Airmata Malena merebak dan akhirnya menetes kemudian membentuk anak sungai kecil di pipinya. Wanita yang terkenal killer dan keras bagai batu itu akhirnya menunjukkan sisi terlemah dari dirinya.
Entahlah, tapi ia cukup membawa perasaan atas tingkah Marvin dan pacarnya di dalam kelas tadi. Ia tidak tahu kenapa, tapi ia merasa sangat sakit hati.
Bukan hanya karena aksi protes pria itu atas caranya mengajar dan menilai yang menjadi musabab perasaannya yang sangat terguncang, tapi kedekatan pria itu yang notabene adalah suaminya dengan wanita lain.
Sakit, meskipun pernikahan itu hanya karena sebuah kesalahpahaman, akan tetapi ia merasa ada yang tidak beres pada hatinya saat ini.
Belum lagi tentang kabar buruk yang baru diterimanya beberapa jam yang lalu kalau sang ayah sedang sakit keras dan harus dirujuk ke rumah sakit di kota itu, hatinya semakin terguncang dan akhirnya membuat ia tak kuasa untuk menangis.
'Harusnya malam itu aku langsung meminta cerai agar aku tak sampai punya perasaan memiliki seperti ini,' ucapnya dalam hati.
"Kak, ada apa?" tanya Diana yang melihatnya baru keluar dari kelas XII IPA 1. Karena melihat wanita itu menangis ia pun mempercepat langkahnya dan memburunya.
Malena tersentak kaget. Ia pun menghentikan langkahnya dan menatap wajah Diana, sang sahabat.
"Kak Lena nangis ya? Apa ada masalah di kelas tadi kak?" tatap Diana. Malena menggelengkan kepalanya.
"Ah tidak kok An. aku ada masalah sedikit dan harus pergi. Kamu kalau gak ada pekerjaan di kantor, aku titip kelasku ya An. Takutnya mereka berkeliaran di saat jam pelajaran berlangsung," jawab Malena seraya mengerjap-ngerjapkan matanya agar airmatanya tak keluar lagi.
"Tapi kakak mau kemana? Trus kenapa jadi sedih seperti itu?" Diana masih saja penasaran. Pasalnya ia tak pernah melihat Malena sedih dan bahkan menangis sejak bekerja di sekolah itu. Wanita itu terkenal tangguh meskipun badai sangat kuat menghadang.
"Ayah lagi di rumah sakit An. Baru sampai dari kampung. Aku harus pergi sekarang, makasih ya An."
"Innalilahi. Semoga ayahnya kakak segera diangkat penyakitnya kak. Hati-hati di jalan. Kelas kakak nanti aku yang jaga. Insyaallah aman kok."
"Makasih ya An, assalamualaikum." Malena pun segera pergi dari tempat itu dengan langkah cepat. Izin sudah ia dapatkan dari kepala sekolah, jadi ia bisa pergi tanpa beban.
Menghapus cairan bening di pipinya dengan beberapa lembar tissue ia pun meninggalkan sekolah itu dengan menggunakan taksi yang ia sudah pesan beberapa menit yang lalu.
Sepanjang perjalanan itu ia hanya berdoa semoga sang ayah masih diberikan kesehatan dan umur yang panjang.
Setelah taksi sampai di depan rumah sakit khusus untuk pengidap jantung itu, ia pun bergegas turun dan berlari ke ruangan ICU.
Kartina, sang ibu, menyambutnya dengan pelukan hangat dan juga tangis.
"Lena, akhirnya kamu datang sayang, ibu sangat takut tadi."
"Iya Ibu, Alhamdulillah perjalanan kesini lancar. Bagaimana keadaan ayah sekarang?" jawab Malena dengan perasaan yang sangat sedih.
"Alhamdulillah, sejak sampai di rumah sakit ini. Ayahmu sudah mulai sadar. Para dokter sangat sigap memberikan pertolongan nak."
"Alhamdulillah bu. Semoga ayah cepat pulih ya," senyum Malena seraya menghapus airmatanya yang sejak tadi belum juga mau berhenti. Ia juga menghapus airmata sang ibu dengan ibu jarinya.
"Masuklah, ayahmu sejak kemarin menanyakan tentang dirimu Len. Ia ingin sekali bicara denganmu," ucap sang ibu seraya membawa sang putri ke dalam ruangan berpintu kaca itu.
"Ah iya Bu. Aku akan menemui ayah."
"Ah iya. Ibu akan menunggu di luar. Hanya satu orang yang bisa berada di dalam bersama dengan pasien."
