Jasmine berhasil kabur lewat jendela setelah meminta satu perias pergi mengambilkan minum dan satu perias lagi pergi ke kamar mandi. Kesempatan yang bagus membuat dia berhasil loncat dari jendela, walaupun harus sedikit kesulitan mengatur gaun mewahnya.
Dia berlari tanpa alas kaki menjauhi hotel tersebut, sesekali ia menoleh ke belakang dengan nafas terengah-engah.
Dan sesekali ia berhenti mengatur nafasnya terlebih dahulu jika terlalu kelelahan, hingga matanya terbelalak melihat mobil Bara tiba-tiba muncul di belakangnya.
Ia segera berlari kembali dengan mengangkat rok gaunnya yang besar, hingga deru mobil terdengar sangat dekat, Jasmine memutuskan masuk ke sebuah gang, toh jika Bara hendak mengejar, ia juga harus berlari dan menyimpan mobilnya di pinggir jalan.
Bara dengan kesal keluar dari mobil dan masuk ke gang mengejar Jasmine. Ia sudah terkena bogem mentah Edward, jangan sampai ada pukulan baru di wajahnya karena ia gagal mendapatkan Jasmine.
Jasmine masuk ke sebuah gubuk yang mirip bekas warung kecil. Ada meja di sana, ia jongkok dan bersembunyi di bawah meja tersebut.
Satu tangannya memegang dadanya sendiri seakan berusaha menenangkan alam bawah sadarnya yang takut tertangkap Bara, juga nafasnya yang terengah-engah karena kelelahan.
Dia jongkok sambil sambil memeluk lututnya sendiri, lima belas menit dia diam di sana, akhirnya perlahan ia mencoba berdiri untuk mengintip.
Perlahan tubuhnya naik seraya mengedarkan pandangannya, tidak ada siapapun di sana, di rasa aman, Jasmine pun keluar dari gubuk itu dan kembali berlari.
Dengan gelisah, Jasmine menunggu taxi lewat di pinggir jalan, ia terus mengedarkan pandangannya, tidak ada taxi lewat padahal ia sedang buru-buru.
Beberapa pengendara melihatnya dengan tatapan aneh, seorang pengantin bukannya ada di gedung atau hotel malah ada di pinggir jalan, pikir mereka.
Hingga mata Jasmine berbinar senang melihat ada taxi dari kejauhan, ia segera melambaikan tangannya dan taxi itu pun berhenti. Jasmine segera masuk.
"Ke jalan cempaka nomor empat ya, Pak."
Jasmine memutuskan untuk pulang ke rumah Neneknya saja, sebab jika pulang ke rumahnya, Bara pasti akan datang.
Jasmine menghela nafas lega seraya melempar tatapan ke luar jendela. Ada beberapa botol air yang tersedia di mobil tersebut, Jasmine pikir sepertinya air itu untuk penumpang taxi, karena kelelahan ia pun mengambil sebotol air tersebut dan segera meneguknya. Senyuman miring pun tersirat jelas di wajah supir taxi yang bertopi itu.
Setelah minum, Jasmine kembali melempar tatapan ke luar jendela, menikmati pemandangan di luar sana, tapi tidak lama kemudian ia merasa mengantuk sampai membuatnya menguap beberapa kali.
Makin lama, rasa kantuknya semakin berat, ia sampai menepuk pipinya berkali-kali agar tidak tidur, tapi sayangnya, matanya terasa sangat berat hingga gadis itu pun kini tertidur pulas.
***
Jasmine perlahan membuka matanya, penglihatannya blur, ia mengerjap beberapa kali seraya berusaha bangun, gadis itu mengedarkan pandangannya lalu ketika kesadarannya kembali, ia sontak melebarkan mata.
"Kenapa aku ada di ruangan rias lagi," gumamnya panik.
Ia segera turun dari sofa yang ia tiduri, berlari ke arah jendela, sayangnya jendelanya sudah dikunci dan sulit dibuka walaupun dia sudah mendorong sekuat tenaga. Lalu ia berlari ke arah pintu dan seketika pintu terbuka lebar.
"E-Edward ..."
"Jangan banyak drama lagi, kita harus menyelesaikan pernikahan ini!"
"Bagaimana aku bisa ada di sini, bukannya tadi aku ada di ---" Jasmine menggantung ucapannya sejenak, ia menatap Edward dengan tatapan tak percaya. "J-jangan bilang, kamu supir taxi itu!"
