Rasa gemuruh marah terus merasuki dada, Dewa selama perjalanan satu jam dengan helikopter menuju Jakarta dan sepuluh menit dengan mobil menuju kediamannya tidak sedikitpun tenang. Gara-gara foto Amanda yang hanya mengenakan pakaian dalam amarahnya langsung memuncak. Meski foto itu blur, tetap saja di mata Dewa itu jelas terlihat, dia sama sekali tidak menyukainya.
Hari telah malam dan Radewa tetap akan memperdebatkan tentang masalah foto itu.
"Di mana Amanda?" tanyanya sesaat setelah pelayan membuka pintu.
"Seharusnya ada di kamar, Tuan. Saya tidak melihatnya turun soalnya."
Dewa segera melangkah menuju lantai dua. Dengan ekspresinya yang menahan marah itu jelas menimbulkan tanda tanya, tapi para pelayan jelas tidak berani bertanya balik atau sekedar mengikutinya. Mereka hanya bisa saling bertanya satu sama lain karena mereka juga bingung sebab sebelumnya mereka sudah mendapat kabar jika pria itu akan pulang besok.
"Buka pintunya!" Dewa berseru sebelum mengetuk.
"Amanda!" teriaknya sebab wanita itu tidak bisa bergerak cepat.
"Ada apa sih!" Manda terkejut, dia sedang asik menonton serial luar negri, tak menyangka dengan kehadiran Dewa yang gerak cepat masuk ke dalam kamar dan menutup pintu yang dibukanya tadi.
"Apa!" sentak Manda, dia takut malam itu kembali terulang.
"Kenapa tidak bilang kalau pemotretan kamu seperti itu?" tanya Dewa melemah.
"Harus?"
"Iya harus!"
"Kenapa harus?" Manda bersedekap tangan.
Radewa terdiam. Selain alasan kesal yang tiba-tiba datang, dia belum menemukan alasan yang realistis untuk didengar.
"Nggak ada keharusan kan. Ingat, Dewa, ingat dengan perjanjian kita. Jangan membuat masalah dan bersikap tenang. Nggak ada hak kamu mengaturku. Cukup beritahukan pada Papa jika kamu sudah mengijinkan."
"Tapi saya belum mengijinkan!"
"Apa alasannya. Kasih aku alasan yang spesifik!"
Manda berohh panjang, tersenyum licik. "Kamu bukan sedang tidak rela tubuhku yang indah ini dilihat banyak orang kan," tuduhnya.
"Mana ada, saya tidak peduli. Siapa juga yang mengatakan jika tubuh kamu indah. Tubuh kamu jelek!"
"Cih yasudah kalau jelek, nggak usah ngatur!"
"Mana bisa begitu, nama baik dua perusahaan dipertaruhkan. Terutama perusahaan saya. Omah pasti syok kalau tau menantunya doyan pamer tubuh!"
"Nggak peduli. Kalau Omah marah yasudah. Bukannya bagus, Omah jadi tidak suka lagi padaku."
"Kalau jantungan bagaimana!"
"Nggak akan. Omah nggak selemah itu. Udahlah, orang cuma foto begituan aja dipermasalahkan. Justru kamu harusnya bangga, karena kalau aku berhasil naikin engagement dan juga penjualan barang tersebut, berarti aku model yang hebat. Ada kesempatan yang besar untuk aku menjadi Victoria Angels."
Dewa menggeleng tegas dengan telunjuk yang terangkat. "Batalkan kerja samanya. Saya yang akan bayar pinalti."
"Enggak mau!"
"Harus!"
"Enggak Dewa enggak. Kamu sudah janji nggak akan ganggu aku lagi!"
"Kali ini tidak bisa. Foto itu nggak boleh tersebar. Saya akan mengurusnya secepatnya."
Manda merampas ponsel yang baru Dewa ambil, dia juga segera berpindah tempat untuk mengunci pintu dan membuang kuncinya ke arah yang tidak pasti.
"Aku nggak akan biarin itu terjadi."
"Jangan main-main, Manda. Kamu bukan anak kecil. Berikan ponsel saya."
"Bodo amat. Aku nggak mau, kecuali kamu bersedia untuk enggak mengganggu urusanku."
"Amanda...."
"Enggak ya enggak!"
"Jangan salahkan saya kalau kamu kenapa-napa."
Manda berkerut dahi. Perubahan wajah Dewa begitu cepat dari yang masih tersenyum menjadi datar. Lelaki itu terus mendekat yang membuat Manda mau tidak mau harus menghindar. Dia berjalan mundur, seraya mewaspadai gerakan dari suaminya itu.
"Jangan macam-macam!" ancam Amanda.
Dewa tetap membisu, tetap terus mendekat hingga buruannya terjatuh di atas ranjang. Lelaki yang masih mengenakan setelan jelas itu perlahan membungkuk. Dia intimidasi Amanda dengan tatapannya hingga wanita itu kehilangan cara untuk kabur.
Dekat dan semakin dekat. Wajah keduanya hanya terpaut beberapa senti.
"Bodoh!" olok Dewa pada Amanda yang terpejam mengira dirinya akan dicium, padahal Dewa sengaja melakukannya agar fokus pada ponsel teralihkan dan dia bisa mengambil ponselnya kembali.
"Ya!!!!!" teriak Amanda.
Dewa tersenyum, dia tarik Manda ke dalam pelukannya. Hanya dengan satu tangan dia bisa membuat wanita itu kesulitan berkutik.
"Halo, Pak. Maaf saya mengganggu waktunya malam-malam. Saya ingin meminta bantuan. Tolong hubungi agensi model istri saya. Minta mereka batalkan kerja sama dengan brand pakaian dalam. Katakan jika saya bersedia membayar biaya pembatalan kontraknya. Selesaikan secepatnya ya, Pak."
"Baik, Tuan."
Hanya dengan satu kali membuka suara, tujuan Dewa tercapai. Menghubungi manager perusahaan yang sudah bekerja dua puluh tahun lamanya dan sudah menjadi orang kepercayaan maka masalahnya akan cepat teratasi.
"Radewa!!"
"Iya, Sayang. Ada apa, hmm?" Dewa melempar ponselnya yang baginya sudah tidak berguna lagi. Dia dekap Amanda dengan kedua tangan sehingga wanita itu semakin kesusahan.
"Pintu ditutup rapat, kunci dibuang. Kamu mau apakan saya, Hmm?" goda Dewa.
"Bunuh kamu!"
"Bagaimana caranya. Bergerak pun kamu tidak bisa."
"Lepas!"
"Tidak mau, nanti saya dibunuh."
"Radewa!!!!!!!"
"Iya, Amanda. Jangan berteriak, saya mendengarnya." Dengan mudah Dewa membawa dirinya berbaring di atas ranjang dengan Manda yang berada di atasnya, "saya lelah sekali, saya ingin tidur."
"Pergi ke kamarmu sendiri!"
"Sudah nyaman di sini."
"Kalau begitu lepas, biar aku yang pergi!"
"Tidak boleh, saya mau ditemani kamu."
"Mesum!"
"Apanya yang mesum, kita suami istri. Lagi pula saya hanya memeluk."
Dewa menjatuhkan Amanda di sebelah sisinya. Dia peluk dari belakang wanita yang sengaja dia hadapkan ke arah jendela. "Saya mau tidur seperti ini. Biarkan saya peluk kamu."
Amanda berdecih, dia jelas tidak sudi. Dia gigit pergelangan tangan Dewa hingga akhirnya dia bisa terlepas.
Dengan cepat dia ambil kunci yang dia lihat terjatuh di bawah lemari. "Silahkan tidur yang nyenyak Tuan Radewa!" teriaknya membanting pintu yang berhasil dia buka.
"Harus saya akui, kamu memang menggemaskan, Amanda," kata Dewa tersenyum.
Senyum sekilas karena Dewa segera menampar pipinya. "Bicara apa kamu Radewa. Sadar, dia adalah monster yang sudah menggigit tanganmu hingga berdarah," katanya lagi seraya mengibas tangan. Baru dia rasakan sakitnya gigitan Amanda.
"Awas kamu, nanti saya balas!" geramnya.
***
Aw Awa, gemas sekali mereka, sayang banget kalau gak dibuat jatuh cinta
komen dan like ya sayang, ramaikan cerita ini🫠
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments