Johan menatap bergantian Jasmine dan Edward, sepertinya mereka saling kenal. Begitupula dengan Bara, yang menaikkan alisnya, bagaimana bisa bosnya kenal dengan anak tukang korupsi. Bara hanya berdiri di samping Tuan-nya.
"Kalian ..." ucap Edward pada dua pria yang menjadi saksi korupsinya Johan. "keluar!" lanjutnya."
Mereka mengangguk lalu segera pergi dari ruangan Edward. Jasmine sempat menatap kepergian mereka, Jasmine bingung dirinya berada di situasi macam apa sekarang, mengapa semua orang rasanya begitu tegang.
"Jadi, pria muda yang menjadi bos Ayah itu Edward," batin Jasmine.
Johan sering kali memuji-muji bos nya pada Jasmine, mengatakan bos-nya sosok yang luar biasa, sebab masih muda tapi sudah bergelimang harta dan mempunyai banyak bisnis di mana-mana, tapi Johan tidak pernah menyebutkan siapa nama bosnya itu pada Jasmine.
Setelah menyuruh dua saksi itu keluar, tatapan Edward tidak berpindah sedikitpun dari Jasmine dan suasana menjadi hening.
Uhuk uhuk.
Bara pura-pura batuk untuk mencairkan suasana dan Edward pun seketika mengerjap.
"Duduk," titahnya.
"Ayo duduk, Jasmine," bisik Johan pelan. Jasmine mengangguk dan mengekor Ayahnya.
Edward beranjak dari kursinya dan pindah ke sofa bergabung dengan Johan dan Jasmine. Ia duduk di seberang mereka. Jasmine menggigit bibir bawahnya dan hanya bisa menunduk.
"Edward keliatan lebih dewasa sekarang, benar-benar jadi pria dewasa, padahal dulu badannya kurus. Suka pete lagi."
Jasmine menahan tawanya ketika mengingat kenangan semasa sekolah bersama dengan Edward.
Edward menaikkan sebelah alisnya melihat pipi Jasmine mengembung seolah ingin tertawa.
"Apa yamg kamu pikirkan, Jasmine?" tanya Edward.
"Eh, apa?" Jasmine mendongak, gelagapan.
Jasmine yang ditanya tapi Johan yang malah panik.
"K-kenapa, Tuan? Putri saya tidak memikirkan apapun."
"Dia ingin tertawa tadi, aku tanya apa yang kamu pikirkan, Jasmine!" ulang Edward dengan tangan bersedekap dada menatap lekat iris mata gadis itu.
Bara yang baru saja mendekati mereka dengan dokument di tangannya hanya bisa menatap mereka bergantian sambil dalam hati bertanya.
"Ngobrolin apa tadi mereka?"
"A-aku, t-tidak ada, aku tidak memikirkan apapun."
Edward diam, masih menatap Jasmine lalu menghela nafas seraya membuang muka. Edward rasa Jasmine sedang memikirkan kenangan masa sekolah mereka. Banyak hal memalukan yang terjadi dan Edward harap Jasmine tidak mencoba mengingat salah satunya. Walaupun mungkin sudah mengingatnya.
"Tuan ..." Bara memberikan dokument isi perjanjian antara Johan dan Edward. Melihat dokument itu, Jasmine pun berbisik pada Johan.
"Dokument Ayah naik gaji bukan?"
"Husssh! Bukan!!" sahut Johan pelan seraya menyikut lengan Jasmine.
Edward membacanya sejenak lalu mengulurkan tangan pada Bara, Bara memberikan pulpen kepada Edward dan pria itu segera menandatangani isi perjanjian tersebut.
Setelah selesai, Edward tidak berkata apa-apa lagi, hanya menyimpan dokument itu di meja.
Johan segera mengambil pulpen dan dokument itu, tapi ketika ia hendak menandatangani dokument tersebut, Bara memotong.
"Bukankah lebih baik kalau kamu jujur kepada putrimu dulu dan jelaskan apa yang sebenarnya terjadi!"
Jasmine juga bingung sebab dari tadi Ayahnya tidak menjelaskan alasan dirinya dibawa ke kantor. Jasmine mengangguk setuju dengan ucapan Bara.
Johan menatap ragu-ragu putrinya, ia tahu Jasmine akan sangat kecewa, tapi nanti dia juga pasti akan membaca sebelum menandatangani isi perjanjian tersebut.
"B-begini ... Ayah mau bicara, tapi kamu jangan marah, ya. Janji?"
Jasmine mengangguk.
"Ayah tau kamu bakal kecewa, Jasmine ..." ucapnya dengan nada rendah. "Tapi, Ayah juga harus jujur sama kamu. Kalau Ayah ---"
"Korupsi," potong Edward sebab kesal karena Johan terlalu banyak drama hanya untuk mengakui kesalahannya.
"A-apa?" Jasmine menatap Edward dan Johan bergantian, seolah tidak percaya dengan ucapan Edward barusan.
"Jasmine, Ayah ---"
"Ayah beneran kaya gitu?" sembur Jasmine tidak mau basa-basi lagi.
"Kok Ayah sampe korupsi gitu sih, emang kita kekurangan uang, Yah?"
"B-bukan begitu, Jasmine. Tapi Ayah ---"
"Dia korupsi untuk biaya pendidikanmu," potong Bara yang juga kesal pada Johan sebab berbelit-belit hanya untuk mengakui kesalahannya.
Jasmine seketika melebarkan mata mendengar ucapan Bara barusan, ia melirik Ayahnya dengan gelenggan kepala kecil tapi tanda ia kecewa besar pada Ayahnya.
"Berapa kali Jasmine harus bilang, Jasmine engga kuliah juga engga apa-apa, Ayah! Bahkan kalau pun Jasmine mau kuliah, Jasmine bisa masuk swasta, engga Negeri juga engga apa-apa! Kenapa Ayah malah ngelakuin ini! Ayah terlalu berambisi Jasmine masuk universitas ternama!"
"Ayah minta maaf Jasmine ..." Johan merasa sangat menyesal, tapi Jasmine menepis tangan Johan yang mengenggam tangannya.
"Jasmine kecewa sama Ayah!" Semarah-marahnya Jasmine, ia mencoba untuk tidak marah berlebihan pada Ayahnya.
Kini Edward dan Bara seakan tengah menonton drama lebay yang membuat Bara memutar bola matanya malas, melihat Ayah yang korupsi dan anak yang kecewa itu. Tapi Edward, masih setia dengan wajah datarnya.
"Aku ke kamar mandi dulu, permisi ..."
"Jasmine! Jasmine!"
Jasmine mengacuhkan teriakan Ayahnya, padahal sebelumnya Jasmine tidak pernah seperti itu. Johan menghela nafas berat ketika punggung Jasmine semakin menjauh pergi ke kamar mandi, Johan sangat tahu, Jasmine ke kamar mandi pasti untuk menangis atau menumpahkan amarahnya.
Jasmine menggosok tangannya di wastafel, mencuci tangan secara kasar untuk mengeluarkan perasaan marah dalam dirinya, ia mengambil tissue, mengeringkan kedua tangannya dan melempar tissue itu ke tempat sampah.
Jasmine menghela nafas berat, menepuk-nepuk kedua pipinya yang terasa panas. "Sabar Jasmine sabar ... Yang perlu aku lakukan cuman bantu Ayah ngembaliin semua uang itu."
"Bisakah kamu mengembalikan uangnya dalam waktu kurang dari seminggu?"
Jasmine sontak terkesiap mendengat suara pria yang muncul tiba-tiba padahal ia berada di kamar mandi perempuan.
"Edward ..." serunya pelan.
"Lama tidak jumpa ..." ucap Edward menggantung kalimatnya sejenak. "Jasmine ..." lanjutnya.
Edward biasanya memanggil Jasmine dengan nama panggilan Mine yang artinya 'milikku' tapi Jasmine bukan miliknya lagi sekarang, jadi lebih baik memanggil Jasmine.
"Ya, lama tidak jumpa Edward." Jasmine tersenyum canggung.
Suasana kembali hening, Edward tidak berkata apapun lagi, Jasmine juga hanya diam dan sesekali menggaruk tengkuk lehernya
Diantara mereka hanya ada suara air yang menetes dari kran yang tidak tertutup rapat.
"A-aku kembali ke Ayahku dulu," ucapnya berjalan melewati Edward.
"Ayahmu sudah menyerahkanmu kepadaku."
Jasmine sontak menghentikkan langkahnya dan berbalik menatap punggung Edward. "A-apa?"
Edward pun berbalik. "Isi perjanjiannya adalah, dia merelakan putri kesayangannya sampai dia bisa mengembalikan semua uangku. Jika dalam waktu satu minggu gagal, maka kamu harus menikah denganku."
Jasmine sontak terbelalak, apa-apaan ini, bagainana mungkin Ayahnya mengatakan hal demikian. Jasmine rasa Edward berbohong.
"Engga, itu engga mungkin," sahutnya seraya menggelengkan kepala.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ilfa Yarni
lanjut Thor jgn lama upnya ya
2024-05-02
2