Perjanjian Sedayu

"Manda, Amanda!!" Teriakan dan ketukan pada pintu, Dinda tak perlu waktu lama untuk dibukakan, dia merangkap masuk pada kamar yang ditempati istri kekasihnya itu tanpa ijin. Dia cari-cari keberadaan wanita yang kemarin sempat dituduhnya. Sayangnya pencariannya tak berbuah hasil, tidak ada tanda-tanda keberadaannya. Yang ada justru kehadiran seorang staff yang membawa alat-alat kebersihan.

Dinda yang curiga memberanikan diri untuk bertanya. Dia bisa berbahasa asing sehingga dengan cepat dia menemukan jawaban yang membuatnya kembali ke kamar Radewa.

"Jadi, aku sendirian di sini. Aku sengaja ditinggalkan?"

Dinda terdiam, dia remas kedua tangannya kuat-kuat. Sungguh pikirannya kalut sekali. Dia sanggup untuk sendirian, tapi bukan berarti ditinggalkan dengan tiba-tiba seperti ini. Ditambah khawatir pada Radewa yang diseret paksa.

Getar pada ponsel merubah atensinya. Dia buka sebuah pesan panjang yang turut menunjukan bagaimana Dewa sekarang.

"Dia pasti bersama Manda, tapi siapa yang mengirim pesan ini. Jika itu adalah Nyonya Sedayu, maka aku tidak boleh salah dalam menulis kalimat," gumamnya.

Tanpa ragu Dinda membalas pesan itu, menanyakan siapa dirinya. Namun saat akan mengirim satu pesan lagi, tanda centang pada pesannya berubah menjadi satu. Berbeda dengan pesan sebelumnya yang bercentang dua. Itu artinya dia memang sudah diblokir oleh nomor tersebut.

Dinda menarik napas, berjalan bolak-balik seraya menggigit ujung kukunya. Dia ada di antara bimbang untuk bertahan di Maldives atau kembali ke Jakarta. Jika dilihat dari kondisi Dewa, dia yakin lelaki itu baik-baik saja. Ditambah yang melakukannya adalah Sedayu, tidak mungkin kekasihnya itu akan diapa-apakan.

"Tapi kalau aku masih di sini, nanti Dewa merasa jika aku tidak peduli lagi padanya." Manda terdiam, cukup lama. Hingga beberapa menit berlalu akhirnya dia mengambil keputusan. Dia memang tidak boleh berlama-lama dalam kebingungan.

***

"Lapor Nyonya, wanita itu telah menyusul di pesawat yang berbeda. Keberangkatannya hanya terpaut tiga jam dari penerbangan yang dilakukan Nona Manda dan Tuan Dewa. Dia dijadwalkan mendarat setengah jam lagi."

"Terus awasi dia. Siapkan mobil karena saya ingin bertemu dengannya secara langsung!"

"Baik, Nyonya."

Sedayu menghela napas begitu panjang, menurunkan tubuhnya. Untuk sejenak dia ingin melemaskan otot-otot yang sejak tadi begitu tegang sebelum bertemu Dinda. Kali ini dia benar-benar dibuat pusing dengan kelakukan cucunya sendiri yang terus nekad bertemu wanita itu.

"Ternyata masih tahu malu. Tapi setelah ini, saya akan buat kamu tidak berani memandang dunia. Kamu salah karena meremehkan peringatan yang saya berikan!" tekan Sedayu.

Wanita tua dengan rambut sebahu itu tak asal bicara. Berita yang sebelumnya dia perintahkan untuk diunggah kini mulai tersebar di sosial media. Sedayu yakin, Dinda akan dengan cepat mendengar kabar itu karena dia jelas memiliki teman seprofesi yang tidak pernah ketinggalan berita gosip terbaru.

Dan Sedayu yakin, alih-alih mempertahankan hubungan, Dinda pasti akan memilih karirnya sebagai dokter. Sedayu jelas tahu, sekuat apa perjuangan Dinda untuk mendapat gelar tersebut.

Dengan keyakinan penuh, akhirnya Sedayu beranjak dari duduknya. Dia siap, siap untuk bertemu Dinda yang semakin hari semakin dibencinya itu.

Mobil telah disiapkan, akan dia temui Dinda saat masih berada di bandara. Adalah trik yang hebat menekan wanita itu di tempat umum.

Bersama dengan empat penjaga serta satu notaris pribadi, Sedayu setidaknya butuh waktu dua puluh lima menit untuk tiba. Dia segera menuju sisi pintu di mana Dinda akan keluar. Sungguh keberuntungan sebab seorang penjaga mengatakan jika wanita itu telah melangkahkan kakinya menuju lokasi di mana Sedayu kini berdiri.

Tatapan tajam menyambut kedatangan Dinda. Wanita itu sontak berhenti di tempat kala melihat Sedayu di depannya. Betapa takutnya dia sekarang sampai untuk sekedar memegang kopernya pun dia kesusahan.

Beberapa saat tak berkutik, Dinda akhirnya bergerak. Dia cengkram kuat-kuat pegangan kopernya dan mengambil sisi lain agar bisa berjalan. Tapi sayangnya, koper miliknya dicekal, dua orang penjaga berdiri di sampingnya, yang artinya dia harus mengikuti Sedayu mau tidak mau.

