bab 10

Edward dan Bara pulang ke mansion sekitar pukul tujuh malam, setelah menyelesaikan misi mereka, ketika langkah kaki pria itu memasuki mansion, Pak Adnan berlari tergesa-gesa menghampiri Edward.

"Tuan ... Tuan ..."

Edward dan Bara pun berbalik dan melihat wajah Adnan yang terlihat sangat panik.

"Ada apa?" tanya Bara.

"Nona Jasmine ... Beliau belum pulang."

"Apa?" Edward mengerutkan dahinya. "Bukankah kau yang mengantar dia jalan-jalan?"

"I-iya, dia pergi ke pantai dan saya menunggu di mobil, tapi dia tidak kunjung kembali."

Mendengar kata pantai, Edward dan Bara pun saling menoleh, mereka takut Jasmine pergi ke pantai yang sama dengan mereka. Dan melihat mereka membuang tubuh Billy ke lautan.

"Pantai mana?" tanya Edward.

"Pantai selatan, Tuan."

Mata Edward pun melebar seketika, ia yakin Jasmine pasti melihat dirinya, walaupun ada sedikit keraguan sebab kapal mereka cukup jauh dari pesisir, mereka berada di tengah laut, bagaimana cara Jasmine mengenali dirinya dan Bara.

"Apa kau pergi mencarinya sebelum pulang?" kesal Edward.

"Ya, Tuan. Aku sudah berkeliling, tapi aku tidak menemukannya. Aku minta maaf, Tuan."

Edward ingin sekali memukul Adnan, tapi pikirannya kalut dengan kepergian Jasmine. Jasmine mengetahui banyak hal, dia tidak boleh menghilang begitu saja tanpa pengawasan dirinya.

Edward dan Bara pun pergi menuju pantai tersebut, setidaknya mereka berharap Jasmine masih ada di sekitaran pantai atau mungkin bertamu ke rumah warga sana untuk bersembunyi.

"Dia tau soal Billy dan obat, dia tidak boleh menghilang begitu saja," ujar Edward yang duduk di samping Bara yang tengah mengemudikan mobil dengan kecepatan tinggi.

Pikiran Edward mulai kalut, ia benar-benar tidak tenang dan menyesal mengizinkan Jasmine pergi dengan Adnan bukan Bara.

Sesampainya mereka di pantai, keduanya berpencar mencari gadis itu, karena malam hari mereka sedikit kesulitan mengenali orang-orang yang ada di pantai, kerap kali Edward salah orang ketika melihat gadis bertubuh kurus dan berambut panjang, ia langsung meminta maaf ketika menarik lengan gadis itu secara tiba-tiba.

Pun sebaliknya dengan Bara yang beberapa kali juga salah orang, mereka mulai kebingungan, Edward mengusap rambutnya frustasi, gadis itu benar-benar tidak boleh hilang.

"Bagaimana?" tanya Edward pada Bara yang datang dengan nafas terengah-engah. Bara menggelengkan kepala.

"Tidak ada, Tuan."

Edward menggeram kesal.

"Aku sudah meminta yang lain untuk mencari nona Jasmine juga," ucap Bara yang mendapat anggukan dari Edward.

"Cari lagi," titahnya. Mereka pun kembali berpencar.

***

Jasmine tahu, jika ia kembali ke rumah Ayahnya, maka Edward atau pun Bara akan datang. Jadi dia memutuskan untuk pulang kampung Neneknya saja.

Tadi siang, dia kabur dari Pak Adnan menaiki bis yang menuju ke kampung Neneknya yang jauh dari perkotaan.

Ia yakin Edward tidak akan mungkin bisa menemukannya. Jasmine sekarang tidak mau berada di dekat pria berbahaya itu lagi, bisa dikatakan aura Edward negatif semua membuat gadis itu ketakutan ketika melihat wajahnya.

Pukul tiga pagi Nenek Asih membuka pintu rumahnya ketika mendengar suara ketukan pintu, alangkah terkejutnya ia melihat kedatangan cucunya.

"Jasmine ..." senyuman mengembang di wajahnya, begitupula dengan Jasmine. Nek Asih langsung memeluk Jasmine erat.

"Apa kabar? Kenapa kamu datang engga bilang dulu, Ayahmu mana?" Nek Asih mengedarkan pandangannya mencari Johan.

"Ayah sibuk kerja, Nek. Engga bisa ke sini."

