"Tuan, apa anda tidak punya belas kasihan?" Jasmine bertanya seraya menahan amarah, padahal wajahnya sudah merah.
"Kamu seharusnya tinggal bersamaku ketika Ayahmu mencari uang untuk membayar hasil korupsinya, tapi aku masih berbaik hati dan membiarkanmu membantu Ayahmu mencari pinjaman. Sekarang, kamu membahas belas kasihan denganku?"
Jasmine mendengus kasar. "Ayahku salah karena mengatakan dalam waktu satu minggu bisa melunasi semua utangnya kepadamu. Tapi, kenapa kamu tidak memberikan waktu lebih lama, satu minggu seperti satu hari untuk orang miskin seperti kami!"
"Itu bukan urusanku, manusia yang berani berbuat seharusnya berani bertanggung jawab!"
"Edward ---"
"Jangan memanggilku dengan nama, kita tidak sedekat dulu!" potong Edward membuat keduanya bergeming seketika, saling menatap dalam dia. "Lebih baik pulang dan cari sisanya!" Lanjut Edward penuh penekanan membuat Jasmine mengepalkan tangan lalu pergi dari ruangan itu dengan kesal.
***
Dua hari setelah dari perusahaan Edward, Jasmine mulai frustasi, sebab untuk menjual rumah pun ternyata tidak semudah yang ia bayangkan, banyak yang menawar dengan harga murah, sangat jauh dari nominal uang yang dibutuhkan Jasmine dan Johan untuk melunasi utang pada Edward.
Memasukan sertifikat tanah ke bank pun cukup lama pengajuan sementara waktu yang tersisa tinggal dua hari lagi, dari mana mereka mendapatkan uang ratusan juta dalam kurun waktu dua hari saja.
Dan yang membuat Jasmine lebih frustasi lagi adalah isi perjanjian mereka, Jasmine harus menikah dengan Edward jika mereka tidak bisa mengembalikan uang pria itu.
"Kenapa sih, Yah ..." keluh Jasmine. "Kalau bicara suka engga dipikir dulu, kenapa harus buat perjanjian kaya gitu, Ayah ini ngegampangin banget tau, minta waktu seminggu buat uang lima ratus juta!"
Jarang sekali mereka bertengkar, mungkin ini kali pertama mereka bertengkar hebat, mereka Ayah dan anak yang selalu kompak dan harmonis.
"Ayah ini pengen kamu punya masa depan yang cerah, tapi cara Ayah salah, Ayah minta maaf, Jasmine ..."
Jasmine hanya menggelengkan kepala, menutup wajah dengan kedua tangan, sesekali memijat pelipisnya yang terasa pusing.
"Ayah pikir, teman-teman sekolah Ayah yang udah sukses bisa kasih pinjeman ke Ayah. Jadi Ayah menjanjikan waktu satu minggu."
Jasmine mendesis kesal, mau memaki pun tidak bisa, padahal dalam otaknya ada banyak bahasa kasar yang ingin ia lontarkan, tapi masalahnya, yang duduk di hadapannya adalah Ayah kandungnya sendiri. Bisa-bisa Jasmine dikutuk malaikat lewat.
"Minta bantuan ke orang lain engga semudah itu, Ayah ..." gumam Jasmine pelan seraya memalingkan wajahnya ke arah lain.
Waktu terus berjalan, mereka masih belum mendapatkan sisa uang yang dibutuhkan, hingga di hari terakhir, di saat mereka kelelahan pulang malam hari mencari pinjaman yang tidak ada hasilnya, Bara datang ke rumah mereka.
Jasmine baru saja menjatuhkan tubuhnya di sofa, ia menghela nafas panjang mendengar suara ketukan pintu.
"Siapa sih, jam segini, astaga ..." dengan malas ia berjalan untuk membuka pintu dan ketika pintu terbuka matanya langsung melebar sempurna.
"B-bara ..."
"Nona Jasmine, saya ingin mengambil sisa uang yang belum dikembalikan atas perintah Tuan Edward."
"U-uangnya ..." Jasmine gelagapan, ia menoleh ke belakang, Johan malah diam di dapur, tidak berani menghampiri Bara sama sekali, membuat Jasmine menahan kesal pada Ayahnya sendiri.
"Besok, besok ya saya sendiri yang akan datang ke perusahaan," kata Jasmine yang tidak yakin juga besok bisa mendapatkan uang. Yang terpenting ia mencoba untuk mengulur waktu terlebih dahulu.
"Tapi waktumu seperti cinderella, Nona. Sampai jam dua belas malam. Besok, sudah masuk hari ke delapan, bukan tujuh hari lagi seperti yang Ayah anda janjikan."
"T-tapi ---"
"Kalau begitu, ikut dulu bersama saya menemui Tuan Edward. Keputusannya ada pada beliau."
"Tunggu!" Jasmine menahan cengkraman tangan Bara. Ia menoleh ke belakang menatap sang Ayah, tapi Johan malah bergeming dengan memegang segelas air di tangannya, nyalinya menciut melihat Bara, apalagi Edward.
Melihat Ayahnya tidak ada respon apapun, jujur Jasmine sangat kecewa, ia mendengus kasar, menghempaskan tangan Bara lalu berjalan lebih dulu ke mobil pria itu, membuat Bara mengernyit heran, tadi seperti tidak mau ikut, sekarang malah masuk lebih dulu ke mobil.
"Maafkan Ayah, Jasmine ... Tapi Ayah yakin Tuan Edward pasti lebih lembut kepada gadis sepertimu," gumam Johan menatap kepergian mobil Bara.
Di perjalanan, Jasmine menekuk wajahnya dengan memalingkan pandangannya ke luar jendela.
"Tuan Edward kan teman sekolahmu, Nona. Tidak perlu takut."
"Engga takut gimana, dulu wajahnya bersih, sekarang brewokan, mana serem lagi mukanya, datar terus. Dia kenapa jadi berubah gitu sih?" gumam Jasmine yang masih bisa di dengar oleh Bara yang duduk di depan.
"Waktu sekolah laki-laki, kalau udah dewasa jadinya pria."
"Beda ya?" tanya Jasmine seraya menaikkan alisnya menatap Bara di spion depan.
Bara menganggukan kepala. "Beda lah, semua manusia bisa berubah."
"Kalau mau berubah, jadi lebih baik, bukan jadi jahat, coba kamu pikir, lima ratus juta dalam waktu seminggu, apa itu masuk akal?"
"Coba Nona pikir, gajih udah terbilang besar, masih aja korupsi, apa itu masuk akal?" Bara balik bertanya seraya menahan senyumnya karena menyindir perilaku negatif Johan.
Jasmine pun memutar bola matanya malas seraya berdecak kesal.
"Semua ada konsekuensinya, Nona."
Jasmine diam, tidak menanggapi.
Mereka akhirnya sampai di perusahaan Edward, keduanya segera keluar dan naik ke lantai sepuluh. Tapi Bara malah meminta Jasmine untuk duduk tak jauh dari ruangan Edward, Jasmine pun menurut.
Sepuluh menit berlalu, Bara masih belum keluar dari ruangan Edward, Jasmine duduk seraya menyilangkan kedua tangannya. Celengak-celinguk menatap lorong yang sepi sebah karyawan sudah pulang semua dan mungkin hanya ada empat orang di perusahaan malam ini.
Edward, Bara, Jasmine dan satpam di depan. Karena bosan, Jasmine pun beranjak dari duduknya menghampiri ruangan Edward.
Jasmine sudah mengangkat tangannya untuk mengetuk pintu, tapi ia ragu, akhirnya ia kembali menurunkan tangannya dan berbalik untuk pergi.
Tapi ketika hendak pergi, tak sengaja telinganya mendengar obrolan Edward dan Bara di dalam sana.
"Bayar polisi untuk menjaga kawasan itu dan pastikan obat itu sampai di gudang tanpa ada yang mengikutiku."
"Tapi Tuan, bagaimana dengan Billy, dia masih disekap."
"Bunuh saja dia. Dia sudah melihat semuanya, membiarkan dia hidup membuat kita sedikit terancam."
Mata Jasmine melebar seketika, ia sampai membekap mulutnya sendiri, takut ada jeritan yang keluar karena mendengar kata 'bunuh' yang terlontar dari mulut Edward.
"Apa-apaan ini, apa maksudnya, siapa yang mau dibunuh, apa yang Edward bicarakan. Aku harus pura-pura tidak mendengar!"
Jasmine pun segera pergi dari depan ruangan itu dan kembali ke tempat duduknya tadi, bersikap polos seolah-olah telinganya tidak mendengarkan apapun. Hingga Bara menghampirinya.
"Ayo masuk, Nona .."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments
Ilfa Yarni
aPa perusahaan Edward bergerak di bidang obat terlarang
2024-05-03
1
Rina Aris
ky.y jasmin kurng gregt kurang kecewa gtu thor ayo bikin lebih greget lagi bagus tau critanya
2024-05-03
0