Dokter Martin Andrian tersenyum tipis kemudian menjawab, "Semuanya ditanggung BPJS mbak. Jadi berikan keputusan secepatnya tentang tindakan yang harus kami ambil."
Malena pun ikut tersenyum dengan hati yang sangat lega.
"Kalau begitu berikan pelayanan yang terbaik untuk ayah dokter," ucapnya.
"Apakah pak Rachman punya kartu BPJS mbak? Soalnya menurut data yang ada pada statusnya, pasien masuk sebagai pasien umum."
"Oh." Malena tercekat. Wajahnya langsung terasa hangat karena malu. Ia baru menyadari kalau kedua orangtuanya memang bukanlah peserta BPJS. Hanya dia sendiri yang selama ini ditanggung asuransi kesehatannya oleh pihak yayasan tempatnya bekerja.
"Maafkan saya dokter. Jadi, bagaimana ini? Apakah bisa kami mengurus di kantor BPJS terlebih dahulu?" ucap Malena dengan seulas senyum meringis.
Dokter Martin tersenyum tipis. Ia sangat mengerti apa masalah dari wanita yang sangat manis dihadapannya ini tapi bagaimanapun juga ia harus mengikuti prosedur di rumah sakit itu.
"Karena pak Rachman sudah sangat kritis dan harus diberikan tindakan secepatnya, jadi Mbak bayar aja dulu sebagai pasien umum sembari mengurus keaktifan kartu BPJS itu."
"Ah iya dokter. Saya mengerti. Trus biayanya berapa ya?" tanya Malena dengan hati ketar-ketir.
"Untuk pemasangan Implan ICD atau alat kejut jantung itu mbak harus menyiapkan dana sebesar 70 juta, belum termasuk biaya perawatan di rumah sakit ini."
Malena menelan salivanya kasar. Nominal yang disebutkan oleh dokter itu sangat besar, darimana pula ia bisa mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu yang sangat dekat seperti saat ini.
"Bagaimana mbak?"
Malena tersentak kaget. Ia pun mengangkat wajahnya kemudian tersenyum dan langsung membuat dada sang dokter berdesir lembut.
"Insyaallah, saya akan bayar dokter. Untuk depe nya saya akan bayar 10 juta hari ini. Sisanya saya akan berikan besok pagi. Berikan saja pengobatan terbaik," ucap Malena kemudian pamit.
Wanita itu segera menemui bagian administrasi untuk membayar uang 10 juta dari tabungannya. Setelah itu ia berpamitan pada ibunya untuk mencari uang tambahan dari biaya pengobatan sang ayah.
"Len, ibu punya cincin ini, mahar dari ayahmu," ucap Kartina seraya memperlihatkan sebuah cincin emas yang melingkar pada jari manisnya yang kurus.
"Kamu bisa menjualnya nak, untuk kesembuhan ayahmu juga."
Malena merasakan dadanya sesak. Tak kuasa ia menahan diri untuk tak menangis. Diciumnya tangan sang ibu kemudian berucap," Ibu, ini harta yang diberikan oleh ayah sebagai pengikat ayah dan ibu. Gak usah ibu, aku akan mencari tambahan dari teman-teman. Insyaallah mereka akan membantu."
"Tapi uang itu sangat banyak Len, apa mereka akan memberikannya nak?"
"Tentu saja ibu, mereka adalah teman-teman terbaik. Aku juga punya cincin yang bisa aku jual atau gadaikan untuk menambah biayanya."
"Tak apa, Ambillah cincin ini, meskipun hanya 3 gram. Setidaknya ada sedikit Len."
Mau tak mau, Malena pun mengambil cincin itu dari tangan sang ibu. Setelah itu bergegas pergi dari tempat itu untuk menuju ke tempat penjual emas sembari memikirkan di mana ia harus meminjam uang untuk mengobati sang ayah.
Di depan toko emas, tak sengaja ia bertemu dengan Andrian dan juga Indira, ketua yayasan tempatnya mengajar. Malena pun menyapa mereka untuk berbasa-basi.
"Mau beli emas ya Miss?" tanya Indira tersenyum.
"Gak Bu. Saya mau jual emas, katanya dollar dan harga emas lagi naik Bu, jadi pasti dapat untung banyak, hehehe," kekeh Malena cengengesan.
"Wah, Miss Malena ternyata punya otak bisnis juga ya. Bagus banget tuh caranya. Kalau lagi mahal, emas dijual nanti kalau murah bisa beli lagi, hahaha." Indira tertawa renyah dibuatnya.
"Iya Bu." Malena hanya tersenyum.
"Eh, ngomong-ngomong. Gimana dengan rencana bimbel untuk Marvin Miss, sisa satu bulan lho dia mau daftar SNMPTN, anak itu harus mulai serius belajar."
"Ah iya Bu. Insyaallah secepatnya kok."
"Marvin juga bilang akan ikut ujian remedial pelajaran Miss Malena untuk memperbaiki nilai. Gimana kalau jadwal bimbel untuk anak itu mulainya sebentar sore aja Miss, supaya nilainya benar-benar bisa meningkat," usul Indira.
Malena tampak berpikir sejenak. Bagaimana mungkin ia bisa mengajar bimbel kalau ayahnya sedang terbaring di rumah sakit seperti ini. Akan tetapi ia juga butuh uang untuk membayar biaya rumah sakit itu.
"Miss gak usah khawatir. Untuk pembayarannya akan dibayar diawal. Yang penting Marvin harus bisa tekun belajar. Soalnya ia sangat ingin menjadi dokter seperti abangnya."
Nah, biaya itulah yang sebenarnya ia pikirkan.
"Mau ya Miss?" mohon Indira seraya meraih tangan Malena dan menggenggamnya.
"Ah iya Bu. Saya siap. Semoga Marvin bisa bekerjasama," ucap Malena setelah lama terdiam.
"Alhamdulillah, terimakasih banyak ya Miss. No rekeningnya bisa diberikan sekarang lho, supaya lebih sah dan deal, iyyakan mas?" ucap Indira seraya menatap wajah suaminya yang sejak tadi hanya diam menyimak.
"Humm," ucap Andrian tersenyum. Malena pun dengan perasaan malu dan sungkan memberikan nomor rekeningnya. Dan, tak lama kemudian, dua orang itu berpamitan karena ada urusan lain yang harus mereka lakukan.
Tring
Sebuah notifikasi M banking pun berbunyi pada handphone Malena dan langsung membuat sang guru terbelalak kaget.
"Ya Allah, ini banyak sekali," ucapnya dengan tubuh gemetar.
"Apa mungkin pak Andrian salah mengirim nominal ya? Masak untuk membayar uang bimbingan belajar bisa sebanyak ini sih?" ucap Malena dengan perasaan tak percaya.
"100 juta, yang benar saja. Pasti pak Andrian salah ngetik angka nol ini. Biasanya kan cuma 1 juta," ucapnya lagi seraya memandang dengan serius nominal angka yang baru masuk ke rekeningnya.
"Mbak jadi jual cincinnya gak?" tanya pelayan toko emas itu dengan wajah tak sabar.
"Tunggu sebentar ya mbak. Aku mau ngejar pak Andrian dulu, bentar aku kembali," jawab Malena dan langsung kabur dari hadapan penjaga toko itu. Sungguh, ia ingin mengkonfirmasi tentang transferan sang ketua yayasan yang notabene adalah ayah mertuanya itu.
"Pak ketua tunggu!" teriaknya dengan nafas ngos-ngosan memburu Andrian dan isterinya. Mobil mereka yang sudah hampir keluar dari halaman parkir toko itu langsung berhenti.
"Ada apa Miss?" tanya Indira setelah membuka kaca mobilnya.
"Maaf Bu, tadi transferannya terlalu banyak. Pasti pak ketua salah ketik ya?" balas Malena seraya memperlihatkan layar handphonenya pada wanita paruh baya itu.
Indira tersenyum kemudian menjawab," Gak kok. Itu asli. Gak salah ketik. Yang penting bentar sore Miss datang ke rumah ya. Kita paksa Marvin untuk belajar."
"Yang bener Bu?" ucap Malena dengan ekspresi kagetnya.
Indira hanya mengangguk.
"Kalau begitu terimakasih banyak, insyaallah saya akan datang," ucap Malena dengan kedua netra berkaca-kaca.
"Kita jumpa di rumah ya Miss, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam bu. Terimakasih banyak," balas Malena seraya melambaikan tangannya.
Mobil mewah itu pun pergi dari tempat itu meninggalkan Malena yang masih sangat shock dengan rezeki nomplok yang baru saja ia dapatkan. Cincin ibunya pun dikembalikan lagi ke dalam tasnya dengan perasaan haru.
"Guru itu sangat jujur dan baik hati. Martin pasti senang kalau kita jodohkan ya mas," ucap Indira tersenyum seraya menatap kaca spion yang masih menunjukkan sosok Malena di dalam sana.
🌻
*Like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Lies Atikah
jangan di buat terlalu menyedihkan lah si lena nya thor sampai segitu gak laku nya masa sih katanya cantik menderitnya jangan lebay konplik jangan terlalu parah raider ingin bahagia bukan nya sedih pasti uthor ngerti deh lanjuuuut
2025-01-17
0
Nur Syamsi
mudah" an Marvinnya Tdk bertingkah saat ngikutin bimbelx istrinya alias guru privatnya
2024-12-20
0
Neulis Saja
nah coba kalau ke kakaknya yah
2024-10-15
0