Bab Lima

“Rasanya secapek ini ... enggak sangka, ... duniaku, ... bahkan dunia keluargaku, hancur hanya karena satu kejadian yang tidak pernah aku inginkan.” Aranti terduduk lemas di sebelah pintu kamar Davin yang baru ia masuki.

“Banyak yang bilang, hidup itu jangan mengeluh. Sebab setiap orang punya cobaan hidup masing-masing. Termasuk dalam rumah tangga. Ibaratnya, suami juga cerminan dari istri. Kata mereka, selama istri bisa mengarahkan sekaligus membahagiakan suami, suami pasti berubah,” batin Aranti yang sampai detik ini masih berbicara dalam hati.

Semua kegaduhan sudah usai. Karena selain orang tua Aranti sudah pulang dan itu karena diusir oleh ibu Susi. Orang tua Davin juga sudah kembali pergi ke toko.

Langkah buru-buru dari luar membuat Aranti terusik. Aranti yang masih memangku ranselnya yakin, itu Davin. Benar saja, itu memang Davin yang kini berdiri di hadapannya. Ia sampai menengadah hanya untuk menatap pemuda yang sangat ia benci, tapi kini malah harus ia hormati. Sebab setelah pernikahan mereka yang sangat berdrama dan jauh dari manusiawi, Davin tetap suaminya.

“Meski dari dulu aku beneran enggak pernah kepikiran buat menikah bahkan meski usiaku sudah tiga puluhan. Karena niatnya, aku ingin fokus kerja ngumpulin uang sebanyak-banyaknya. Bahkan bila perlu jadi pengusaha. Namun, aku beneran enggak sangka kalau sekarang, aku harus begini. Aku menikah ketika aku masih duduk di kelas dua SMA,” batin Aranti tak bersemangat. Ia bahkan mengakhiri tatapannya kepada Davin seiring ia yang menunduk tak bersemangat.

“Cepat mandi,” sergah Davin sambil mengunci pintu kamarnya kemudian berlalu dari hadapan Aranti. Ia melangkah menuju tempat tidurnya yang belum dirapikan karena memang belum dibereskan oleh ART di rumahnya.

“Semua pakaian di ranselku basah karena kehujanan,” ucap Aranti tak bersemangat. Tatapannya bahkan kosong. Aranti masih belum percaya, bahwa hidupnya sekarang malah berakhir bersama Davin.

Davin yang duduk di pinggir tempat tidurnya dengan santai, berangsur menatap Aranti. “Aku bahkan akan berterima kasih kalau setiap waktumu bersamaku, kamu lakukan dengan telanj.ang!”

Balasan Davin barusan langsung membuat Aranti meliriknya sengit. Apalagi, nada Davin terdengar mengomel—nyelekit.

Aranti menghela napas dalam sekaligus panjang. “Aku ini istrimu loh. Aku bahkan mau mulai panggil kamu Mas. Bicaranya dijaga lah. Hargai aku karena aku juga sebisa mungkin menghargai kamu.”

“Lah, memangnya salah, sebagai suami kamu aku bilang begitu? Sana tanya ke tetangga, setiap suami pasti lebih suka lihat istrinya enggak berbusana, kan? Beneran bukan hanya enggak pakai baju. Karena kalau enggak pakai baju, berarti masih pakai celana!” balas Davin membela diri.

Aranti tetap jengkel tapi sebisa mungkin menerima. Ia berangsur membuka ranselnya dan pamit minta diantar ke tempat jemuran.

“Sudah, sekarang kamu mandi saja. Pilih pakaianku yang kiranya enggak kebesaran di tubuh kamu,” ucap Davin.

“Nih orang kenapa ngebet banget minta aku buat mandi, ya? Sengaja mau ajak aku pergi, apa bagaimana?” pikir Aranti jadi curiga sekaligus deg-degan. “Harusnya sih aman. Kan Davin juga dengar kalau kami enggak boleh melakukan hubungan suami istri sebelum bayi ini lahir dan itu saja wajib ijab kabul ulang,” pikir Aranti menyusul Davin yang membuka lemari pakaian terbilang besar di hadapan mereka.

“Pinggangmu kecil. Semua celanaku pasti kedodoran,” sergah Davin memilih celana untuk Aranti. Ia memberikan kaus putih yang ia anggap cukup pas di tubuh istrinya.

“Sudah enggak usah pakai celana!” sergah Davin sesaat setelah ia menghadap sekaligus menatap Aranti.

“Yang pakai pakaian tertutup saja, Mas bilang mengundang. Apa kabar kalau aku beneran enggak pakai celana seperti mau Mas?” heran Aranti yang melangkah kembali menghampiri tasnya di sebelah pintu.

Aranti mengambil satu celana panjang dari dalam tasnya lengkap dengan keperluan lain. Namun dalam tasnya hanya ada tiga setel pakaian, itu pun tak ada seragam sekolahnya.

Sampai sekarang, Aranti tidak tahu bahwa meski diam, sang suami terus memperhatikannya. Dari ujung kaki yang tak memakai alas. Juga rambut panjang Aranti yang sudah benar-benar kering, tapi tetap rapi meski belum tersentuh sisir.

“Bissmilah ... minimal, hubungan kami akan baik seperti sahabat dulu. Pelan tapi pasti, semoga hubungan orang tua kami juga membaik. Enggak serunyam sekarang,” batin Aranti yang kemudian menoleh ke Davin hanya untuk menatap suaminya itu.

Kali ini Aranti jadi merinding atas tatapan sekaligus perhatian berlebihan Davin kepadanya. “Kok aku takut, ya?” batin Aranti tetap berusaha tenang. Ia berangsur menanyakan keberadaan handuk yang memang menjadi alasannya menatap Davin.

“Di lemari yang ada di dalam kamar mandi, ada beberapa stok!” balas Davin sambil menatap lurus kedua mata Aranti. Tatapan yang makin membuat Aranti merasa ngeri, takut pada suaminya sendiri.

Aranti yang sampai keramas terpaksa memakai celana maupun dalam.an yang masih setengah basah. Sebab tanpa semua itu amat sangat membuatnya tidak nyaman meski Davin malah menyarankan agar Aranti malah tidak memakainya.

Davin yang masih duduk di pinggir tempat tidur sambil main game di ponselnya, langsung diam bersama suara terbukanya pintu kamar mandi di hadapannya. Aroma shampo maupun sabun yang begitu sehar, membuat dadanya deg-degan parah. Tatapannya berangsur terarah ke depan dan itu langsung dihiasi kedua kaki Aranti. Pelan tapi pasti, tatapannya naik hingga ia mendapati sang istri yang tengah mengeringkan rambut menggunakan handuk. Dari cara Aranti menatapnya, wanita sangat cantik itu terlihat takut. Aranti takut kepadanya. Davin yakin itu.

“Akhirnya cita-citaku beneran terwujud. Lihat dia baru keramas, berantakan begini, tapi segar banget!” batin Davin yang meletakan ponselnya begitu saja. Tatapannya tetap lurus nyaris tak berkedip menatap kedua mata Aranti. Sementara tangan kanannya berangsur menepuk-nepuk sebelah ia duduk.

“Sini ...,” lirih Davin terdengar tidak sadar sekaligus sangat menginginkan Aranti.

Aranti tetap bertahan di depan pintu kamar mandi. Ia menggeleng dan makin takut kepada Davin. “Aku di sini saja, Mas! Aku ... aku ke luar ....” Aranti sengaja menghindari Davin. Takut sang suami tak kuasa menahan hasratnya sebagai laki-laki jika harus terus bersamanya apalagi di dalam kamar seperti sekarang.

“JANGAN BIKIN AKU MARAH!” tegas Davin lirih sekaligus gemetaran dan terdengar menahan amarah.

Aranti yang sudah ada di depan pintu langsung diam. Ia berhenti melangkah di antara ketakutan yang ia rasakan. Jantungnya berdetak sangat kencang, tak karuan. Selain itu, ia juga mulai panas dingin merinding. “Enggak ... Davin pasti enggak mungkin menyentuhku. Karena dia tahu, kami enggak boleh melakukan hubungan suami istri dulu,” batin Aranti berusaha meyakinkan sekaligus menenangkan dirinya sendiri.

“Cepat ke sini,” ucap Davin terdengar sangat dingin bahkan memaksa.

Aranti tak memiliki pilihan lain selain menyanggupi. Ia duduk di sebelah Davin dan agak jauh. Namun, setelah sempat hanya diam sambil menunduk, Davin sengaja geser hingga ia dan Aranti tak lagi berjarak.

Ketika akhirnya tatapan mereka bertemu, Aranti langsung mengingatkan kepada Davin. Mengenai mereka yang tetap harus jaga jarak. Khususnya tidak boleh berhubungan in.tim.

“Jaga jarak, ih ....” Aranti masih bersikap lembut. Ia menahan bahu Davin, tapi Davin dengan cepat membingkai wajah Aranti menggunakan kedua tangannya.

Dunia Aranti seolah langsung berhenti berputar detik itu juga. “Jangan bikin aku takut,” resah Aranti sambil menepis tatapan Davin.

“Kamu tahu, kamu sudah bikin aku tergila-gila ke kamu,” ucap Davin.

“Aku mau masak buat Mas. Mas sudah sarapan belum?” sergah Aranti sengaja mengalihkan perhatian sang suami. Namun, Davin baru saja menguasai bibirnya dengan c.iuman yang untuk sekadar membuatnya membalas masih sangat enggan.

“Semoga hanya c.iuman!” batin Aranti sambil terpejam pasrah. Aranti merasa tersiksa lahir batin, tapi ia berusaha ikhlas. Aranti menegur dirinya mengenai ujian hidup setiap orang, termasuk itu ujian hidup rumah tangga, yang berbeda-beda. Dan Aranti masih optimis bisa mengubah sikap bahkan watak Davin.

Terpopuler

Comments

Erina Munir

Erina Munir

otaknya Davin...dasar ngeres mulu...

2024-05-12

0

Firli Putrawan

Firli Putrawan

iih s Davin udah ky beruang buas sebel

2024-04-25

0

Sarti Patimuan

Sarti Patimuan

Davin obsesi apa nafsu sama Aranti

2024-04-24

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!