bab 8

David enggan pulang dari mansion Edward, ia memilih menunggu Edward pulang dari pada harus menemui Lucas tanpa kepastian yang jelas Edward mau datang atau tidak.

Pria itu malah join menonton tv bersama Bara. Berbeda dengan Bara yang sudah menganggap mansion sendiri ketika Edward keluar, David justru masih punya sopan santun.

Duduk dengan benar, tidak seperti Bara yang menonton tv sambil tiduran di sofa dan makan cemilan.

"Heh, gadis itu ... Kenapa bisa menikah dengan Tuan Edward?" tanya David.

"Kau tanya lah salah satunya, jangan tanya aku, bukan aku yang menikah!"

David berdecak kesal. "Kalau aku berani, aku tanya Tuan Edward langsung."

David mana berani kepada Edward maupun Lucas, dari pada kehilangan pekerjaan mendingan diam saja, toh nanti juga pasti akan ketahuan kenapa mereka akhirnya menikah. Dia kan asisten Lucas.

Ketika mereka mendengar suara langkah kaki menaiki anak tangga, David pun segera berdiri, begitupula dengan Bara.

Kedatangan Edward membuat keduanya bergeming seketika, hanya ada suara tv yang masih menyala.

"Kenapa kau di sini?" tanya Edward pada David.

"Maaf, Tuan. Tuan Lucas ingin bertemu dengan anda."

"Dia ada di mana?" tanya Edward duduk di salah satu sofa.

"Di kantor, Tuan."

"Bukan di Rumah Sakit? Dia tidak jantungan mendengar kabarku menikah?" tebak Edward, ia sudah tahu Lucas ingin bertemu pasti karena kabar pernikahannya.

"M-mungkin belum."

Mata Bara melebar mendengar jawaban David. "Ringan sekali ucapanmu, kau ingin Tuan Lucas kena serangan jantung?"

David menggeleng panik. "B-bukan begitu, Tuan. Tapi tadi beliau hampir jatuh ketika tahu anda sudah menikah."

"Katakan kepadanya, aku akan datang, tidak sekarang. Mungkin besok."

David mengangguk paham. "Baik, Tuan."

David pun pergi dari mansion Edward, sebelum pergi ia sempat menghunus tatapan tajam pada Bara yang hampir membuatnya mati karena menuduh ia ingin Lucas serangan jantung.

"Di mana dia?" tanya Edward.

"Di kamar, Tuan. Tadi keluar sebentar, ambil baju, terus masuk lagi. Dan belum keluar lagi sampai sekarang."

Edward pun beranjak dari duduknya menuju kamar Jasmine. Bara bergumam melihat kepergian Edward.

"Semoga anak orang engga dibikin nangis lagi."

Dia pun dengan senang melanjutkan kembali menonton tv. Acara komedinya belum selesai, sedari tadi menonton banyak yang menganggu.

Ketika Edward masuk ke kamar Jasmine, ia melihat Jasmine yang awalnya duduk di ranjang langsung berdiri melihat kedatangan Edward.

"Keluarlah, untuk apa terus di kamar, aku tidak sedang menyekapmu."

"Untuk apa aku keluar?" Jasmine balik bertanya.

"Ada makanan di bawah, bisa menonton tv juga kalau mau, kalau pergi minta antar Bara. Jasmine, aku tidak akan kasar padamu asal kamu menjadi gadis penurut di sini," ucap Edward dengan kedua tangan dimasukan ke saku celana.

Jasmine mengangguk kecil. "Aku ingin bertemu Ayahku," ucapnya ketika Edward hendak berbalik pergi.

"Kalau itu, tunggu sampai dia bisa mengembalikan sisa uangku."

Jasmine mengerutkan dahinya. "Apa? Loh, kok gitu? Masa ketemu Ayahku sendiri engga boleh!" Jasmine menyilangkan tangannya di dada.

"Aku tau, kamu akan membantunya mencari sisa uang yang harus dia kembalikan, tapi itu sebenarnya bukan urusanmu. Dia harus bertanggung jawab jika ingin kembali bertemu putrinya!"

"Tapi --" Jasmine langsung diam, tidak melanjutkan kalimatnya ketika tatapan tajam Edward dilayangkan padanya.

Pria itu pun keluar dari kamar, meninggalkan Jasmine yang menghentak-hentakkan kakinya kesal.

Jasmine menghela nafas kasar lalu merebahkan dirinya di ranjang, menatap langit-langit kamarnya, ia sedang memikirkan kemungkinan kabur dari mansion ini lagi.

"Edward benar-benar berubah menjadi pria berbahaya, aku takut tinggal di sini, aku ingin lari darinya, tapi aku juga takut nanti dia menyiksaku kalau aku tertangkap lagi ..." Dia menghembuskan nafas bingung.