Sedayu memang sengaja ingin bertemu di tempat umum, tapi bukan berarti dia akan mempermalukan dirinya sendiri dengan berdiri di tengah orang-orang. Dia memilih sebuah restaurant di dalam bandara dan membuat Dinda duduk di depannya. Sementara ada notaris pribadi yang duduk di sampingnya.

"Mohon maaf, ada perlu apa Nyonya membawa saya ke sini?" tanya Dinda usai menelan ludah untuk mengumpulkan sisa-sisa keberaniannya.

"Kamu tau alasannya. Jangan berpura-pura bodoh!" tekan Sedayu.

"Sa, saya tidak melakukan apa-"

Sedayu menekan tongkat berjalannya ke lantai, kali ini tak sekeras yang dilakukannya saat menghadapi Dewa. "Kamu menghina saya dengan kepura-puraanmu itu. Kamu pikir saya bisa dibodohi oleh orang seperti kamu!"

Tangan Dinda gemetar, ditambah ponselnya terus berdering. Beberapa kali dimatikan ponsel itu terus saja menyala. Bahkan dia kehilangan kendali pada tangannya hingga ponsel itu harus terjatuh ke lantai.

"Angkat, kamu akan tau apa yang sudah saya balas atas perbuatan menjijikanmu itu!" sergah Sedayu, tanpa melihat ke arah wanita yang sudah berjongkok di lantai itu.

Dinda sempat melihat ke arah Sedayu sebelum dia mendapat kode anggukan dari notaris yang berarti dia memang harus menerima panggilan itu. Dia menjauh sedikit hingga beberapa saat dia dibuat semakin syok usai mendengar ucapan dari orang yang menghubunginya.

Gemetar pada tangan semakin hebat, Dinda yang setengah percaya membuka sejumlah artikel yang diterimanya. Kini kabar tentang dirinya yang menjadi duri di rumah tangga orang lain telah ia ketahui. Pesan dari teman-temannya semakin banyak berdatangan karena memang sebelumnya ponselnya berada dalam mode penerbangan. Bahkan dari pihak rumah sakit tempatnya bekerja juga sudah mengirim email yang mana dari judulnya saja sudah terlihat jelas bahwa dia mendapat hukuman keras yang mana dia akan diberhentikan jika tidak bisa membantah gosip yang sudah beredar luas itu.

"Nona Dinda, jika anda ingin kabar itu ditarik kembali, segera baca dan tanda tangani kesepakatan yang kami buat," celetuk notaris pribadi Sedayu.

Dinda seketika menoleh, dia melihat pada sedayu yang masih mengalihkan pandangan dari dirinya. Dia lantas memasukkan ponselnya pada saku celana dan kembali duduk.

"Ke-kesepakatan seperti apa. Bo-boleh saya baca sekarang." Lelah dan takut, Dinda benar-benar terintimidasi hingga dia kesulitan untuk berbicara, lagi-lagi dia juga gemetar menerima kertas yang notaris itu sodorkan.

Butuh waktu cukup lama untuk Dinda membaca dan memahami empat poin kesepakatan yang di antaranya berisi tentang dia yang harus meminta maaf pada Manda atas tuduhannya. Dia yang harus menjelaskan pada Dewa tentang kebenaran atas kejadian di Maldives kemarin. Dia yang harus memutuskan hubungan dengan Dewa. Dan dia yang harus pergi jauh dari Dewa agar profesinya masih bisa di selamatkan. Jika tidak menyetujui keempat poin tersebut, maka jangan harap artikel tentangnya akan diturunkan. Bahkan jika dia tetap teguh untuk bertahan, maka Sedayu mengancam akan lebih banyak lagi membuat tuduhan.

"Manda bahkan sudah sebaik itu untuk tidak memberitahukan kedatangan kamu di hari pertama. Tapi kamu justru menuduhnya dan membuat dia dibentak oleh Dewa. Kamu, benar-benar wanita tidak tahu diri!" sentak Sedayu.

"Nyo-nya, saya minta maaf. Maafkan saya Nyonya!" Dinda bersujud, dia kalah telak. Salahnya sendiri berani menuduh Manda yang sudah baik padanya.

"Saya tidak membutuhkan maaf kamu. Saya butuh secepatnya tanda tangan kamu. Iya, atau tidak!" Sedayu menjauhkan kakinya.

Dinda terdiam, dia ingin berpikir tapi sepertinya dia memang tidak memiliki waktu untuk itu. Segera dia bangkit kembali dan menandatangani perjanjian tersebut.

"Saya tetap akan mempertahankan profesi saya. Tolong, jangan ganggu saya lagi." ucapnya memohon.

"Harusnya saya yang mengatakan hal itu." Sedayu pergi, urusannya telah selesai dan dia tidak mau berlama-lama di sana. Biarkan notarisnya yang bekerja karena dalam perjanjian tersebut dia juga menuliskan akan membantu Dinda mendapat tempat di rumah sakit yang baru, yang lokasinya jauh dari Dewa.

Sedayu pikir ini akan berjalan alot, tapi memang tebakannya benar, Dinda tidak akan semudah itu melepas profesinya. Jika bertahan dengan Dewa, yang ada hidupnya juga akan semakin sengsara.

Nyatanya Dinda memang tidak punya kesempatan untuk menolak isi perjanjian tersebut. Dia kalah telak.

***

Makin seru gak?

Kira-kira Dinda akan benar-benar setuju gak ya?

Betah menunggu ya guys, sampai ketemu di part selanjutnya

Jangan lupa tinggalkan cinta kalian untuk cerita ini dengan like dan komen 🫶

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!