"Jangan suka menjodoh-jodohkan sayang, gak baik. Nanti Martin gak setuju gimana?" balas Andrian dengan konsentrasi tetap pada kemudinya.
"Martin orangnya patuh mas, lagipula usianya udah cocok untuk menikah. Udah mapan juga, daripada masih harus mikirin mantannya yang berkhianat itu lebih baik sama Miss Malena bukan?"
Andrian tidak lagi menjawab.
"Aku yakin mas, Martin pasti suka sama guru itu. Orangnya sangat bertanggung jawab pada pekerjaan. Kepala sekolah sering banget cerita kalo dia tuh orangnya rajin dan juga disiplin. Sama anak kita saja dia berani kasih nilai buruk apalagi anak yang lain."
"Ah iya sih. Tapi kan kita tidak tahu bagaimana urusan pribadinya. Siapa tahu dia punya pacar atau mungkin tunangan. Kita gak boleh asal menjodohkan orang sayang."
"Ya Allah mas, makanya itu aku undang ke rumah sebentar sore, supaya kita bisa kenal dekat dengannya, kita bisa wawancara khusus. Dan semoga Martin juga pulang ke rumah malam ini. Supaya mereka bisa ketemu."
Andrian menghela nafasnya kemudian tersenyum.
"Terserah kamu aja. Tapi ingat, yang penting adalah Marvin harus belajar, jangan sampai Miss Malena datang ke rumah hanya untuk ngobrol dengan kamu."
"Hahahaha, ya enggaklah mas. Miss Malena harus fokus ke Marvin dulu, kita kunci mereka di dalam ruangan supaya Marvin gak ada niat untuk kabur dari pelajaran hahaha!"
Andrian ikut tertawa.
"Eh, balik ke Martin, kita ini udah tua lho mas, udah seharusnya punya menantu dan juga cucu."
"Pokoknya aku harus turun tangan untuk nyariin jodoh untuk Martin. Dan aku pikir guru itu yang paling cocok."
Lagi-lagi Andrian tak menjawab. Entah kenapa Ia hanya sibuk memikirkan tentang Marvin, sang putra bungsu. Putranya itu ada sedikit perubahan dalam bersikap sejak tadi pagi. Anak itu ikut sholat subuh di masjid berjamaah. Dan juga sempat menanyakan tentang pernikahan. Apa jangan-jangan anak itu yang kebelet nikah daripada Abangnya?
"Mas kamu melamun?" tanya Indira menyentak lamunan sang suami.
"Ah gak. Cuma mikirin Marvin aja."
"Oh, gak usah dipikirin. Anak itu punya banyak pacar dan insyaallah gampang nikah. Katanya dia punya banyak stok jadi gak akan repot, hahaha. Entah niru siapa anak itu."
Andrian hanya tersenyum tipis. Ia yakin kalau istrinya sedang menyindirnya karena hampir semua sifat Marvin menurun dari dirinya yang dulunya playboy tapi berakhir setia pada satu orang, yaitu istrinya.
"Ingat untuk mampir di toserba yang ada di depan mas. Aku pengen belanja untuk persiapan menyambut kedatangan Miss Malena calon menantu kita," ucap Andira saat mereka sudah berada di jalan Jenderal Sudirman, sekitar puluhan meter dari rumah mereka.
🌻
Malena melangkahkan kakinya cepat bagaikan berlari ke arah rumah sakit. Ia terlalu bahagia sampai merasakan tubuhnya terasa terbang. Mendapatkan uang untuk pengobatan ayahnya tanpa disangka-sangka adalah sebuah nikmat yang sangat luar biasa.
Menuju ke bagian administrasi, ia pun langsung membayar biaya pengobatan ayahnya, setelah itu ia datang menghampiri sang ibu yang sedang duduk sendiri di ruang tunggu pasien.
"Kamu dan datang Len?" tegur wanita paruh baya itu pada sang putri.
"Iya bu, Alhamdulillah semua urusan cepat selesai."
"Alhamdulillah, terimakasih ya Allah. Engkau menjawab doa kami," ucap Kartina dengan kedua telapak tangan langsung menyapu seluruh wajahnya.
"Dan syukurnya, cincin ibu gak jadi aku jual," senyum Malena dengan wajah yang sangat tampak bahagia.
"Kenapa Len?" tanya Kartina penasaran.
Malena tak langsung menjawab, ia hanya mengeluarkan cincin sang ibu dari dalam tasnya. Setelah itu ia memakaikannya pada jari manis wanita paruh baya itu dan menciumnya.
"Alhamdulillah, Ada orang baik yang digerakkan hatinya oleh Allah untuk meringankan beban kita Bu," ucap Malena dengan kedua netra berkaca-kaca.
"MasyaAllah, siapa orangnya nak. Kok bisa sebaik itu sama kita."
Malena tersenyum dengan dada berdebar. Apa iyya, ia harus mengatakan kalau orang-orang baik itu adalah ibu dan ayah mertuanya?
Ah, ia belum berani. Ia takut ibunya akan meminta bertemu padahal mereka belum tahu hubungan pernikahan dadakan dan juga masih sangat rahasia itu.
"Siapa mereka Len? Apa kamu mengenal mereka nak? Rasanya ibu ingin bertemu dan berterima kasih pada orang-orang baik itu."
"Pak Andriam dan ibu Indira pemilik yayasan tempat aku mengajar. Anaknya yang jadi murid aku diminta untuk diberikan bimbingan belajar karena nilainya sangat kurang pada semester yang lalu Bu."
"Oh. Tapi kok bayarnya mahal sekali ya Len, emangnya begitu ya, kalau orang kaya mau belajar?"
"Mungkin karena aku mau diangkat menantunya Bu hahaha."
"Ya Allah Len. Kamu bercanda ya, tapi ibu aminkan lho. Semoga Tuhan mendengar doa ibu."
Malena tersenyum kemudian menjawab di dalam hatinya, aku sudah jadi menantu mereka bu.
"Eh tapi ngomong-ngomong , kok ibu belum bisa percaya ya sama jumlah pembayarannya. Itu kok banyak sekali nak. Memangnya anaknya itu bo*doh? Sampai mereka mau membayar sebanyak itu Len?"
"Hahahaha. Gak bo*doh bu. Cuma otaknya rada-rada sedikit geser dan suka kacau."
"Apa? Kasihan banget anaknya, semoga kamu bisa mengajarnya dengan baik ya Len."
"Iya Bu. Insyaallah, semoga Tuhan permudah urusan Lena ya Bu. Mohon doanya."
"Aamiin ya Allah. Semoga kamu bisa membuatnya pintar, aamiin."
"Bukan guru yang membuat seorang siswa bisa pintar bu, tapi Allah. Guru hanya sebagai penyampai ilmu saja."
"Ah iya. Semoga Allah memberikan hidayahNya, agar siswa mu itu bisa cepat pintar."
"Aaamin." Malena pun menyapu wajahnya dengan kedua telapak tangannya, berharap semoga doa ibunya diijabah oleh Tuhan.
"Jadi sore ini, aku gak apa-apa kan kalau ninggalin ibu di sini sendiri karena aku harus mulai mengajar anak itu," ucap Malena seraya menatap sang ibu."
"Iya nak. Gak apa-apa. Kamu konsentrasi saja mengajar, gak usah mikirin ayah dan ibumu. Bayarannya sangat mahal lho Len, ibu sampai belum bisa percaya," senyum Kartina.
"Ah iya bu. Kalau begitu aku permisi. Aku mau balik ke tempat kos dulu untuk mandi dan ganti pakaian. Ibu jangan lupa makan. Udah aku simpan di tempat penitipan barang di bagian depan lobby."
"Iya nak. Nanti ibu makan. Kamu berangkatlah cepat, dan ibu ingin titip salam pada orang baik itu."
"Ah iya Bu. Nanti aku sampaikan assalamualaikum."
"Waalaikumussalam," jawab Kartina tersenyum.
Malena pun segera berangkat. Ia harus sampai jam 4 sore di rumah ketua yayasannya itu tapi ia harus memastikan kalau Marvin sudah siap belajar agar ia tidak menghabiskan banyak waktu berada di luar.
Sebelum mandi, ia pun meraih handphonenya untuk menghubungi Marvin dan mengirimkan tema yang akan mereka pelajari.
"Astaghfirullah," ucapnya dengan ekspresi yang sangat kaget saat membuka layar handphonenya.
🌻
*Like dan ketik komentar agar author semangat updatenya oke?*
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 122 Episodes
Comments
Nur Syamsi
ada ap ya
2024-12-20
0
Neulis Saja
apa emang yg ada di hpnya
2024-10-15
0
Sulaiman Efendy
BKN CALON MNANTU, TPI SDH JDI MNANTU KALIAN..
2024-08-26
3