"Yang tidak mungkin itu Ayahmu yang mengatakan bisa mengganti seluruh uangku dalam waktu satu minggu. Kamu tau berapa nominal dia membawa uang perusahaan?"
Jasmine terdiam, sebenarnya jantungnya berdebar kencang, takut nominalnya seharga satu ginjalnya jika dijual.
"Lima ratus juta."
Mata Jasmine sontak melebar sempurna. Bagaimana mungkin seorang Ayah yang Jasmine kenal sangat lembut dan baik berniat membawa kabur uang dengan nominal yang tidak main-main.
Memang tidak seharga satu ginjalnya jika dijual, tapi tetap saja, dari mana Ayahnya dan dirinya mendapatkan uang sebanyak itu dalam kurun waktu satu minggu saja.
"Dia bilang untuk pendidikanmu, membuka bisnis dan membangun rumah."
"Tapi masalahnya, Ayahku engga pernah bawa uang sebanyak itu ke rumah dan menunjukannya kepadaku, bahkan dia tidak membeli barang mewah."
"Kamu yang tidak tau, Jasmine. Dia ditipu karena asal investasi! Setengah dari uangnya memang sudah dia kembalikan, tapi bagaimana dengan isi perjanjian saat awal dia melamar bekerja di sini? Hitam di atas putih itu tertulis, barang siapa yang mengambil uang perusahaan secara sadar, maka akan dikenakan denda. Jadi tetap saja, lima ratus juta yang harus dia kembalikan kepadaku, sudah dengan dendanya!"
"T-tapi ..." Jasmine terbata, tidak tahu harus berkata apa. Dia benar-benar bingung.
Edward melangkah lebih dekat, berbicara dengan jarak satu jengkal di wajah Jasmine. "Jadi, kamu akan menikah denganku kalau kamu dan Ayahmu gagal mengembalikan uang itu."
***
"Ayah ... ASTAGAAA!" teriak Jasmine frustasi, mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu sementara Ayahnya hanya menunduk merasa bersalah.
"Ayah tau kan, aku engga pernah marah sama Ayah, aku engga akan mampu meninggikan suaraku, tapi kenapa, Yah ... Kenapa Ayah malah korupsi, pendidikan hasil uang korupsi memangnya berkah untuk ilmu aku kedepannya? Aku mendingan tamatan SMA aja udah cukup. Andai aja, Ayah engga larang aku buat kerja ... Pasti engga akan kaya gini!"
Johan mendongak menatap nanar putrinya. "Jangan nyalahin diri kamu sendiri, Jasmine. Ayah yang salah di sini, Ayah minta maaf ..."
Jasmine menghela nafas, menjatuhkan tubuhnya di sofa dengan lemah. Tidak tahu harus mencari uang kemana, di sisi lain ia juga malu pada Edward --- mantan kekasihnya.
"Dia juga udah berubah jadi pria dewasa, engga mungkin pemaaf kaya waktu SMA, apalagi ini masalah uang."
"Dia siapa, Jasmine?" tanya Johan mendengar gumaman putrinya.
Jasmine menghela nafas lalu menggelengkan kepala.
"Ayah mau niat cari pinjaman kemana?" tanya Jasmine.
"Ayah mau jual rumah ini aja."
Hal itu membuat Jasmine terbelalak hingga matanya membulat sempurna. "Loh, kok dijual. Engga-engga, Jasmine engga setuju!"
Di rumahnya banyak sekali kenangan Jasmine bersama sang Ibu --- Melin. Kenangan waktu kecilnya seakan terekem oleh dinding-dinding rumahnya dan barang-barang yang tidak pernah berpindah tempat selama belasan tahun.
Jika dijual, bukan hanya kenangan itu saja yang hilang, mungkin akan banyak hal yang diubah pemilik barunya atau menyingkirkan barang-barang kesayangan Ibunya.
"Jasmine, kita bisa tinggal di tempat yang baru, walaupun rumahnya nanti mungkin engga terlalu besar."
"Bukan masalah rumahnya besar atau engga, Ayah! Tapi gimana sama kenangan Ibu di sini, aku engga mau pergi dan ngelupain Ibu."
Johan menghela nafas berat. "Jasmine, Ibu selalu ada di hati kita, sekalipun kita keluar dari rumah ini."
"Inilah akhirnya kenapa Ayah harus memikirkan konsekuensi apapun sebelum bertindak, rumah ini kan yang jadi korbannya! Arrgh!" Jasmine sangat kesal hingga pergi ke kamarnya dan membanting pintu dengan keras.
Johan hanya bisa tertunduk, merasa bersalah, tapi nasi sudah menjadi bubur. Ayah dan anak yang selalu kompak itu pun akhirnya saling diam.
Jasmine diam-diam menangis di kamar dan Johan hanya bisa menutup wajah dengan kedua tangannya.
Untuk mengumpulkan uang dengan nominal yang sangat amat tinggi itu, mereka mencoba pergi mencari pinjaman ke saudara, ke rentenir, ke beberapa teman dekat bahkan sampai pinjaman online. Tapi nominal yang kurang masih tetap tinggi.
Mereka sudah sangat kelelahan, hubungan Johan dan Jasmine masih belum membaik, mereka hanya mengobrol untuk membahas ke rentenir mana lagi mereka harus mengajukan pinjaman dan aplikasi apa lagi yang bisa memberikan pinjaman dengan limit tinggi.
Tapi rumah mereka masih tetap di pertahankan dulu, mereka akan mencoba mencari pinjaman yang lain agar rumah tidak dijual.
"Kurang tiga ratus lima puluh juta, Yah." Jasmine berseru dengan wajah kusutnya yang pusing kalau berhasil membayar uang kepada Edward pun, mereka masih harus memikirkan cicilan ke rentenir, saudara, teman dan pinjaman online.
"Kemana lagi ya ..." Johan kembali berpikir dengan menggaruk kepalanya.
"Engga tau lah, Ayah. Pusing aku." Jasmine menyilangkan tangannya.
"Eum ..." Johan hendak berkata dengan ragu. "Jasmine, kita engga ada cara lain lagi, rumah ini."
"Yaudah, Ayah aja yang urus."
Jasmine pun masuk ke kamarnya, saat dia kecil, Jasmine pernah berjanji pada Ibunya, rumah ini akan dipakai anak-anak Jasmine jika pulang kampung dan ia harus tinggal di kota bersama suaminya.
Tapi sayangnya, rumahnya akan dijual sekarang dan tidak ada rumah di kampung halaman Jasmine lagi jika di masa depan Jasmine harus tinggal di kota karena karier atau pernikahan.
Saat Johan menguruskan surat-surat penjualan rumahnya, Jasmine memilih pergi ke perusahaan Edward, untuk memohon agar diberi waktu satu bulan untuk melunasi semua uang Ayahnya.
Jasmine diantar ke ruangan Edward oleh Bara. Mereka kini berada di dalam lift.
"Jadi, kamu teman sekolahnya Edward?" seru Bara yang tadi menanyakan mengapa hari itu Jasmine dan Edward sama-sama kaget ketika bertemu, seperti pernah bertemu sebelumnya.
"Iya, teman sekolah," jawab Jasmine dengan tersenyum canggung pada Bara.
"Aku teman kuliahnya dulu, setelah lulus aku langsung bekerja dengannya."
"Ah, begitu." Jasmine menganggukan kepala.
"Kenapa kamu datang kemari? uang lima ratus jutanya sudah ada?"
Jasmine sontak bergeming, menelan salivanya susah payah, boro-boro uang lima ratus juta, dia datang ke perusahaan Edward saja hanya bawa beberapa lembar uang, itu pun untuk ongkos pulang dan makan jika kelaparan di jalan.
"A-aku ..."
TIng.
Jasmine menghembuskan nafas lega sebab belum selesai bicara, lift sudah terbuka, alhasil mereka keluar dan berjalan menuju ruangan Edward.
Bara membuka pintu, terlihat Edward tengah sibuk dengan laptopnya, Jasmine berdiri di belakang Bara.
"Tuan, ada Nona Jasmine," seru Bara. "Masuk," titah Bara lalu dia pergi dari ruangan, menutup pintu dan membiarkan Jasmine berdua dengan Edward di ruangan itu.
Jasmine melangkah ragu melihat Edward tidak memandang kedatangannya sedikit pun. Jasmine berdiri di depan meja Edward.
"Edward --- M-maksudku, Tuan. Maaf, aku menganggu."
"Tidak perlu datang kemari, transfer saja jika uangnya sudah ada," sahut Edward dingin.
Jasmine menggigit bibir bawahnya. "A-anu, Tuan ... u-uangnya, masih kurang."
Edward diam, tidak menjawab apapun.
"Boleh aku dan Ayahku meminta waktu satu bulan untuk mengganti semua uangnya?"
"Lakukan sesuai perjanjian jika uangnya tidak ada!" sahut Edward dengan menutup laptopnya lalu menatap Jasmine dengan tatapan dinginnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Vyone Shasha
lanjut
2024-05-02
1
Rina Aris
wah lama jug tak berjumpa thor ayo up jngn lma2 thor 💪💪
2024-05-02
1