Semua orang yang ada di ruangan itu langsung mengalihkan pandangannya ke arah sumber suara.
"Martin? Kamu dah pulang nak?" tanya Indira tersenyum. Martin balas tersenyum kemudian mencium tangan mamanya. Ia memang baru saja pulang dari rumah sakit dan langsung tertarik pada obrolan seru yang terjadi di depan ruangan belajar.
"Eh mbak? Kok ada di sini?" ucap Martin saat melihat Malena ada di tempat itu juga. Entah kenapa hatinya langsung berdesir lembut karena bertemu dengan wanita cantik dan juga manis seperti wanita di hadapannya ini.
"Iya dokter. Saya lagi kasih bimbingan belajar untuk Marvin," balas Malena tersenyum dengan pandangan ia arahkan kepada Marvin. Yang ditatap langsung tersenyum samar seraya mengedipkan matanya.
Malena langsung melotot.
"Iya bang, ini guru biologi di sekolahku. Perkenalkan, namanya adalah Miss Malena Rachman," timpal Marvin dan segera mendekat ke arah Malena.
"Oh, jadi mbak ini guru ya?" senyum Martin dengan perasaan yang sangat senang.
"Iya dokter." Malena menjawab kemudian menundukkan wajahnya. Hatinya berdebar hanya karena kedipan mata dari Marvin.
"Jadi kalian udah saling kenal?" Indira rupanya tertarik ikut nimbrung.
"Iya ma," jawab Martin dengan tatapan lurus pada wajah Malena yang sedang menundukkan wajahnya.
Indira pun menatap keduanya dengan bibir mengulas senyum. Ia yakin sekali kalau rencananya menjodohkan Martin dan Malena akan berjalan dengan lancar.
"Kalian kenal dimana?" tanya Indira lagi. Malena langsung mengangkat wajahnya kemudian menjawab, "Ayah sedang dirawat oleh pak dokter di rumah sakit bu, jadi kita ketemunya di sana."
"Innalilahi. Ayahnya Miss lagi sakit ya?" kaget Indira. Marvin pun sama kagetnya.
"Iya Bu. Ayah dirujuk dari kampung ke kota ini sejak tadi pagi," sahut Malena dengan suara tercekat. Perasaannya kembali bersedih saat mengingat sang ayah tersayang.
Martin pun ikut membenarkan jawaban Malena karena ia yang sangat tahu tentang keadaan pasien.
Marvin sendiri tak bisa berkata-kata. Ia hanya meraih tangan Malena di bawah sana dan menggenggamnya erat untuk memberikan kekuatan pada guru sekaligus istrinya itu. Malena tercekat kaget dengan aksi tiba-tiba dari pria itu.
Ia berusaha melepaskannya tapi Marvin sepertinya tak ingin. Sungguh, wanita itu sangat khawatir ada yang melihat mereka berdua seperti itu meskipun sebenarnya ia sangat bahagia karena Marvin memberikan perhatian padanya.
"Semoga ayahnya cepat sembuh ya Miss. Marthin adalah dokter jantung terbaik di kota ini. Ia pasti akan melakukan yang terbaik untuk pak Rachman. Iyyakan Martin?" ucap Indira seraya memandang putra pertamanya itu dengan perasaan yang sangat bangga.
Martin tersenyum tipis lalu berucap dengan rendah hati, "Ah mama. Aku hanya dokter biasa, gak usah di lebih-lebihkan. Hanya Allah yang pantas dipuji seperti itu."
"Tuh kan merendah lagi. Tapi gak apa-apa, insyaallah besok kami akan datang berkunjung ke rumah sakit untuk berjumpa ayah Miss," ucap Indira tersenyum.
"Aamiin, terimakasih banyak atas doa dan perhatiannya bu," ucap Malena dengan perasaan haru di dalam dadanya.
"Sama-sama Miss," senyum Indira.
"Kalau begitu saya permisi bu, dokter, karena saya harus ke rumah sakit untuk nemenin ibu menjaga ayah."
"Aku yang antar Miss."
"Aku yang antar."
Marvin dan Marthin saling bertatapan karena tiba-tiba mengucapkan kalimat yang sama secara bersamaan.
"Aku ada yang terlupa di kantor tadi, jadi sekalian mau ngambil itu juga," ucap Martin dengan alasannya.
