Terjebak Cinta Si Perawan Tua
Acara kumpul keluarga setiap selesai lebaran kadang membuat seorang Malena Rachman tak pernah merasa nyaman. Para tetua di keluarganya selalu saja bercerita setinggi langit tentang pencapaian yang telah mereka dapatkan.
Keadaan ekonomi yang paling sering mereka perbincangkan. Tentang kesuksesan mereka menjadi seorang petani cabe dan juga peternak ayam petelur.
Kartina, ibu Malena yang hanya mengandalkan pendapatan dari buruh tani biasanya hanya diam dan menyimak pembicaraan. Ibunya yang miskin itu memang berbeda dengan saudaranya yang lain. Ia tidak mampu secara ekonomi tapi Malena ia sekolahkan sampai sarjana agar bisa hidup lebih baik daripada dirinya.
Pembicaraan itu pun semakin jauh menggelinding. Dari tema harga emas, harga tanah, dan harga kendaraan, kini mereka membahas tentang pernikahan.
Pandangan om dan tantenya itu tiba-tiba langsung mengarah padanya dan langsung membuat jantung Malena berdebar. Ia takut kalau orang-orang itu akan menanyakan kapan ia menikah seperti sebelum-sebelumnya.
Karena kata mereka, ia sudah terlalu tua tapi belum juga mendapatkan pasangan.
Dengan menundukkan pandangannya, ia pun berpura-pura sibuk. Mengatur kue-kue kering di atas meja dan menuangkan minuman dingin ke dalam gelas-gelas untuk para tamu.
Sungguh, mereka tidak tahu, kalau ia sangat tidak suka dengan pertanyaan seperti itu.
Cukuplah desas-desus tetangga kostnya di kota yang juga sering menyindirnya dengan istilah perawan tua.
"Duduk sini Len," panggil salah satu kerabatnya.
"Iya tante," sungkan Malena dan berpikir untuk kabur agar tidak lagi menjadi pusat perhatian.
"Ayok sini. Kita ngobrol banyak," panggil wanita itu lagi. Malena tersenyum. Dan demi menghormati para orang tua, ia pun duduk dan bergabung dengan anggota keluarga lainnya. Menyimak dan mendengarkan pembicaraan orang-orang.
Meraih kue kering yang selalu jadi favorit semua orang, yaitu nastar keju, ia pun mengunyahnya pelan.
"Adik sepupu kamu sudah ada yang lamar lho Len," ucap tante Yati yang duduk di seberang meja Malena.
"Oh Alhamdulillah tante," jawab gadis itu singkat dan tanpa ekspresi. Ia melanjutkan mengunyah kue nastar potongan kedua sebagai bentuk usahanya membuat tameng yang kuat agar tidak ada pertanyaan berikutnya dari semua orang.
"Kamu kok belum ya, padahal kamu malah lebih tua daripada Sri." Tante Yati kembali bersuara dengan tatapan lurus pada Malena.
Gadis itu menghela nafasnya. Ia pikir tante Yati sudah tidak ingin menyambung percakapan yang sensitif ini tapi, eh tahu-tahunya, wanita berusia 60 tahun itu masih saja ingin menyudutkannya.
"Kalau dipikir-pikir, kamu sebenarnya cantik dan lebih menarik daripada Sri, tapi kok bisa ya, kamu belum laku juga."
Malena tersenyum meringis, perkataan wanita paruh baya itu begitu sarkas dan membuat kupingnya seketika sakit.
"Mungkin karena belum ada jodoh aja tante. Insyaallah akan ada jodohnya kok tapi belum sekarang." Malena menjawab santai, tepatnya berusaha santai sembari menggigit lagi kue nastar favoritnya.
"Eh jodoh itu tak akan datang sendiri tapi harus diusahakan juga. Kamu sih pakai pakaian tertutup seperti itu jadi laki-laki pada takut untuk mengenalmu. Kalau bisa jilbabmu itu dilepas saja dulu. Biar orang bisa lihat, kalau kamu itu sebenarnya cantik."
Malena tersenyum. Untuk pertama kalinya ia mendapatkan pujian dari wanita tua itu.
"Keluarga kita dari keturunan yang bagus bibitnya Len, lihat ibumu, cantiknya mengalahkan kita-kita semua disini. Tapi sayangnya rejekinya gak bisa mengalahkan kita," ucap tante Yati dengan ujung bibir terangkat.
"Dan ya, makan kamu juga dikurangilah, agar kamu gak gemuk kayak gentong. Nanti tambah lebih tua lagi kamu."
"Uhuk uhuk uhuk."
Malena tersedak. Ia pun cepat-cepat meraih minuman dingin dihadapannya dan meneguknya hingga tuntas. Baru saja ia diangkat ke langit eh, malah langsung dilempar ke selokan dengan sangat sadis.
"Kita semua malu lho kalau ada anggota keluarga kita yang jadi perawan tua. Iyya 'kan?"
Deg
Malena kembali tersinggung dengan bacot sang tante. Ia pun mengangkat wajahnya kemudian memperbaiki letak kacamatanya.
"Aku ini masih usia 25 tante. Aku belum perawan tua. Aku masih muda. Jadi berhenti mengatakan hal yang sangat menyakitkan seperti itu." Malena langsung membalas karena sudah mulai gerah.
"Lah 25 dibilang muda. Kamu tidak lihat teman-teman kamu sewaktu SD? Ada Suri, Dewi, bahkan Ria, mereka sudah punya anak dua dan bahkan tiga. Mereka cepat menikah dengan para tengkulak di desa ini. Mereka jadi istri bos sekarang. Sedang kamu? Masih mati-matian menjadi seorang guru, itupun hanya sebagai guru honorer."
Malena mengepalkan kedua tangannya menahan untuk tidak membalas.
"Lah kamu, dilamar sama anaknya pak lurah yang ganteng itu kamu tolak. Maunya kamu apa sih Len? Mau dilamar sama bupati kamu?!"
Malena mendengus dan mengunyah cepat potongan kue nastar yang ada di tangannya. Ia lalu menatap tantenya itu tajam. Ia sudah tidak ada kesabaran lagi. Cukup sudah! Ia akan membalas semua perkataan wanita itu sekarang.
'Mungkin aku akan mendapatkan predikat sebagai anak yang tidak tahu tata krama tapi aku tidak perduli lagi,' ucapnya dalam hati.
"Tante, dengar aku baik-baik. Aku ini bukan tidak laku tapi memang belum mau menikah tante. Aku juga harus memilih calon yang baik untuk aku, yang bisa jadi imamku kelak. ibuku saja gak pernah maksa, lah kenapa sekarang tante yang terlalu sibuk ngurusin aku!" sarkas Malena.
"Bagaimana kalau tante urus anak tante sendiri. Biar dia cepat menikah sesuai keinginan tante saja!" lanjut gadis itu sengit. Sungguh, ia tidak sadar kalau semua orang yang ada di ruangan itu kini menatapnya karena kaget.
Yati tercengang dengan kata-kata Malena. Ia pun berdiri dari duduknya dan menghampiri gadis itu.
"Apa kamu bilang? Kamu berani berkata seperti itu pada tante Hah?!" pekik Yati tak terima.
"Katanya kamu seorang guru. Kok bisa tidak sopan begini sama orang tua. Gini nih kalo kamu sok pintar. Dikasih tahu malah nyalak. Ya sudah, tante tidak akan perduli lagi padamu. Tante akan melarang orang-orang untuk datang melamar kamu biar kamu jadi perawan tua terus!" tunjuk Yati dan langsung meninggalkan tempat itu dengan wajah kesalnya.
Seluruh anggota keluarga yang ada di dalam ruangan itu hanya bisa terdiam dan berpura-pura sibuk. Mereka sepertinya tidak ingin lagi terlibat karena Malena ternyata bisa melawan.
Malena sendiri langsung ikut beringsut dari kursinya. Ia lebih baik mengurung diri di kamar dan tidak bergabung dengan keluarga yang lain.
Tak ingin ia menyesal dengan keadaan yang selalu terjadi padanya ketika bertemu dengan keluarganya, tapi apa boleh buat, ia tetap saja sakit hati.
Terkadang ini adalah salah satu alasannya ia tak ingin pulang kampung saat lebaran karena semua orang sibuk menanyakan tentang hal-hal pribadinya yang sangat ingin ia simpan baik-baik.
🌻
*Like dan ketik komentar dong 🤭*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Diki 124
ketika ora bebong dosa ata ketawa
2024-11-23
0
Yati Siauce
aq dulu juga iya berfikir klo gak laku karna semua temn2 ku udh pda nikah pda punya anak..tp ya memng ada waktunya..yah tapi menikah bukn solusi dari masalh nyatanya pernikahnku gk bertahn lama jomblo lgi deh🤣🤣
2024-10-16
1
Neulis Saja
Terlalu ikut campur dgn urusan org lain sepertinya yg mau memberikan bantuan sok peduli nah kalau tdk ngapain pakai nanya2 kalau mau menjatuhkan org lain terus merasa malu karena ada keluarga yg belum menikah yg seharusnya tdk perlu malu, yg malu itu kalau menjadi pelakor, berzina dgn suami org atau menjadi psk nah itu baru aib dan hrs malu ? jadi Yati pakai rasa malumu utk hal yg seharusnya memang hrs malu, jangan picik jadi org tuh dasar kalau minim ilmu dan adab ya seperti ini pandai menyakiti org lain 😡
2024-10-15
1