"Apa yang harus aku lakukan." ia menggaruk keningnya yang tidak gatal sama sekali.

Dia juga memikirkan nasib seseorang yang bernama Billy, apa orang itu masih hidup sementara Edward menyuruhnya membunuh pria itu. Dan apa alasannya, lalu obat yang dibahas Edward dan Bara malam itu, obat apa.

Semakin banyak pertanyaan di benaknya, semakin membuat Jasmine frustasi. Dia sampai memukul-mukul kepalanya seraya menjerit.

***

Malam hari, ketika ia merasa perutnya keroncongan, ia diam-diam keluar dari kamar, celengak-celinguk melihat apakah ada seseorang di depan kamarnya.

Ternyata tidak ada, ia baru bisa menghela nafas lega. Gadis itu pun berjalan menuruni anak tangga tapi seketika dia mendengar langkah kaki di belakangnya. Ketika ia menoleh, ternyata Edward juga hendak turun ke bawah, berjalan cepat melewati Jasmine yang akhirnya mematung di tengah-tengah anak tangga.

Pria itu duduk di meja makan, ternyata Edward juga belum makan, bingung harus turun ke bawah atau kembali ke atas, akhirnya gadis itu berniat kembali ke kamarnya saja.

"Jasmine ..." panggil Edward membuatnya menghentikan langkah. Ia kembali berbalik.

"Turun," titah Edward dengan suara yang seolah-olah tidak ingin dibantah.

Jasmine pun akhirnya turun dan menghampiri Edward. Ia duduk di meja makan bersama pria itu.

Jasmine mengedarkan pandangannya melihat berbagai macam menu yang tersedia.

"Makan apapun yang kamu inginkan."

Mata Jasmine sontak berbinar, ia menganggukan kepala lalu menyantap makan malamnya dengan lahap. Kapan lagi bisa makan enak seperti sekarang.

Ketika ia mengunyah makanan di mulutnya, diam-diam ia memperhatikan cara makan pria itu yang terlihat elegan, mengunyah pelan seakan benar-benar menikmati hidangan makan malamnya.

Cara makannya sangat mirip ketika Edward masih SMA dulu. Ya, walaupun saat SMA lebih sering disuapi Jasmine. Tak sadar Jasmine menarik ujung bibirnya tersenyum melihat pria itu makan.

Sayangnya, senyumannya bertahan tidak lama, ketika ponsel Edward berdering dan pria itu pergi menjauh dari meja makan untuk mengangkat telpon.

"Padahal bisa diangkat di sini," guman Jasmine.

Edward pergi ke balkon, mengangkat telpon dari April --- kekasihnya.

"Edward, besok aku pulang ke Indonesia, kamu jemput aku di bandara nanti ya."

"Oke," sahut Edward.

"Kamu engga kangen gitu sama aku? Video call dong," pinta April yang kini tengah berada di Italy untuk menyelesaikan pendidikannya.

Edward pun merubah panggilan telponnya menjadi panggilan video call. Edward belum kembali ke meja makan, Jasmine yang tidak enak jika makan sendirian, akhirnya beranjak dari duduknya pergi mencari Edward.

Sayup-sayup ia mendengar suara Edward, tidak tahu pria itu di mana, Jasmine mengedarkan pandangannya. "Kayanya di balkon itu deh," gumamnya.

Gadis itu pun berjalan menuju balkon tapi langkahnya terhenti ketika melihat Edward tengah video call dengan seorang gadis cantik. Ia pun diam-diam menguping di belakang jendela balkon.

"Bagaimana pendidikanmu?"

"Sebentar lagi aku wisuda, tapi karena aku libur dua minggu, aku ingin pulang dan bertemu denganmu dulu."

"Bagus, kamu harus rajin belajar April."

April terkekeh. "Pasti dong, aku kan mau buat kamu bangga. Eh, bentar, Mama nelpon nih, udah dulu ya. I love you Edward."

"I love you too."

Jasmine yang menempelkan punggungnya di jendela balkon terkejut ketika mereka saling mengatakan cinta satu sama lain.

"Jadi, Edward punya kekasih," ucapnya dengan mata berkaca-kaca. Entah kenapa, ada perasaan sesak seketika di dadanya mengetahui mantannya kini sudah bersama gadis lain.

"Jasmine," ucap Edgar. Jasmine menoleh dan Edward melihat mata gadis itu yang berkaca-kaca.

Terpopuler

Comments

Ilfa Yarni

Ilfa Yarni

kasia Jasmin ya Edward bener2 ga ada hati udah tau punya kekasih knp hrs menikahi Jasmine aku jadi benci sama Edward ku sampahin kau bucin hbs sama Jasmine tp Jasmine tidak Krn rasa cintanya udah dikubur buat edward

2024-05-04

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!