"Katakan saja dimana tempatnya bang. Biar aku yang ambilkan," sahut Marvin cepat. Sejak tadi ia tidak suka melihat perhatian abangnya itu pada istrinya. Terus terang, ia sangat cemburu.
"Memangnya kamu bisa tahu tempatnya heh?!" timpal Marthin tak suka.
"Abang tunjukkan aja dimana tempatnya, aku pasti dapat." Marvin menjawab dengan tegas. Martin mendengus pelan. Ia mulai tak suka dengan tingkah sang adik.
"Martin, kamu masih lelah habis kerja, biarkan Marvin yang mengantar gurunya sekalian ambil barang yang kamu lupakan tadi," ucap Indira menjadi penengah. Untuk beberapa detik ia merasa kalau kedua anaknya itu memiliki perhatian yang sangat lebih pada Malena.
"Ah iya ma, aku juga belum mandi sih," ucap Martin mengalah sedangkan Marvin langsung menyeringai senang. Jari-jarinya ia selipkan pada sela-sela jari Malena dengan perasaan yang sangat bahagia.
Marthin pamit ke kamarnya sedangkan Indira langsung menuju ke ruang makan untuk meminta para pelayan membungkus buah dan kue-kue untuk dibawa Malena ke rumah sakit.
"Jadi tadi pagi waktu di kelas itu, Miss lagi mau ke rumah sakit?" tanya Marvin saat mereka berdua sudah berada di atas mobil menuju ke rumah sakit.
"Iyaa."
Marvin terdiam. Hatinya tiba-tiba merasa sangat bersalah karena telah membuat wanita itu bersedih dengan melawannya di depan kelas tadi.
Suasana di dalam mobil mewah itu pun sepi karena tak ada lagi yang memancing pembicaraan diantara mereka berdua. Semuanya sibuk dengan pikiran masing-masing sampai mereka tiba di rumah sakit spesialis jantung itu.
"Aku ingin lihat ayah," ucap Marvin setelah membukakan pintu untuk Malena.
"Eh?" Wanita itu tampak sangat kaget. Ia tak menyangka kalau Marvin mengatakan hal seperti itu.
"Kenapa Miss? Apa aku tak pantas bertemu dengan ayah mertua?" balas Marvin dengan tatapan lurus ke dalam netra indah Malena.
Malena terdiam. Ayahnya pasti senang sekali kalau Marvin bisa datang dan berkata kalau ia adalah suaminya. Tapi apa pria itu akan bertanggungjawab kedepannya?
Perasaannya tiba-tiba jadi sangat takut kalau-kalau Marvin belum bisa dewasa dan malah bertindak seperti seorang remaja pada umumnya.
Cup
Marvin langsung mengecup bibir Malena singkat karena wanita itu hanya diam saja. Malena tersentak kaget. Pria ini benar-benar sangat suka menciumnya tanpa aba-aba. Eh, untungnya mereka sudah sah.
"Apa kamu tidak percaya diri kalau aku yang jadi suam kamu?" bisik Marvin di depan wajah Malena.
Malena menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa?" tanya Marvin lagi seraya membelai bibir Malena dengan ibu jarinya.
"Ini tempat umum Marvin. Aku takut ada yang melihat kita seperti ini. Bagaimana pun juga kamu adalah siswaku dan aku adalah gurumu."
"Gak apa sayang," balas Marvin kemudian mencium lagi bibir wanita itu singkat, entah kenapa ia semakin tak terkendali jika bersama dengan gurunya itu.
Betul kata orang, benci dan cinta begitu dekat hingga ia tak tahu kapan ia mulai tertarik pada gurunya itu.Tak ada lagi sekat antara guru dan siswa di dalam hatinya. Ia sudah berani menggunakan kata kamu ketika bicara pada isterinya itu.
Ia sepertinya sudah mulai takluk pada wanita yang selama ini ia benci.
"Marvin, ini di tempat parkir. Ada cctv," lirih Malena dengan perasaan khawatir.
🌻
*Like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Neulis Saja
padahal reader setuju ke kakaknya dokter martin
2024-10-15
0
🍾⃝ ʀɪͩᴠᷞᴀͧɴᷡᴀͣ🍒⃞⃟🦅
baru kyk gtu aja udh cemburu kamu Marvin😅😅
2024-10-09
0
Uya Suriya
cctv-nya di parkiran....kiraan di kamar Marvin waktu bimbel tadi🤦🤦
2024-05-22
2