"Iya ibu." Malena pun segera memakai pakaian khusus untuk para pembesuk dan menghampiri sang ayah yang sedang menutup matanya.
'Ah, mungkin ayah sedang tidur,' ucap Malena dalam hati. Dengan gerakan pelan ia pun melangkahkan kakinya mendekat kemudian menarik sebuah kursi di samping ranjang pasien.
Ia tidak ingin mengganggu kenyamanan istirahat sang ayah. Duduk di sebuah kursi di samping ranjang sang ayah ia pun memandang wajah tua dengan tubuh yang sangat kurus itu.
Tak sadar, airmatanya kembali tergenang. Dadanya sesak melihat kondisi pria itu yang sudah lama sakit-sakitan tapi masih harus bekerja bersama dengan ibunya menjadi petani.
Sebuah mushaf kecil, ia ambil dari dalam tasnya kemudian ia bacakan beberapa ayat untuk mendoakan sang ayah tersayang.
"Ayah, kapan aku bisa membahagiakanmu dengan beristirahat dan tidak bekerja lagi," gumamnya dengan sebuah isakan kecil.
"Sudah sebesar ini aku belum juga bisa membuat kamu menikmati masa tuamu, hiks. Maafkan aku ayah."
"Ayah sudah bahagia Len," jawab Rachman dengan suara pelan. Malena tersentak kaget. Ia pun menatap sang ayah yang sedang menatapnya juga. Rupanya, ayahnya tidak tidur sejak tadi hingga bisa mendengar keluh kesahnya.
"Maaf ayah, aku sudah mengganggu istirahat ayah. Tidurlah lagi. Aku tidak akan kemana-mana kok yah," senyum Malena seraya menyusut airmatanya.
Rachman tersenyum kemudian memutar sedikit posisinya agar bisa menghadap sang putri kesayangan.
"Ayah sudah bahagia karena kamu sudah menikah nak. Rasanya nikmat ya Allah berikanlah sudah sangat sempurna. Tanggung jawab ayah sudah berkurang."
"Ah iya ayah. Alhamdulillah. Ayah tak perlu memikirkan lagi tentang aku," senyum Malena.
"Mana suami kamu. Apa kamu datang bersamanya nak?"
Deg
Tenggorokan Malena tercekat. Dadanya langsung terasa sangat sesak. Airmatanya entah kenapa semakin deras saja mengalir. Apa iyya, ia harus menceritakan tentang pernikahan salah paham itu pada ayahnya yang sedang sakit?
"Lena, apa kamu dengar apa yang ayah katakan?"
"Ah iya ayah. Aku dengar kok. Ayah masih kurang sehat, sebaiknya ayah istirahat dan tidak memikirkan tentang hal yang berat-berat."
Rachman tersenyum kemudian meraih tangan Malena dan membawanya ke dadanya.
"Bawa suamimu kepada ayah Len, ayah ingin bertemu."
Deg
Malena kembali tak berkutik. Ia merasakan tulang belulangnya langsung lemas dan tak bertenaga. Bagaimana mungkin ia akan membawa Marvin sedangkan pria itu samasekali tak serius dengan pernikahan yang tak disengaja ini.
Belum lagi pria itu juga punya pacar segudang.
Apa iya, ia harus mengatakan kalau pernikahan itu harus diakhiri karena hanya sebuah kesalahpahaman?
Lalu bagaimana kalau ayahnya jadi shock dan penyakit jantungnya kembali menyerang?
Aaaa, ia jadi kesal sendiri kenapa masalah yang menimpanya jadi sangat berat seperti ini?
"Lena, ada apa?" tanya Rachman khawatir. Putrinya yang hanya semata wayang itu tiba-tiba terdiam cukup lama dan tak memperhatikan apa yang ia katakan.
"Apa suami kamu sedang sibuk bekerja Len?"
"Ah iya ayah. Dia sedang sibuk saat ini. Insyaallah, dia pasti datang kok. Ayah pasti akan bertemu."
"Alhamdulillah. Ayah sangat ingin berterimakasih padanya Len."
"Terimakasih untuk apa ayah?"
🌻
*Like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Lies Atikah
mulut si marvin pedas nya keterlaluan songong arogan gua sumpahin bucin parah luh
2025-01-17
0
Neulis Saja
aduuuh minta tolong sama si borokokok Marvin emang reader gak suka sama dia
2024-10-15
0
Sarah Yuniani
pernikahan macam apa ini ??? 🥺
2024-09-28
0