Edward tidak menjawab, dia berjalan cepat menghampiri gadis itu dan menarik tangan Jasmine dengan kasar. "Kamu sudah terlalu banyak basa-basi!"
Jasmine memberontak, memukul tangan Edward yang mencengkram kuat tangannya, tapi Edward tidak melepaskan tangan gadis itu malah semakin kuat menariknya.
"Edward, lepaskan! Sakit! Kenapa kamu jadi kasar seperti ini, Edward!"
Johan yang duduk di salah satu kursi, melebarkan matanya melihat putrinya diseret paksa seperti itu, ia berdiri dari duduknya tapi Bara langsung menekan kembali pundak Johan membuat pria itu kembali duduk.
"Jangan ikut campur!" ucapnya kembali penuh peringatan lalu menyilangkan kembali kedua tangannya.
Johan pikir, Edward akan sedikit lebih lembut pada Jasmine karena dia hanyalah seorang gadis yang tidak tahu apa-apa. Tapi ternyata Jasmine sampai diseret seperti itu, Johan pun mengepalkan tangannya.Tapi membawa Jasmine dari sini pun tidak mungkin bisa, Johan sudah diberitahu jika Jasmine sebelumnya kabur.
Hal yang Johan takutkan, Jasmine disiksa Edward karena lancang kabur di hari pernikahannya.
Johan pun menoleh pada Bara yang berdiri di sampingnya.
"Tuan Edward, tidak akan menyiksa putriku, kan?" tanya Johan.
"Asal putrimu tidak banyak tingkah, dia akan selamat!" sahut Bara dengan santainya.
Hal itu tidak membuat Johan tenang, malah semakin takut, apalagi Jasmine bukan tipe orang yang penurut. Dia gadis pembangkang.
Tidak banyak tamu yang datang di pernikahan itu, hanya ada Bara, Johan, dua pendeta dan beberapa saksi. Pernikahan ini memang sengaja diadakan tertutup, bahkan teman-teman Edward pun tidak ada yang tahu hari ini pria itu akan menikah.
Jasmine dan Edward berdiri di depan pendeta, Jasmine menghela nafas berat dengan mata berkaca-kaca, ia kemudian menoleh ke belakang dan melihat Ayahnya duduk di salah satu kursi, tatapan Jasmine seakan mengisyaratkan minta tolong tapi Johan tidak bisa berbuat apa-apa, dia kasihan pada putrinya, merasa bersalah sampai memilih menunduk karena malu terhadap Jasmine.
"Maafkan kebodohan Ayah, Jasmine."
***
Seorang pria tua berdiri menatap gedung pencakar langit di depannya, kulitnya keriput, rambutnya dan janggut panjangnya memutih, usianya sekitar tujuh puluh tahunan.
Dia adalah Lucas Hamington, Kakek dari Edward Lucas Hamington.
Pintu ruangannya terbuka, pria muda masuk dan berdiri di belakang pria tua tersebut.
"Tuan Lucas ada kabar kurang baik untukmu."
"Apa?" tanyanya tanpa berbalik badan.
Pria muda itu ragu untuk mengatakannya, tapi ia sangat dipercaya sebagai tangan kanan Lucas jadi apapun itu, ia harus jujur pada Tuan-nya.
"Tuan Edward, baru saja menikah."
"Apa?!" Ia berbalik menatap David --- asistennya. Dengan tatapan tak percaya. "Lelucon apa yang kau katakan, David!"
"Saya serius, Tuan." David menjawab sambil menyerahkan ponsel miliknya pada Lucas.
Lucas menatap ponsel David dengan tatapan tak percaya, apa yang dilakukan cucunya ini, apa dia sudah gila.
"Tuan, anda baik-baik saja?" tubuh Lucas hampir saja jatuh jika David tidak segera menahannya.
"Panggil, panggil si bedebah gila itu ke sini!"
"Baik, Tuan."
David segera pergi untuk mendatangi Edward. Lucas mengepalkan tangannya dengan kuat, rahangnya mengeras, amarahnya memuncak tak tertahan hingga ia berteriak.
"EDWARRRDDDD!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ilfa Yarni
semoga aj kakeknya Edward orang baik ya
2024-05-04
3
Rina Aris
pukul saja kepalanya itu kake 🤭🤭🤭
2024-05-04
1
#savegaza 🇵🇸🇵🇸🇵🇸
lanjut
2024-05-04
1