Sang Mantan
Setelah hiatus lama akhirnya saya kembali guysss ...
.
.
Edward duduk di meja kerjanya, menatap dingin seorang pria tua yang bersimpuh di depannya, memohon belas kasihan agar tidak dimasukan ke jeruji besi, membayangkannya saja tidak sanggup.
Di samping Edward ada Bara, sekretaris pribadinya yang selalu setia menemani Edward.
Dan di belakang pria tua itu ada dua pria muda yang menjadi saksi jika pria tua tersebut telah membawa kabur uang perusahaan dengan jumlah besar.
"S-saya mohon, Tuan ... Ampuni saya ... Tolong maafkan saya ... S-saya tidak mau masuk penjara. Saya hanya hidup berdua dengan putri saya, saya tidak mau meninggalkan putri saya, Tuan ..." pria itu sampai bersujud pada Edward yang masih bergeming dengan wajah dinginnya.
Sudah lima menit berlalu, suara yang mengisi ruangan Edward hanya permohon pria tua itu. Yang lain hanya diam, mendengarkan, seolah-olah ada pria tua yang tengah menceritakan kisah sedihnya.
"Putri saya pasti sedih kalau saya dipenjara, Tuan. Saya mohon ... saya akan membayar semua kerugian perusahaan ini ... s-saya rela tidak di gaji." pria itu berceloteh dalam sujudnya.
"Buat laporan untuknya!" Hanya dengan mengeluarkan satu kalimat itu saja, membuat pria tua itu semakin tak berdaya, menangis histeris seraya mendongak menatap Edward penuh permohonan dengan kedua tangannya yang menempel.
"T-tuan, s-saya akan membayar semuanya. Saya janji, sebagai jaminannya Tuan boleh menyekap putri saya dulu, saya berjanji tidak akan kabur."
"Bagaimana mungkin kamu merelakan putri kesayanganmu disekap oleh Tuan Edward, Johan?" tanya Bara pada pria bernama Johan tersebut.
"S-saya akan menebusnya dalam waktu satu minggu, asalkan Tuan tidak berbuat jahat kepada putri saya. Saya janji, saya janji Tuan."
"Bagaimana jika lebih dari satu minggu dan kamu tidak bisa membayarnya?" tanya Edward.
"Tuan boleh menikahinya," celetuk Johan membuat mulut Bara mengembang seketika, dua pria di belakang Johan juga menahan tawa, hanya Edward yang masih setia dengan wajah datarnya.
Bara hanya tidak habis pikir, bagaimana bisa Johan berpikir seperti itu, selera Edward bukan perempuan rendahan atau perempuan dari kalangan bawah.
"Berani-beraninya membuat lelucon menjijikan denganku." Akhirnya Edward pun bersuara membuat Bara dan dua pria di belakang Johan langsung memasang wajah datar kembali setelah menahan tawanya tadi. Bara sampai berdehem untuk kembali serius.
"T-tuan, saya berkata seperti itu, untuk meyakinkan anda, kalau saya janji dalam waktu satu minggu akan mengganti semua uang perusahaan anda, Tuan. Saya pun tidak mungkin sejahat itu memberikan putri saya ..."
"Baik, tapi bawa putrimu sekarang juga untuk menandatangani kontrak perjanjian."
Johan langsung mengangguk cepat. "Baik, Tuan. Saya akan bawa putri saya." dia pun segera berdiri, membungkukkan badan lalu segera pergi untuk membawa putrinya.
**
Jasmine tengah mengambil beberapa tomat dan cabai dari kebun, biasanya siang hari ia akan mengumpulkan beberapa bahan masakan yang akan dimasak satu jam sebelum Ayahnya pulang.
Jasmine menanam beberapa sayuran yang lain juga, kebetulan belakang rumah mereka cukup luas untuk dijadikan kebun, setelah lulus sekolah, Jasmine tidak melanjutkan pendidikannya sebab Johan melarang Jasmine bekerja, Johan meminta Jasmine merawat rumah dan memasak saja toh gaji Johan cukup besar untuk biaya hidup mereka berdua.
Ketika ia hendak masuk ke rumah dengan membawa wadah berisi penuh sayuran, ia menautkan alisnya melihat Johan pulang diantar ojeg.
"Loh, Ayah kok udah pulang aja," gumamnya.
Johan langsung berlari menghampiri Jasmine setelah membayar ojeg tersebut, dengan wajah gelisah Johan berkata. "Nak, ikut Ayah dulu yuk, sebentar aja ..."
"Kemana, Yah?" tanya Jasmine menahan tangan Johan yang hendak menariknya.
"Pokoknya ikut dulu, sebentar saja."
"Tapi Jasmine belum mandi."
"Udah, engga perlu mandi, cuman sebentar aja, kok."
"Yaudah, bentar-bentar ..." Jasmine menyimpan wadah isi sayuran di teras depan rumah lalu mengekor langkah kaki Ayahnya.
Mereka menunggu kendaraan umum lewat, Jasmine mengernyit melihat wajah gelisah Ayahnya yang terlihat tidak sabaran menunggu kendaraan umum, seperti ada sesuatu yang sangat penting.
Tak lama kemudian sebuah angkot lewat, Johan pun mengulurkan tangan agar angkot tersebut berhenti lalu mereka segera masuk.
Bahkan di dalam angkot pun, Johan terus melempar tatapan ke luar jendela tapi di sisi lain, ia mengenggam erat tangan putrinya.
Jasmine menatap tangan Johan, sebenarnya ada apa, kenapa Ayahnya sangat gelisah, bahkan Jasmine melihat helaan nafasnya sangat berat.
"Ayah baik-baik aja?" tanya Jasmine berbisik.
Johan pun menatap Jasmine, mengangguk diiringi senyuman di wajahnya. Dan masalahnya, Jasmine tahu mana senyuman asli Ayahnya dan mana senyuman palsu yang hanya dibuat-buat.
Sesampainya mereka di perusahaan, mereka berdua segera keluar, ketika hendak menyebrang, Johan celengak-celinguk menunggu laju kendaraan melambat sementara Jasmine hanya menatap takjub bangunan yang sangat besar di seberangnya.
"Wuah ... Aku engga tau, kalau Ayah kerja di perusahaan sebesar ini," gumam Jasmine.
"Ayo ..." Johan menarik tangan putrinya untuk menyebrang.
Jasmine sangat ingin bekerja, ikut dengan Ayahnya, tapi Johan selalu melarang dengan berbagai alasan yang dilontarkan, Jasmine pun heran, kemampuan Ayahnya sebesar apa sampai diterima di perusahaan yang sangat besar itu.
Jasmine terlihat senang ketika berjalan di lobby menuju lift, matanya terus berkeliling menatap para bidadari yang sibuk, bidadari menurut Jasmine adalah mereka yang bekerja di perusahaan yang sama dengan Ayahnya, mereka sangat cantik.
Tapi entah mengapa, mereka menatap Johan penuh intimidasi membuat Jasmine heran, mengapa mereka bersikap seperti itu?
Ketika di dalam lift, Jasmine menaikkan alisnya melihat Ayahnya menekan tombol angkat sepuluh yang itu artinya mereka akan naik ke lantai sepuluh.
"Untuk apa kita ke lantai sepuluh, Ayah?" tanya Jasmine yang kebetulan di lift itu hanya ada mereka berdua.
"Kamu akan tau nanti," jawab Johan dengan lemah.
Johan tidak ingin membuat Jasmine menjadi jaminan, tapi ia tidak tahu harus berbuat apa lagi. Johan hanya berharap sebelum satu minggu ia bisa kembali mengambil Jasmine.
Dengan helaan nafas berat, Johan membawa putrinya keluar dari lift, Jasmine diam, tidak melawan sama sekali sebab ia sangat percaya Ayahnya tidak akan menyakitinya.
Jalannya semakin cepat, membuat Jasmine hampir kelelahan dengan menyeimbangkan langkahnya dengan Edward.
Pintu pun dibuka setelah Edward menekan tombol merah samping pintu. Dan yang membuka pintu adalah Bara.
Bara menatap Johan lalu melirik ke arah Jasmine, ia menatap Jasmine dari atas sampai bawah, ini kali pertama Jasmine ditatap seperti itu, membuat Jasmine takut hingga bergerak bersembunyi di belakang tubuh Ayahnya.
"Masuk," ucap Bara, bergerak memberi ruang untuk mereka berjalan masuk.
Dua pria yang tadi menjadi saksi untuk Johan pun masih berdiri di sana, membuat Johan sedikitml melongo sebab mereka tidak dibiarkan duduk.
"T-tuan, ini putri saya ..." ucap Johan.
Edward pun memutar kursinya dan ketika ia melihat wajah gadis itu sontak ia melebarkan mata sempurna.
"Kamu ..."
"Kamu ..."
Mereka berucap bersamaan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments