Setengah Sadar

Baru beberapa hari, tapi rasanya sudah bertahun-tahun Amanda tidak bertemu teman-temannya. Wanita cantik yang sedang tertawa lepas itu mengangkat gelas berisi wine ke udara. "Let's having fun tonight!" teriaknya sontak disauti oleh empat teman lain yang merupakan dua pasangan itu. Dia dan keempat temannya itu sedang berada di sebuah club malam.

Amanda menjadi satu-satunya yang murni berdarah Indonesia di sana. Bukannya kalah, aura kecantikannya justru yang menyeruap lebih hebat dibanding dua teman wanitanya. Pesonanya memang bukan main, wajar saja dia masih gadis, pernikahannya belum membuatnya kehilangan mahkota.

Malam ini, dia akan melupakan masalahnya sejenak, ingin bersenang-senang tapi berjanji pada diri sendiri tidak akan sampai kelewatan. Tubuhnya punya toleransi tinggi pada alkohol, dia tidak akan mudah mabok nantinya.

"Kapan kembali ke dunia modeling. We need you. Beberapa brand nggak mau memakai model lain," celetuk teman lelakinya yang berdarah Belanda. Bisa dibilang dia adalah atasannya karena bekerja di management yang sama.

"I don't know. Ribet, harus ijin suami dulu," sahut Manda. Memang betul, setidaknya dia harus mengatakannya pada Radewa agar nantinya dia mendapat ijin dari Baron.

"Suami lo ngekang?" tanya teman wanita berambut blonde.

Manda menggeleng. "Hanya mencoba menjadi istri yang baik."

Jawaban Manda sontak mendapat sorakan. Mereka tidak menyangka jika wanita sebebas Amanda mulai menjalani hidupnya dengan aturan-aturan yang tidak tertulis seperti itu.

"Ngomong-ngomong brand apa yang nyari gue. Siapa tau pulang nanti gue lagi mood ngomong, biar sekalian basa-basi ke suami."

"Pakaian dalam salah satunya. Udah dari tahun kemarin mereka pengin banget lo jadi model brandnya. Karena katanya badan lo yang paling sesuai untuk mempresentasikan barang mereka."

"Wow, menarik. Tapi gue pikir ulang. Terlalu terbuka."

"It's okay. Gue juga nggak akan memaksa karena gue tau posisi lo sekarang sebagai apa. Think slowly."

Amanda mengangguk, meneguk wine-nya yang tersisa seteguk. Sebenarnya menjadi model pakaian dalam sudah menjadi wishlistnya dari lama. Tapi melihat bagaimana background keluarganya, dia kerap berpikir berulang-ulang hingga akhirnya dia memutuskan untuk tidak mengambil pekerjaan itu. Takut kedua orang tuanya akan syok nantinya. Sungguh resikonya begitu besar.

"Manda, bukannya itu suami lo?"

Manda segera memutar kepalanya searah jarum jam di angka tiga. Ucapan temannya memang benar, Dewa ada di sana. Keluar dari sebuah ruangan dalam keadaan setengah sadar.

"Gue rasa gue harus pergi. Sorry and see you later!" Tanpa embel-embel apapun lagi Manda segera beranjak dari duduknya. Dia tidak bisa bersikap tenang atau nanti temannya akan curiga. Tapi meski hanya pura-pura menjalin hubungan, rasa khawatir itu memang ada walau hanya seujung kuku.

"Dewa!" Panggil Manda pada sosok pria yang berjalan sempoyongan. Dia segera menahan bahu suaminya itu, "are you drunk?" tanyanya meski dia tau jawabanya.

"Siapa? Ah... Amanda. Hai, istri!" Dewa menyapa, melambai tangan dengan masih sempoyongan. Mendengar jawabannya saja sudah dipastikan jika lelaki itu hampir hilang kesadaran.

Amanda dengan kesadaran penuh segera membawa Dewa ke dalam mobilnya usai mencari-cari keberadaan kunci yang ditemukan di dalam saku celana. Sengaja Manda tidak pulang dengan mobilnya sendiri karena dia tau akan lebih beresiko jika Sedayu menemukan fakta bahwa Dewa sehabis dari sana jika mobil pria itu yang ditinggalkan.

Masih bisa berjalan sendiri tidak begitu menyulitkan Manda untuk membuat Dewa akhirnya duduk tenang. Begitu seat bealt dipasang, dia segera melajukan mobil itu. Hanya sepuluh kilo meter jarak rumah dan club, Manda cukup berkendara lima belas menit untuk sampai.

"Kamu mau apa?" Dewa menahan tangan Manda yang sedang membuka seat bealt yang menjaga pria itu. Mata mereka bertemu, senyum Dewa mengembang. Manda tau jika senyum itu ada karena pengaruh alkohol, tapi Manda tidak tahu bahwa dua detik setelahnya, Dewa mencium bibirnya. Ciuman itu sekedar sentuhan, Manda berhasil mengelak, tapi tidak pada tarikan kedua saat Dewa menyentuh tengkuk lehernya.

Entah setan dari mana, begitu Dewa mulai menghisap bibir bawahnya, Manda dengan sukarela ikut menghisap bibirnya. Saat pria itu mulai menjulurkan lidah, Manda juga dengan sukarela memberikan lidahnya. Rasa alkohol yang tersisa menjadikan ciuman itu semakin panas dirasa. Manda bagai terbang sebelum akhirnya disadarkan saat nafasnya mulai tercekat. Matanya membulat lebar, menyadari bahwa dirinya telah salah.

Tidak mau lagi terlena, Manda menyingkir lebih cepat. Tidak lagi membantu Dewa yang masih tergeletak di dalam mobil.

"Bi, bawa Dewa masuk, dia ada di dalam mobil dalam keadaan setengah mabuk. Minta bantuan pelayan yang lain untuk membawanya," kata Manda gugup begitu melihat pelayan keluar dari arah dapur. Mereka setengah kaget karena mereka pikir Manda akan pulang terlambat. Tapi Manda tak kalah kaget, terlebih dia juga sedang mengumpulkan kewarasan setelah kejadian tadi. Dia juga langsung naik tangga, membuat para pelayan bingung saja. Mereka terpaksa mengangguk karena siapa lagi kalau bukan mereka yang membawa Dewa masuk.

***

Perkara mudah untuk bisa tidur dengan tenang meski semalam Amanda telah melakukan kebodohan, namun perkara yang sulit untuk bersikap tenang saat akhirnya dia bertemu kembali dengan Dewa di ruang makan. Pagi ini dia bangun lebih awal, lebih segar dari sebelumnya, tapi nyalinya langsung menciut begitu dia duduk di depan pria itu. Untunglah meski sudah berbaikan, dia tidak punya kewajiban untuk berbasa-basi. Dia mengalihkan pandang saja pada ponsel yang kebetulan dia bawa juga.

"Terima kasih sudah membawa saya pulang dengan selamat," kata Dewa.

"Hmm," balas Manda, tersenyum dan melirik sekilas.

"Maaf kalau saya kelewatan. Saya tidak sadar."

Manda tersedak jus jeruk yang sedang dia teguk, sudah mau dilupakan kenapa pula harus diingatkan. Bukankah lebih baik kalau mereka tidak perlu membahasnya meski saat sadar Dewa menyadari kejadian semalam.

"Bekas lipstik kamu masih menempel di bibir saya saat saya berkaca tadi pagi. Saya mengingat saat saya menarik leher kamu semalam. Saya tidak sadar, maafkan saya."

"Lupakan. Aku juga salah karena tidak bisa menghindar. Jangan dibahas lagi, okay." Rasanya geli sekali. Manusia yang beberapa hari lalu menjadi musuh tiba-tiba menjadi partner berciuman. Rasa-rasa Manda tidak punya harga diri sekali.

"Mungkin bagi kamu tidak masalah, tapi bagi saya itu adalah problem besar. Saya harap lain kali jika saya mabuk, kamu jangan mendekat pada saya. Saya takut kehilangan kontrol karena yang saya pikirkan dalam keadaan tidak sadar pastilah Dinda. Saya tidak mau mengkhianati dia."

"Yayaya. Lakukan saja sesukamu, aku gak akan ikut campur lagi."

"Kamu cemburu?"

"Untuk?" Manda menghentikan aktifitasnya yang sedang memotong roti dengan pisau dan garpu. Dia naikkan sebelah alisnya, pertanyaan yang dilontarkan Dewa sangatlah konyol baginya.

"Saya rasa kamu bukanlah kamu yang kemarin. Kamu terlalu pendiam. Membuat saya curiga kalau sebenarnya kamu tahu keberadaan Dinda. Katakan saja, saya tidak akan marah."

Habis sudah kesabaran Amanda, dia letakkan garpu dan pisaunya secara kasar. "Kalau aku tahu keberadaan wanita itu sejak awal, sudah aku beritahukan kepada kamu, Radewa. Kamu pikir aku mau direpotkan merawat kamu yang demam, membopong kamu yang mabuk seperti semalam. Kalau bukan karena aku memikirkan nasib kamu jika seandainya Omah tahu kamu mabuk-mabukkan, sudah aku tinggalkan kamu semalam."

"Aku rasa kesepakatan kita untuk berdamai batalkan saja. Aku benar-benar tidak sudi berkomunikasi dengan manusia bodoh yang terus-terusan menuduhku tanpa melihat dari sisi lain lebih dulu. Mari menjadi asing seperti sebelumnya, urus saja urusanmu dan jangan melibatkan aku. Tanyakan saja pada Omahmu di mana keberadaan wanita itu!"

Amanda meninggalkan ruang makan. Dia naik kembali menuju kamarnya. Hilang sudah seleranya untuk sarapan. Lebih baik dia bersiap untuk pergi kembali. Muak berada di satu atap yang sama dengan laki-laki yang tidak bisa diajaknya berkomunikasi baik-baik.

***

Definisi tidak tahu diri ya Radewa

Kalau sudah begini kira-kira Manda bakal berubah pikiran gak ya?

Tunggu di part selanjutnya, terima kasih sudah membaca. Janĝan lupa tinggalkan like dan komen kalian🫶

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!