"Loh, kamu sendirian ke sini?" tanyanya sambil meraup kedua pipi cucunya. "Kamu engga boleh ke sini Jasmine, jauh banget dari rumah kamu, khawatir kalau sendirian."

"Engga kok, Nek. Cuman sekali naik bis, terus naik taxi ke sini."

"Yaudah ayo masuk."

Jasmine pun masuk ke rumah Neneknya. Saat ia duduk di sofa, ia mengedarkan pandangannya menatap isi rumah Neneknya yang tidak berubah sedari ia kecil. Tapi tatapan Jasmine terhenti melihat kaos kaki di rak sepatu dekat pintu, kaos kaki itu mirip milik Ayahnya.

"Nih, minum teh manis dulu, biar anget."

"Nek, kok ada kaos kaki Ayah di sana?"

Nek Asik mengikuti arah telunjuk cucunya kemudian terdiam, tiga hari lalu Johan datang ke rumahnya dan mewanti-wanti agar ia tidak memberitahu Jasmine. Malah Jasmine sendiri yang melihat kaos kaki Ayahnya yang ketinggalan. Nek Asih pun duduk di samping Jasmine.

"Ayah, ada ke sini, Nek?"

Nek Asih menghela nafas lalu menganggukan kepala. "Tiga hari lalu, dia ke sini, seharusnya kamu engga boleh tau, itu pesan Ayahmu. Tapi kamu sangat kenal barang-barang Ayahmu."

"Loh, Ayah ke sini ngapain?"

"Dia mau minjem uang sama Nenek."

Mendengar itu Jasmine melebarkan matanya. Apa Ayahnya menceritakan semuanya kepada sang Nenek, tentang pernikahannya dengan Edward. Jasmine sangat khawatir.

"A-Ayah, bilang apa, Nek?" tanyanya dengan terbata.

"Katanya ... Dia ada utang ke bank yang harus dibayar, Nenek tanya dipakai apa uang dari bank itu, katanya modal usaha tapi malah bangkrut."

Jasmine menghembuskan nafas lega. Syukurlah, setidaknya Ayahnya tidak memberitahu apapun soal dirinya dan Edward.

Jasmine tahu, Ayahnya hendak meminjam uang untuk mengeluarkan dirinya dari mansion Edward, agar ia cepat bercerai dengan Edward.

"Ya, Nek. Ayah kena investasi bodong, uangnya dibawa kabur."

"Astaga ..." Nek Asih menggelengkan kepala. "Ada saja ya masalah."

"Sudahlah ..." lanjut Nenek. "Kamu pasti lapar kan, biar Nenek masak dulu sarapan."

"Eh, udah jangan, Nek. Aku engga lapar."

"Mana ada engga lapar setelah perjalanan jauh," sahut Nenek yang tetap berjalan menuju dapur walaupun sudah dilarang oleh Jasmine.

Menunggu Neneknya memasak, Jasmine duduk di teras depan rumah Neneknya, di depan rumah Neneknya ada hamparan sawah yang sangat luas, ia merasa tenang walaupun suara jangkrik dan kodok sangat berisik.

"Aku penasaran ... Kenapa Edward berubah sangat jauh, apa mungkin Edward yang sekarang bukan Edward yang sama saat SMA. Apa mungkin dia itu kembaran Edward makannya sikapnya kebalikan dari Edward yang asli, yang baik dan lembut. Aku bingung, teman-temanku semuanya berubah, tapi karakter mereka tetap sama, tidak berubah sangat jauh seperti Edward."

Jasmine mengeluarkan ponselnya di saku celana sedari kabur tadi Jasmine mematikan ponselnya agar Edward tidak bisa melacak keberadaannya.

Nenek memanggilnya dari dalam rumah, gadis itu pun masuk, menyimpan ponselnya di meja dan menghampiri Neneknya di dapur untuk membantu.

"Kamu potongin dulu tomatnya sebentar ya," ucap Nenek yang hendak pergi ke kamar mandi.

"Iya, Nek." dengan bersenandung pulan gadis itu memotong-motong sayuran yang ada. Nek Asih mendongak melihat jam dinding tapi ternyata jamnya tidak berfungsi. Ia pun mengeluh dengan mendengus kasar.

"Jam berapa sekarang ya ..."

Nek Asih mengambil ponsel Nau untuk melihat jam dan karena ponselnya mati, Nek Asih menyalakan ponsel tersebut.

Terpopuler

Comments

Ilfa Yarni

Ilfa Yarni

aduh nenek knp dinyalain hpnya Jasmine terlacak deh ketahuan LG dah

2024-05-05

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!