu, dia lebih baik memberitahukannya. Keadaan Dewa yang seperti sekarang hanya akan membawa kerepotan untuknya.
Dengan telaten Manda memeras handuk kecil yang telah direndam dengan air hangat. Dia basuhkan handuk itu pada tubuh Dewa yang berkeringat. Tadinya dia ingin meminta bantuan pada pegawai, tapi di sana baru tersedia pegawai perempuan. Tidak ada satupun dari mereka yang berani menyentuh pria itu.
Harus diakui, Dewa selain tampan juga memiliki tubuh yang bagus. Dia tinggi, ototnya kekar, pola makan dan juga kesehatannya pasti terjaga dengan baik. Pantas jika teman model Manda banyak yang memujinya, menganggap bahwa Manda beruntung sebab bisa menikah dengannya.
"Dinda." Manda terkejut bukan main, tangganya tergenggam oleh Dewa secara tiba-tiba. Lelaki itu mengigau lagi.
Pelan-pelan Manda menarik tangannya, namun bukan kebebasan, dia malan semakin terkurung usai Dewa menariknya ke dalam dekapannya.
"Jangan tinggalkan saya, Sayang. Saya tidak akan marah padamu. Saya minta maaf, maafkan saya. Tetap di sini bersama saya, saya tidak bisa hidup tanpa kamu."
Dalam nafas yang hampir tercekat Manda memutar bola matanya. Kata-kata manis para pria memang selalu sama. Tidak bisa hidup ucapnya, padahal saat ini dia masih bernafas dan menyusahkannya.
Kali ini Manda tak mau pelan-pelan, dia dengan kasar melepas dekapan Dewa. Tapi apalah daya, tenaga pria meski setengah sadar memang tetaplah kuat. Manda tertarik kembali, kali ini sampai dia tertidur di ranjang dan didekap semakin erat. Jangankan untuk kabur, bernafaspun dia sangat kesusahan.
"Dasar menyusahkan!" Manda mencari celah agar setidaknya dia bisa bernafas dengan lega. Baiklah untuk sementara dia biarkan tubuhnya disentuh seenaknya karena dia sendiri sangat kesulitan bergerak. Mungkin jika nyenyak nanti, dia akan terlepas.
Satu, dua, tiga, lima, sepuluh, tiga puluh menit, bahkan satu jam telah berlalu. Tapi cengkraman tangan Dewa sama sekali tidak mengendur. Lelahnya Manda yang berusaha lepas sejak tadi membuatnya tertidur. Wanita itu bersandar dengan baik dan tidur nyenyak usai dirinya dan Dewa sama-sama menemukan posisi nyaman tanpa sadar. Malam ini mereka memang ditakdirkan untuk bersama, di atas ranjang yang sama.
***
..."Maaf untuk semalam dan terima kasih karena kamu mau menjaga saya. Di bawah ada nasi goreng yang saya buat untuk kamu. Kalau tidak dimakan, berikan saja pada pegawai. Jangan dibuang. Saya hari ini ingin mencari Dinda, tolong kerja samanya." ...
"Pesan yang manis, tapi tidak perlu. Buat apa ijin dan buat apa membayar dengan sepiring nasi goreng. Lo pikir gue wanita penghibur yang harus dibayar!" Amanda membuang sepucuk kertas yang kini sudah dia remas ke dalam tong sampah. Apa-apaan, hanya karena menemani semalam, dia harus dibayar pula. Dia merasa lebih terhormat jika Dewa memberikan ucapan terima kasih secara langsung.
Tapi apa boleh buat, memang nasibnya hanya mendapat pesan tak berguna alih-alih mendapat ucapan sebab dia bangun terlalu telat. Sudah pukul tiga sore, harusnya nasi goreng yang disiapkan untuknya sudah lebih dari dingin. Manda segera turun ke lantai dasar untuk memastikan keadaan nasi goreng itu.
Di atas meja makan, tertutup saji, nasi goreng buatan Dewa masih berada di sana. Nasi goreng tanpa kecap dengan telor mata sapi di atasnya.
"Non, tadi pagi Tuan Dewa menitipkan pesan kalau Tuan Dewa membuatkan Non nasi goreng. Non mau makan, biar saya panaskan," celetuk seorang pelayan yang muncul dari dalam dapur.
"Ini beneran dia yang masak. Dalam rangka apa?"
"Mungkin Tuan sedang merindukan orang tuanya. Seingat saya Nyonya Sedayu pernah bilang kalau nasi goreng tanpa kecap buatan almarhum Mama tuan memang sarapan kesukaan Tuan Dewa. Tuan Dewa selalu memasaknya sendiri jika kebetulan ingin sarapan nasi goreng."
"Oh .... Tolong panaskan, Bi. Saya mau mencobanya."
Sepiring nasi goreng yang telah dingin dibawa pelayan ke dapur, sementara Manda duduk di kursi, menunggu kedatangan nasi gorengnya yang tak sampai lima menit sudah datang kembali. Dari baunya tidak terlalu meyakinkan, teksturnya juga kering meski sudah dipanaskan, tapi begitu satu suap masuk ke dalam mulut dan perlahan mengunyah, Manda mulai mengangguk setuju jika nasi goreng itu lumayan rasanya. Jika dia memakannya saat baru matang tadi pagi, mungkin dia akan setuju jika rasa nasi goreng itu enak.
Manda tidak bisa menghabiskan makanan yang kini tinggal separuh, dia memutuskan untuk membuangnya, meletakkan sendiri piringnya ke dalam wastafel. "Tadi Dewa pergi jam berapa, Bi?" tanya Manda.
"Jam enam Pagi, Non. Tuan juga bilang kalau dia mungkin pulang malam, jadi saya tidak perlu memasak untuk beliau. Non sendiri, mau dimasakin apa?"
"Gak perlu, saya juga mau keluar. Pulangnya malem juga sepertinya. Nanti saya bawa kunci cadangan, Bibi juga taruh kunci lain di karpet depan biar nggak usah nungguin Dewa pulang. Bibi istirahat saja. Nanti saya yang bilangin ke Dewa."
"Baik, Non."
Jika orang lain kira, wajah Amanda yang tegas membuat dirinya seperti wanita judes yang kasar dan jahat, padahal sebenarnya dia adalah wanita yang sangat lembut. Dia selalu memperlakukan orang dengan baik, apalagi jika mereka adalah bawahannya. Sikap rendah hatinyalah yang membuat pelayan yang dulunya bekerja di rumah Sedayu itu terkesan. Biasanya mau jam berapapun itu, dia harus membukakan pintu dan siap diperintah apapun itu.
Amanda memang baik, dia akan bersikap buruk jika yang dia hadapi berlalu buruk lebih dulu padanya.
"Waktunya buat gue bersenang-senang. Belum ada dua minggu jadi istri rasanya kepala gue berat banget!!" Amanda bergumam sendiri. Dewa pergi, artinya dia bisa mengatur janji yang semalam dia batalkan. Sungguh, dia butuh udara luar, udara bebas yang meringankan bebannya sejenak. Ada beban pikiran yang membuatnya sangat lelah meski tidak melakukan apa-apa. Dengan keluar sebentar dan bertemu teman, mungkin saat pulang nanti dia menemukan jawaban atas keputusan yang harus di ambilnya nanti. Semoga saja.
***
Setelah beberapa hari, bisa update lagi
Hai-hai pembaca setia, tinggalkan jejak kalian di part ini. Terima kasih sudah membaca, see you🫶
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments