Siapa sangka bahwa sebuah perjanjian singkat di malam yang damai tujuh hari lalu menjadi kenyataan. Pernikahan Amanda dan Radewa juga dipersiapkan sesingkat perjanjian mereka.
Berlangsung di sebuah gedung mewah dengan dekor yang megah. Karpet merah yang terbentai telah dipenuhi manusia juga rentetan meja dan kursi. Perjanjian pernikahan telah dilakukan tiga puluh menit lalu dan berlanjut dengan acara resepsi.
Hidangan dan hiburan penyanyi yang menampilkan suara merdunya menambah keramaian acara pernikahan. Sementara Manda dan Dewa berdiri bersama berpura-pura menikmati suasana.
"Kapan acaranya selesai?" Manda bertanya, menutupi bibirnya dengan buket bunga.
"Saya tidak tahu," jawab Dewa, cuek.
Manda berdecih. Dia pikir Dewa akan tahu karena dia yang terlibat lebih banyak pada persiapan acara.
"Ada banyak pasang mata, jangan menunjukan ketidaksukaan kamu. Saya tidak mau ada asumsi buruk tentang saya."
"Iya!"
Terbayang sudah akan semenyebalkan apa kehidupan pernikahan mereka nanti. Amanda beberapa kali mencari tahu detail kehidupan Dewa. Laki-laki itu tidak sefleksibel hidupnya. Ada banyak sekali kekakuan, dan image baik yang harus dijunjung baik-baik. Bahkan tidak ada foto dimana dia bersenang-senang di luar.
Berbeda sekali dengan kehidupan Amanda yang penuh huru-hara. Model glamour yang kerap kali bepergian dengan kawan sejawatnya. Pamer kebahagiaan sudah menjadi rutinitasnya setiap hari.
Menit demi menit berlalu, tamu satu persatu meninggalkan acara. Ballroom yang ramai perlahan sepi.
"Pah, kita sudah boleh istirahat, kan. Aku lelah sekali," rayu Manda pada Baron.
Keluarga dari Dewa ikut mendekat. Sedayu yang merupakan Omah dari Dewa menepuk bahu cucu menantunya. "Pergilah, kalian memang harus menghabiskan waktu berdua."
"Dewa, tuntun Manda baik-baik. Kamar kalian, sudah tahu kan?"
"Sudah, Omah. Kalau begitu, Dewa pamit dulu."
Radewa dan Amanda bertingkah sangat baik. Mereka saling bertukar senyum sembari meninggalkan ruangan. Dewa juga menuntun istrinya sesuai permintaan Sedayu. Tapi begitu keduanya masuk ke dalam lift yang akan menghantarkan mereka menuju kamar hotel yang telah disiapkan, sikap mereka kembali seperti semula.
Dewa melepas tangannya, menepuk telapaknya pelan-pelan. Begitu juga dengan Amanda, dia mengusap kedua lengannya yang tadi disentuh suaminya.
"Kamu tidur di sofa," celetuk Dewa.
"Ya."
"Ckk, tidak mau membantah?"
"Malas berdebat!"
"Baguslah. Kalau bisa terus menjadi penurut seperti ini. Saya tidak suka perempuan pembangkang."
"Pandai menginjak rupanya," lirih Manda.
"Maksud kamu!"
"Tidak apa." Manda melangkah lebih keluar lebih dulu saat pintu lift telah terbuka. Dia mengangkat gaunnya yang sedikit berat, "kamar yang mana?" tanyanya.
"Ada penjaga di luar pintu, bersikap seperti tadi." Dewa kembali menyentuh kedua lengan Manda yang pasrah, memutar bola matanya.
Dari posisi lift, keduanya berbelok ke kiri. Benar kata Radewa jika kamar mereka dijaga oleh dua orang dengan pakaian serba hitam.
"Kalian istirahat saja. Saya bisa menjaga diri saya," kata Dewa.
"Baik, Tuan."
Dengan sekali perintah, kamar berpenjaga itu lenggang. Mandan kembali melangkah lebih dulu. Dia yang tahu jika beberapa barangnya telah dipindahkan ke sana segera membuka koper. Sungguh, dia lelah sekali, ingin segera berganti pakaian, menghapus make up dan tidur.
"Saya yang mandi lebih dulu. Kamu pasti salah satu manusia lelet, saya tidak suka membuang waktu," celetuk Dewa tanpa melihat.
"Hmm," Manda membalas tak kalah cueknya. Dia mengambil pouch make up dan mulai membersihkan wajahnya.
Manda lelah dan pasrah meski dia tidak suka dikatai sebagai perempuan lelet. Hanya saja, energinya telah habis untuk meladeni Dewa yang sepertinya memang tengah menguji kesabarannya sejak tadi.
Waktu berlalu kembali. Dua puluh menit berlalu dan Dewa telah selesai dengan bebersihnya. Tanpa disuruh, Manda yang telah menunggu segera masuk ke dalam kamar mandi, menguncinya rapat-rapat.
"Perempuan aneh. Tapi syukurnya dia tidak banyak bicara." Dewa menghela napas, duduk di tepian ranjang, membuka ponsel yang sejak acara berlangsung dimatikan.
Rentetan ucapan selamat satu persatu masuk. Entah dari aplikasi pesan khusus atau fiture pesan di aplikasi sosial media memenuhi notifikasinya, namun yang menjadi tujuan utama adalah pesan khusus dari salah satu orang spesial. Dewa beranjak dari duduk dan keluar dari kamar itu tanpa meninggalkan pesan sedikitpun untuk Manda.
Berlari, masuk ke dalam lift, Dewa terburu-buru sekali menuju lobby hotel di mana ada orang spesial itu.
Dewa berlari kembali saat matanya menangkap orang spesial itu hendak berlari darinya.
"Din, mau ke mana. Saya di sini!" seru Dewa berhasil menahan lengan Dinda, kekasihnya. Iya, Radewa memang memiliki kekasih, tapi sayang hubungannya tidak disetujui Sedayu karena perbedaan derajat mereka.
"Aku pikir kamu nggak akan keluar. Aku sudah menunggu dua jam, sudah lama sekali. Kakiku mulai pegal, jadi aku pikir aku harus menyelamatkan diriku sendiri. Aku mau pulang, kamu kembali saja, Dewa. Istri kamu pasti mencari kamu." Dinda yang memakai topi mendongakan kepalanya.
"Enggak, Din. Jangan pergi. Aku butuh kamu, aku antar kamu pulang ya. Kita mengobrol sampai pagi."
"Jangan Dewa, jangan jadi laki-laki jahat. Jangan membuat aku menjadi jahat. Kasian istri kamu."
"Aku nggak peduli, Dinda. Yang aku cinta hanya kamu. Toh kamu juga tahu perjanjian itu. Pernikahan ini hanya sementara."
"Jangan kotori pernikahan itu sekalipun pernikahan kalian hanyalah sementara. Kita harus tetap menjaga jarak, jangan mengotori nama baik kamu. Aku pulang sendiri ya, dengan melihat kamu sekarang, rindu yang aku pendam sejak tadi sudah lunas rasanya."
"Kamu selaku baik. Aku nggak akan pernah menemukan perempuan sebaik kamu. Maafkan aku karena membuat hubungan kita berada dalam masalah rumit seperti ini."
"Bukan salah kamu, Dewa. Salahku yang tidak tahu diri mencin..."
Dewa memberi kecupan di bibir Dinda. Dia menurunkan topi Dinda untuk semakin menutupi wajahnya. "Saya antar. Saya tidak peduli jika ada orang yang melihat. Tunggu di sini."
Mobil yang terparkir di depan lobby dimasukki oleh Dewa. Dia menyiapkan mobil itu sebelumnya karena dia dan Dinda juga sempat membuat perjanjian untuk bertemu seusai acara pernikahan.
****
Mengantar dengan selamat, sempat mengobrol setidaknya satu jam, suasan hati Dewa damai sekali. Dia kembali ke hotel dengan wajah sumringah sebelum dia melihat kehadiran Sedayu di pintu masuk hotel.
Meski ragu, Dewa keluar dari mobil dengan berusaha tetap tenang. Dia punya alasan jika Sedayu bertanya.
Plak!
Tamparan keras di tengah sunyinya malam. Alih-alih menyapa, Dewa sudah lebih dulu mendapat tamparan itu.
"Berhenti menemui perempuan itu sebelum Omah bertindak nekad. Omah bisa melakukan apa saja pada perempuan murahan itu, Radewa!" ancam Sedayu, mengangkat jari telunjuknya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments