Bab 12 : Gaun nan indah dan Reina.

Jam 06.00 pagi. Udara di kota Yotami masih dingin dan sunyi, hanya diiringi bunyi mendidihnya kuah sup yang seperti nada-nada musikal. Aroma rempah-rempah yang tercampur dengan hangat dapur memenuhi ruangan kecil di rumah sederhana Kei dan Bunda Ratih. Mereka sudah selesai menyiapkan sup untuk Reina, teman Kei yang sedang sakit.

"Nah, cicip dulu, Kei," Bunda Ratih menyuapi Kei dengan lembut, mengambil kuah sup dengan sendok sup yang terbuat dari kayu jati tua. Wajah Bunda Ratih tampak lelah, tapi matanya memancarkan kasih sayang yang tak terhingga.

Kei langsung berbinar, "Wah, supnya sangat lezat, Bun!" pujinya dengan penuh kekaguman. Matanya berbinar seperti bintang di langit malam, rasa khawatirnya terhadap Reina terlupakan sejenak.

"Wah, kita berhasil, Kei! Ayo, kita ke rumah Reina!" Bunda Ratih berseri-seri, semangatnya menular. Bunda Ratih mengenakan kebaya warna orange muda yang selalu membuatnya tampak anggun, meski usianya sudah tak muda lagi.

"Tapi, aku harus berangkat sekolah setengah jam lagi," Kei menjawab dengan suara datar. Dia menatap jam dinding di dapur yang menunjukkan pukul 06.20. Rasa malas mulai menggerogoti hatinya.

"Hanya hari ini, Bunda akan mengizinkanmu tidak masuk sekolah. Ayo, kita berangkat ke rumah Reina," Bunda Ratih mengizinkan Kei untuk bolos sekolah hari ini. Bunda Ratih tersenyum hangat, membuat Kei merasa sedikit bersalah.

Kei terkejut, "Kenapa nggak pas aku pulang sekolah aja?" tanyanya, menahan rasa senang. Dia memang malas ke sekolah, terutama pelajaran matematika yang selalu membuatnya pusing. Namun, rasa khawatirnya terhadap Reina mulai muncul kembali.

"Jangan banyak tanya! Yaudah pergi aja ke sekolah, sana!" Bunda Ratih berkata dengan nada merayu, meskipun suaranya sedikit keras. Bunda Ratih tahu Kei sebenarnya ingin bolos sekolah. Dia ingin Kei fokus pada pelajaran, tapi melihat kekhawatiran Kei terhadap Reina, hatinya luluh.

"Iya iya, ayo berangkat," Kei menjawab dengan suara datar dan wajah dingin. Namun, di dalam hatinya, "Yes yes yes yes!" Dia senang bisa bolos sekolah dan menemani Reina. Rasa khawatir dan rasa senang bercampur aduk dalam dirinya.

Di dalam kamar Kei.

Kei berdiri di depan lemari pakaiannya, matanya berbinar-binar. Dia selalu memperhatikan penampilannya, terutama saat akan bertemu Reina. Ruangannya yang sederhana, dengan dinding berwarna biru muda dan poster band kesukaannya, terasa bersemangat.

Lima menit berlalu.

Kei masih sibuk memilih baju yang tepat. Tiba-tiba, ponselnya berdering. Dia meraihnya dengan cepat, jantungnya berdebar kencang.

"Reina, pasti Reina yang mengirim pesan," gumamnya, berharap itu pesan dari Reina. Dia membuka aplikasi WhatsApp, dan benar saja, sebuah foto pada kontak nya.

"Foto parfumku? Dia pasti mengucapkan terima kasih," pikirnya, senyum mengembang di bibirnya.

Namun, saat dia mengklik kontak Reina, senyum Kei memudar. Di layar, tampak Reina yang cantik dalam balutan gaun merah yang menawan. Rambutnya terurai indah, dan matanya berbinar-binar. Kei terkesiap, jantungnya berdebar semakin kencang.

"Reina... Dia... Dia terlihat sangat cantik," gumamnya, matanya terpaku pada foto itu.

"Hah... apa... ini.. Reina!!! " sorak Kei histeris, matanya melotot tak percaya. Wajahnya yang tadinya bersemangat, kini memerah padam. Dia mencengkeram ponselnya erat-erat, jari-jarinya gemetar.

"Cantik... Sangat cantik," gumamnya, matanya tak Berkedip dari layar. Reina, dengan gaun merahnya yang menawan, tampak seperti putri dalam dongeng. Rambutnya yang terurai lembut, matanya yang berbinar, dan senyum tipisnya, semuanya membuat Kei terpesona.

"Balas apa ya... " gumamnya, suaranya bergetar. Dia menggigit bibir bawahnya, gugup. "Apa aku harus memuji gaunnya? Atau... Atau... "

Kei pun membalas foto dari Reina.

 "Tidak, tidak, tidak," gumamnya, menggelengkan kepala. "Aku harus bersiap-siap. Aku harus bertemu Reina."

Kei meletakkan ponselnya di atas meja, lalu bergegas merapikan dirinya. Dia memilih baju terbaiknya, menata rambutnya dengan rapi, dan menyemprotkan parfum kesukaannya.

"Reina... Aku harus terlihat sebaik mungkin," gumamnya, menatap dirinya di cermin.

Setelah merasa cukup rapi, Kei berlari kecil menuju kamar Bunda Ratih. Dia mengetuk pintu dengan keras, tak sabar untuk segera berangkat.

"Bunda.. bunda.. apakah bunda sudah siap?" tanya Kei, suaranya sedikit terengah-engah.

Namun, jawaban yang didapatnya bukan dari dalam kamar. Bunda Ratih, dengan senyum lebar, berdiri di dekat pintu rumah.

"Hei Kei... bunda di sini, ayok berangkat!" sorak Bunda Ratih, matanya berbinar-binar.

Kei tercengang. Bunda Ratih, yang biasanya selalu lama berdandan, kini sudah siap dengan pakaian rapi dan cantik.

"Bunda... Kenapa cepat sekali?" tanya Kei, heran.

Bunda Ratih tersenyum misterius. "Rahasia," jawabnya, lalu menarik tangan Kei. "Ayo, kita berangkat."

Kei masih penasaran, tapi dia mengikuti Bunda Ratih menuju garasi. Dia mengambil kunci motor, matanya masih tertuju pada Bunda Ratih yang berjalan di depannya.

Dia menghela napas, lalu menyalakan motornya.

Di perjalanan menuju rumah Reina.

Angin pagi yang sejuk menerpa wajah Kei, membawanya pada aroma bunga-bunga yang harum. Dia mengendarai motornya dengan hati-hati, tangannya menggenggam erat stang, sementara Bunda Ratih duduk di belakangnya, menikmati pemandangan yang indah.

"Kei, pelan-pelan ya," ujar Bunda Ratih, suaranya lembut. "Hari ini hari yang istimewa."

Kei mengangguk, tapi tak menjawab. Dia fokus pada jalanan, pikirannya melayang pada Reina yang masih terkena demam.

Tiga puluh menit kemudian, mereka tiba di depan rumah Reina. Kei menghentikan motornya, lalu membantu Bunda Ratih turun.

"Terima kasih, Kei," ujar Bunda Ratih, tersenyum.

Kei mengangguk singkat, lalu menoleh ke arah rumah Reina. Dia bisa melihat bayangan Reina di balik jendela kamarnya.

"Reina..." gumamnya, matanya tertuju pada sosok teman terbaik nya.

Di dalam kamar, Reina berdiri di depan cermin, matanya berbinar-binar. Dia tersenyum puas melihat penampilannya yang menawan.

"Wah, aku sangat cantik menggunakan gaun ini!" ujar Reina, suaranya penuh semangat.

"Apakah Kei tidak sempat membalas pesan ku karena tersipu malu ya hihihi," gumamnya, pipinya memerah.

Tiba-tiba, suara motor yang familiar terdengar di telinganya. Reina berbalik, matanya tertuju pada jendela.

"Itu... Itu motor Kei!" teriaknya, terkejut.

Dia melihat Kei dan Bunda Ratih berdiri di halaman rumahnya. Kei tampak seperti biasa, dingin dan tenang, tapi Reina bisa merasakan getaran aneh di hatinya.

"Apa, Kei tidak sekolah?.. lalu, wanita yang di samping nya, apakah bunda nya?" pikir Reina, matanya tertuju pada Bunda Ratih yang tersenyum ramah.

Reina terdiam, jantungnya berdebar kencangReina merasakan jantungnya berdebar kencang. Kei, teman baiknya, akan datang berkunjung, dan dia takut Kei akan curiga bahwa dia hanya pura-pura sakit. Kei seringkali menganggap Reina berlebihan dan suka berpura-pura. Reina buru-buru mengganti gaunnya dengan piyama bermotif bunga-bunga kecil dan mengacak-acak rambutnya agar terlihat seperti baru bangun tidur.

"Semoga aku terlihat benar-benar sakit," gumam Reina sambil menatap bayangannya di cermin. Matanya berkaca-kaca, mencerminkan kekhawatiran yang sedang menggerogoti hatinya. Ruangannya, yang biasanya dihiasi dengan poster-poster band kesukaannya, kini terasa suram, seakan mencerminkan kekhawatiran yang sedang menggerogoti hatinya.

Di luar, Bunda Ratih, ibu Kei, sudah tidak sabar untuk bertemu dengan Ina, ibu Reina. Bunda Ratih, dengan senyum lebar dan aura keibuan yang hangat, menyapa taman kecil di depan rumah Reina. Bunga-bunga mawar merah bermekaran dengan cantik, seolah menyambut kedatangan Bunda Ratih. Kei, dengan wajah datarnya yang khas, berjalan menuju pintu rumah Reina dan mengetuknya dengan pelan.

"Tok... Tok... Tok..." Suara ketukan pintu itu terdengar begitu pelan, hampir seperti bisikan, namun mampu menembus keheningan pagi yang menyelimuti rumah Reina.

Di dalam rumah, Mama Ina sedang bersantai di ruang keluarga sambil menonton televisi. Wajahnya terlihat lelah, namun senyumnya merekah begitu dia mendengar ketukan pintu. Dia segera berteriak, "Iya... sebentar..."

Mama Ina membuka pintu dan terkejut melihat Bunda Ratih di depan pintu. Mereka berdua langsung berpelukan dengan hangat, melepaskan kerinduan yang sudah lama terpendam.

"Ha... Ina, sudah lama kita tidak bertemu!" seru Bunda Ratih, suaranya penuh dengan kehangatan.

"Ha... Ratih, aku kangen kamu. Kamu makin cantik sekarang!" balas Mama Ina, matanya berbinar-binar.

Mereka melepaskan pelukan dan saling memuji. Bunda Ratih bercanda, "Kamu juga cantik, walaupun belum mandi, hahaha."

Mama Ina tertawa, "Hahaha... kamu gak berubah ya, masih aja suka bercanda."

Kei, yang sedari tadi mengamati mereka berdua, hanya menatap dengan ekspresi datar. "Berapa lama lagi aku harus melihat tingkah kekanak-kanakan mereka berdua?" gumamnya dalam hati. Namun, di balik tatapan dinginnya, tersembunyi sebuah kehangatan yang hanya bisa dirasakan oleh mereka yang mengenalnya dengan baik.

"Mari, masuk ke dalam rumah, dan duduk aja di ruang keluarga," ajak Mama Ina dengan lembut. Ruang keluarga itu dipenuhi dengan aroma kopi dan kue yang baru matang, menciptakan suasana yang nyaman dan menyenangkan.

Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah.

Reina, yang mendengar percakapan mereka, bersembunyi di balik pintu kamarnya. Dia ingin menguping pembicaraan mereka. "Aku akan mendengarnya dari sini," bisiknya sambil membuka sedikit pintu kamarnya. Jantungnya berdebar kencang, takut Kei akan melihatnya.

Dua menit kemudian, Kei dan Bunda Ratih sudah duduk di ruang keluarga. Mama Ina keluar dari dapur, membawa dua gelas berisi jus jeruk. Dia meletakkan gelas tersebut di dekat Kei dan Bunda Ratih.

Reina mengintip dengan waspada, takut Kei melihatnya. Dia melihat Kei duduk tegak di sofa, tangannya terlipat di depan dada, matanya menatap lurus ke depan. Tatapannya dingin, namun ada aura misterius yang terpancar dari dirinya. Reina merasa terpesona, namun juga sedikit takut.

"Ini dia minumannya," ucap Mama Ina sambil meletakkan gelas di hadapan mereka. "Dan, Kei, jangan menatap gelas ini dengan tatapan datarmu itu. Kopi di sini sudah habis."

"Tunggu dulu, Bibi, dar..." Kei hendak bertanya sesuatu, namun ucapannya dipotong oleh Mama Ina.

"Panggil saja Mama, jangan panggil Bibi," tegur Mama Ina.

Kei mencoba menyesuaikan diri, "Baiklah, Mama," ucapnya sedikit gugup. "Tapi, dari mana Mama tahu kalau aku suka kopi?" tanyanya penasaran.

"Kamu masih ingat ga, di malam hari di teras rumah Mama. Reina dan kamu sedang bertukar cerita di sana, dan Mama lihat. Reina membuatkan kopi cappuccino untukmu, Kei," jawab Mama Ina dengan lembut.

Reina, yang mengintip dari kamar, merasa panas. "Kenapa Mama mengatakannya kepada Kei? Kan ada alasan lain selain menyebutkan namaku," gerutunya dalam hati. Wajahnya memerah karena malu.

"Mama benar, aku juga sangat suka kopi," jawab Kei sambil sedikit tersenyum. Dia menatap Mama Ina dengan wajah dinginnya, namun ada sedikit kelembutan yang terpancar dari matanya.

Kei kemudian melihat ke arah pintu kamar Reina. Tak disangka, dia melihat rambut Reina yang indah menyembul keluar dari balik pintu.

"Oh, jadi kau sedang menguping pembicaraan kami ya," gumam Kei sambil tersenyum jahil. Senyumnya itu seperti kilatan petir yang menyambar hati Reina, membuatnya semakin gugup.

"Oh, Mama... apakah Reina sekarang di dalam kamar?" tanya Kei dengan nada menggoda. Dia memberikan kode kepada Mama Ina dengan menunjuk ke arah kamar Reina menggunakan bibirnya.

Mama Ina mengerti, "Iya, Nak Kei. Apakah kamu ingin bertemu dengan anak cantik Mama?" tanyanya dengan nada menggoda, membuat Reina semakin panas.

"Wah, Mama tahu saja, anak Mama Ina sangat cantik, apalagi di saat dia mengirimkan foto dia yang sedang memakai gaun tadi pagi," puji Kei dengan nada menggoda. Tatapannya tajam dan penuh makna.

Reina, yang mendengarnya, terkejut dan tidak sengaja menggeser pintu kamarnya hingga tertutup dengan keras. Dia merasa terjebak dalam permainan Kei.

"Mama, izin berbicara," ucap Kei dengan suara datar. "Tidak ada guna lagi kau mengintip dari balik pintu, Reina." Kei berteriak dengan keras, wajahnya tersenyum tipis, namun ada sedikit kesedihan yang terpancar dari matanya.

Reina berlari ke kasurnya, melompat ke kasur, dan menutup wajahnya dengan bantal.

"Mama Ina, izinkan aku untuk melihat Reina di dalam kamar," pinta Kei dengan tatapan dinginnya.

"Baiklah, jangan sungkan, Kei," jawab Mama Ina, mengizinkan Kei masuk ke kamar Reina.

Reina, yang mendengar Mama Ina mengizinkan Kei masuk, buru-buru mengambil selimut dan menutupi tubuhnya. Dia juga mengambil bantal untuk menutupi wajahnya. "Mengapa mama mengizinkan si bodoh itu masuk!! " sorak hati Reina.

Kei melangkah perlahan dan membuka pintu kamar Reina. Reina di dalam kamar merasa sangat malu. Dia melihat Kei berdiri di ambang pintu, tubuhnya tinggi dan tegap, seperti patung yang terukir dengan sempurna. Cahaya mentari pagi menerobos jendela, menyorot debu-debu yang beterbangan di udara, dan menyingkap poster-poster band rock yang menghiasi dinding kamar Reina. Poster-poster itu, yang biasanya menjadi sumber semangatnya, kini tampak suram dan tak bernyawa, seakan mencerminkan perasaan Reina yang sedang kalut.

Kei berjalan mendekati Reina yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Dia sampai di depan ranjang Reina dan duduk di atas kasur. Reina mengintip dari balik bantal, tubuhnya bergetar dan wajahnya memerah.

"Kamu udah ga sakit ya?" tanya Kei dengan suara datarnya, memegang kepala Reina dengan halus. Sentuhannya begitu lembut, seperti bulu ayam yang menyapa kulit.

"Kenapa kamu ke sini, seharusnya kamu sekolah sekarang!" sorak malu Reina, masih menutupi wajahnya dengan bantal. Suaranya bergetar, dipenuhi dengan rasa malu dan takut.

"Santai dong," ucap Kei sambil menepuk kepala Reina dengan lembut. "Aku di sini membawakan sup hangat untukmu." Kei melepaskan pegangannya, lalu melihatkan sup tersebut kepada Reina yang masih saja menutupi wajahnya dengan bantal.

Reina tidak berkata sedikit pun karena, dia merasa malu dan tak tahan di rayu Kei. Kei yang mengerti dengan apa yang Reina rasakan, semakin merayu Reina. "Reina... Reina... yang selalu membuatku tersipu malu, akhirnya memakan ranjau nya sendiri. Kenapa? Ayo, lihatkan lah wajahmu. Tidak sopan seperti itu kepada tamu," kata Kei, suaranya kecil merayu, tatapannya begitu dingin, namun ada sedikit kelembutan yang terpancar dari matanya.

"Ga.. gamau..., jangan menjijikan, Kei!" sorak Reina, yang masih menutupi wajahnya dengan bantal.

"Aku tidak punya pilihan lain selain..." Kei mendekati Reina yang tersandar di dinding kamar. Dia melihat Reina terbungkus selimut, wajahnya memerah, dan matanya berkaca-kaca.

Kei mengayunkan tangannya, membuka selimut Reina dengan lembut. "A... apa yang kamu lakukan. Kei...!! ha....!!" sorak Reina dengan sangat kencang.

Kei pun menggelitik badan Reina. Reina tertawa terkekeh-kekeh. "Kei hentikan itu... ini sangat geli... hahahaha..." Reina berguling-guling di kasur, sementara Kei masih menggelitiknya.

Kei tidak mempedulikan Reina yang ingin menghentikannya. Dia tetap menggelitik badan Reina. Tangannya pindah ke ketiaknya Reina, lalu menggelitik teman baiknya dengan lembut.

"Kei... jangan di situ... hahaha... aku ga bisa menahannya hahaha... jangan membuatku pipis di celana!!" sorak Reina, tawanya semakin keras.

Kei pun tersadar, bahwa badan Reina tidak terasa panas lagi. Dia pun berhenti menggelitik Reina. "Sudahlah, Reina. Kamu sudah tidak sakit lagi," ucap Kei sambil tersenyum.

"Iya, aku sudah sehat," jawab Reina sambil terengah-engah karena masih tertawa.

Kei duduk di tepi kasur Reina, matanya dingin dan tajam, tapi ada sorot kekhawatiran yang tersembunyi di baliknya. "Wah, cepet banget sembuhnya. Padahal kemarin, kamu masih lemes banget." Suaranya datar, tapi ada nada lembut yang tersirat di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah pertanyaan, seolah-olah dia tidak percaya dengan kecepatan kesembuhan Reina.

Reina mengerutkan kening, berusaha mengingat. "Entahlah... Rasanya badan ku langsung ringan pas bangun tidur tadi." Dia merasa aneh, seolah-olah tubuhnya telah disembuhkan oleh kekuatan gaib. Keheranan dan kebingungan terpancar dari suaranya.

Kei mengamati Reina, matanya dingin namun penuh perhatian. "Hmmm... Kamu minum obat kemarin?" Pertanyaan itu terlontar dengan singkat, tapi ada rasa ingin tahu yang tersirat di baliknya. Nada bicaranya terdengar curiga, seolah-olah dia menduga ada sesuatu yang tidak beres.

Reina mengangguk pelan. "Pas kamu pulang, Nenek ngasih aku obat, habis minum, aku langsung tidur." Dia tidak menyadari ada yang aneh dengan obat itu, hanya merasa lelah dan langsung tertidur. Suaranya terdengar tenang, namun ada sedikit ketakutan tersembunyi di balik kata-katanya.

Kei berdehem, suaranya dingin namun tenang. "Kayaknya kamu belum bener-bener sehat, Reina." Nada bicaranya seolah-olah menuding Reina, tapi ada kepedulian yang tersirat di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah peringatan, seolah-olah dia khawatir Reina akan sakit lagi.

Reina mengerjap, rasa penasaran muncul di wajahnya. "Hah? Maksudnya?" Dia merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh Kei, sesuatu yang membuatnya penasaran. Suaranya terdengar sedikit gugup, seolah-olah dia takut mendengar jawaban dari pertanyaan itu.

Kei menunduk, jari-jarinya bermain-main dengan ujung selimut Reina. "Obat yang kamu minum itu cuma buat ngilangin demam sementara. Kalau kamu gak istirahat, kamu bisa sakit lagi." Dia berbicara dengan nada datar, tapi ada ancaman tersirat di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah ancaman, seolah-olah dia ingin Reina berhati-hati.

Reina tercengang. "Kok kamu tau sih?" Dia merasa ada sesuatu yang aneh dengan Kei, seolah-olah dia memiliki kekuatan gaib yang bisa membaca pikirannya. Suaranya terdengar terkejut, seolah-olah dia tidak percaya dengan pengetahuan Kei.

Kei mengangkat wajahnya, senyum tipis tersungging di bibirnya, tapi matanya tetap dingin dan penuh perhatian. "Aku kan ikut ekskul kesehatan di sekolah." Dia menjawab dengan singkat, tapi ada kedalaman tersembunyi di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah penjelasan, seolah-olah dia ingin meyakinkan Reina bahwa dia tidak memiliki kekuatan gaib.

Reina mengangguk mengerti. "Oh, iya ya..." Dia merasa lega, tapi tetap penasaran dengan Kei. Suaranya terdengar lega, seolah-olah dia merasa aman karena mengetahui alasan Kei.

Kei teringat foto Reina dengan gaun memesona yang dikirimnya. Senyum tipisnya memudar, digantikan oleh ekspresi dingin. "Ngomong-ngomong, kenapa kamu ngirim foto itu ke aku?" Pertanyaan itu terlontar dengan singkat, tapi ada rasa ingin tahu yang tersirat di baliknya. Nada itu terdengar seperti sebuah pertanyaan, seolah-olah dia ingin tahu alasan Reina mengirim foto itu.

Reina merona, matanya menunduk. "Eh, soalnya Hanna mau ngadain pesta. Abang sepupunya mau nikah dua hari lagi." Dia merasa gugup, seolah-olah dia telah melakukan kesalahan besar. Suaranya terdengar gugup, seolah-olah dia takut dihakimi oleh Kei.

"Terus kamu minta pendapat aku? Kata Hanna, aku jujur ngasih pendapat?" ujar Reina, suaranya hampir tak terdengar. Dia merasa malu, seolah-olah dia telah melakukan sesuatu yang salah. Suaranya terdengar malu, seolah-olah dia merasa bersalah karena meminta pendapat Kei.

Kei mengangguk, memahami situasi Reina. "Oh, gitu." Dia menjawab dengan singkat, tapi ada rasa simpati yang tersirat di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah pengertian, seolah-olah dia memahami perasaan Reina.

Reina langsung bersemangat, berlari kecil ke lemari bajunya. Dia mengambil gaun merah hitam yang indah. "Nah... gimana pendapat kamu, kalau aku pake gaun ini?" Dia merasa gembira, seolah-olah dia akan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar gembira, seolah-olah dia ingin segera mendapatkan persetujuan Kei.

Kei mengamati gaun itu, matanya dingin namun penuh perhatian. "Cantik sih, cocok buat kamu. Pas banget." Dia berusaha bersikap biasa, tapi ada rasa kagum yang tersirat di balik kata-katanya. Nada itu terdengar seperti sebuah pujian, seolah-olah dia terpesona dengan kecantikan Reina.

Kei terdiam sejenak, matanya menatap Reina dengan tatapan dingin namun penuh perhatian. "Cuma, ada satu hal yang kurang..." Dia merasa gugup, seolah-olah dia akan mengatakan sesuatu yang salah. Nada itu terdengar seperti sebuah pengakuan, seolah-olah dia takut membuat Reina kecewa.

Reina mengerutkan kening, penasaran. "Apa?" Dia merasa penasaran, seolah-olah dia akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar penasaran, seolah-olah dia ingin tahu apa yang kurang dari penampilannya.

Kei menggaruk tengkuknya, wajahnya memerah. "Aku gak diajak..." Dia merasa malu, seolah-olah dia telah melakukan kesalahan besar. Suaranya terdengar malu, seolah-olah dia takut Reina akan marah padanya.

Reina terkekeh, matanya berbinar. "Ya ampun, masa gak diajak! Jelas kamu diajak lah!" Dia merasa bahagia, seolah-olah dia telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar bahagia, seolah-olah dia merasa senang karena Kei akan diajak ke pesta.

Kei tersenyum, tapi raut wajahnya masih sedikit cemberut. "Tapi ada yang kurang." Dia merasa sedih, seolah-olah dia telah melakukan sesuatu yang salah. Nada itu terdengar seperti sebuah pengakuan, seolah-olah dia merasa tidak pantas untuk pergi ke pesta.

Reina semakin penasaran. "Apa lagi?" Dia merasa penasaran, seolah-olah dia akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar penasaran, seolah-olah dia ingin tahu apa yang membuat Kei merasa tidak pantas.

Kei menghela napas, matanya menunduk. "Aku belum pernah ke pesta pernikahan, dan gak punya baju yang cocok buat ke pesta." Dia merasa putus asa, seolah-olah dia telah melakukan kesalahan besar. Suaranya terdengar putus asa, seolah-olah dia merasa tidak berdaya.

Reina berpikir sejenak, sebuah ide muncul di benaknya. "Gimana kalau kita cari baju buat kamu besok?" Dia merasa gembira, seolah-olah dia telah menemukan solusi atas masalahnya. Suaranya terdengar gembira, seolah-olah dia ingin membantu Kei.

Kei mengangguk, matanya tetap dingin namun penuh perhatian. "Kalau kamu gak keberatan." Dia menjawab dengan singkat, tanpa sedikitpun rasa antusias. Nada itu terdengar seperti sebuah persetujuan, seolah-olah dia tidak ingin merepotkan Reina.

Reina mengangguk, matanya berbinar. "Oke deh, terus aku penasaran sama sup yang ada di dekat kamu. Siapa yang buat?" Dia merasa penasaran, seolah-olah dia akan mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar penasaran, seolah-olah dia ingin tahu siapa yang membuat sup itu.

Kei tersenyum, matanya memancarkan kehangatan. "Aku sama Bunda yang buat." Dia merasa bahagia, seolah-olah dia telah mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Nada itu terdengar seperti sebuah pengakuan, seolah-olah dia bangga dengan sup buatannya.

Reina terkesima, matanya berbinar. "Wah, aku pengen nyobain! Boleh kan?" Dia merasa gembira, seolah-olah dia akan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar gembira, seolah-olah dia ingin segera mencicipi sup itu.

Kei mengangguk, mengambil mangkuk sup dan menyerahkannya pada Reina. "Nih, aku ambilin piring di dapur." Dia menjawab dengan singkat, tanpa sedikitpun rasa peduli. Nada itu terdengar seperti sebuah tawaran, seolah-olah dia ingin Reina segera mencicipi sup itu.

Kei turun dari kasur, berjalan keluar dari kamar Reina. Reina memperhatikan kepergian Kei, matanya berbinar. Dia merasa gembira, seolah-olah dia akan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Suaranya terdengar gembira, seolah-olah dia merasa senang dengan perhatian Kei.

Di saat Kei keluar dari kamar Reina, Kei heran. Karena di ruangan keluarga Reina, tidak ada Bunda Ratih dan Mama Ina di sana. Kei pun berjalan menuju ruangan tamu. Mereka tidak ada juga di sana. Dia merasa penasaran, seolah-olah ada sesuatu yang disembunyikan oleh mereka. Suaranya terdengar heran, seolah-olah dia ingin tahu keberadaan Bunda Ratih dan Mama Ina.

Kei tidak ingin melewati makan bersama dengan Reina, segera mengambil piring di dalam dapur. Dia merasa bahagia, seolah-olah dia akan segera mendapatkan jawaban atas pertanyaan-pertanyaannya. Nada itu terdengar seperti sebuah tekad, seolah-olah dia ingin segera makan bersama Reina.

Di dalam ruangan rahasia rumah Reina, Bunda Ratih dan Mama Ina berbicara dengan suara rendah.

"Gimana, Ina? Rencana kita udah tepat kan?" tanya Bunda Ratih, suaranya berbisik. Dia merasa khawatir, seolah-olah dia telah melakukan kesalahan besar. Nada itu terdengar seperti sebuah pertanyaan, seolah-olah dia ingin memastikan keberhasilan rencananya.

Ina menjawab dengan suara datar, "Aku yakin, ini berhasil..." Dia merasa yakin, seolah-olah dia telah menemukan solusi atas masalahnya. Nada itu terdengar seperti sebuah keyakinan, seolah-olah dia yakin dengan keberhasilan rencananya.

Bersambung...

Episodes
1 Bab 1: beginning
2 Bab 2: kembali bertemu setelah dua tahun.
3 Bab 3: perkenalan yang berarti.
4 Bab 4: Laki laki yang di kelilingi aura jahat, tapi tidak mematikan.
5 Bab 5 : maksud dari semua ini.
6 Bab 6 : pengalaman pertama yang sangat mengharukan.
7 Bab 7 : Reina dan sekolah.
8 Bab 8 : Masalalu Hikari Kei.
9 Bab 9 : Rahasia Terkuak di malam yang Tenang.
10 Bab 10 : Kedua masalalu yang saling terhubung.
11 Bab 11 : Kejadian lucu di dalam dapur di subuh yang sunyi.
12 Bab 12 : Gaun nan indah dan Reina.
13 Bab 13 : jas
14 Bab 14 : Acara pernikahan.
15 Bab 15 : Masakan untuk Kei.
16 Bab 16 : Arisu Lynn.
17 Bab 17 : Nobar bersama Lynn.
18 Bab 18 : Kisah keluarga Kenzi dan Lynn.
19 Bab 19 : Di dalam kamar Reina.
20 Bab 20 : Di halaman rumah Reina.
21 Bab 21 : Apa itu kebahagiaan?
22 Bab 22 : Spin the Wheel of Truth "part 1".
23 Bab 23 : Spin the Wheel of Truth "part 2".
24 Bab 24 : Spin the Wheel of Truth "part 3".
25 Bab 25 : Kemana.
26 Bab 26 : Persiapan yang matang.
27 Bab 27 : Menuju Osaka.
28 Bab 28 : Osaka.
29 Bab 29 : Pencarian di gudang.
30 Bab 30 : Dua anak berbahaya.
31 Bab 31 : Ada yang tidak beres.
32 Bab 32 : Cacian.
33 Bab 33 : Kembali.
34 Bab 34 : Apa yang terjadi sebenarnya?
35 Bab 35 : Ada apa sebenarnya di masa depan.
36 Bab 36 : Reina pulang.
37 Bab 37 : Rencana bodoh dan pintar.
38 Bab 38 : Perasaan spesial.
39 Bab 39 : Hadiah untuk Reina.
40 Bab 40 : Persiapan Kejutan.
41 Bab 41 : Kejutan dari Reina.
42 Bab 42 : Kejutan untuk Reina.
43 Bab 43 : Ucapan terimakasih.
44 Bab 44 : Bisikan bulan dan bintang.
45 Bab 45 : Tanda tanda hilang nya bulan.
46 Bab 46 : Merahasiakan dari Reina.
47 Bab 47 : Ketakutan Reina.
48 Bab 48 : Keterpurukan.
49 Bab 49 : Firasat di bawah bulan.
50 Bab 50 : Selamat tinggal, Yotami.
51 Bab 51 : Duka.
52 Bab 52 : Kalung bulan sabit.
53 Bab 53 : Tiga sahabat peduli Kei dan Reina!
54 Bab 54 : Penculikan Kei.
55 Bab 55 : Kesedihan masih membekas Reina.
56 Bab 56 : Merawat Kei.
57 Bab 57 : Jawaban iya atau tidak.
58 Bab 58 : Celina Andras.
59 Bab 59 : Reina dan Andras.
60 Bab 60 : Perkenalan.
61 Bab 61 : Pertarungan di mulai.
62 Bab 62 : Mata merah Andras.
63 Bab 63 : Persahabatan SMA.
64 Bab 64 : Kandidat calon ketua OSiS.
65 Bab 65 : Rumah keluarga Kei dan Andras.
66 Bab 66 : Peninggalan.
67 Bab 67 : Hadiah dari kakak ipar.
68 bab 68 : Diskusi tentang sekolah Kyoko.
69 Bab 69 : Kemarahan Andras.
70 Bab 70 : Cara licik dan tuduhan di depan umum.
71 Bab 71 : Pendukung.
72 Bab 72 : VMPK (Visi Misi Program Kerja)
73 Bab 73 : Pink Ayes Reina.
74 Bab 74 : Pink-eyed miracle!
75 Bab 75 : Pembagian Anggota inti OSIS.
76 Bab 76 : Emi, Earl.
77 Bab 77 : Rapat festival sekolah.
78 Bab 78 : Di jodoh kan demi bisnis.
79 Bab 79 : Cerita kan semua nya.
80 Bab 80 : Tercekik :v
81 Bab 81 : Janji Perlindungan.
82 Bab 82 : Konflik lama hadir kembali.
83 Bab 83 : Festival SMA Kyoko di mulai.
84 Bab 84 : Kekacauan.
85 Bab 85 : Akibat.
86 Bab 86 : Ketenangan Di Kyoko.
87 Bab 87 : Pemimpin tak terkalahkan.
88 Bab 88 : Lanjutan meriah Kyoko.
89 Bab 89 : Solo gitar.
90 Bab 90 : Tak terduga.
91 Bab 91 : Aku juga, dan dukungan dari Reina.
92 Bab 92 : Ryu dan Zerav.
93 Bab 93 : Cari aku. Ku ada untuk mu.
94 Bab 94 : Surat cinta untuk Andras.
95 Bab 95 : Melihat Ryu.
96 Bab 96 : Berusaha lah!
97 Bab 97 : Kembali ceria lah!
98 Bab 98 : Berlari.
99 Bab 99 : Yang di ingin kan.
100 Bab 100 : Astaga.
101 Bab 101 : Ular.
102 Bab 102 : Ancaman dan Teror.
103 Bab 103 : Kamu telah berubah.
104 Bab 104 : Bayangan masalalu.
105 Bab 105 : Hanna, Reina, Yotami...
106 Bab 106 : Kenzi, Lynn, Yotami...
107 Bab 107 : duka dan kenangan tentang mereka berdua.
108 Bab 108 : Menguntit.
109 Bab 109 : Mengalahkan rasa putus asa.
110 Bab 110 : Stadion Kuroku.
111 Bab 111 : Cinta dalam pertarungan.
112 Bab 112 : Pengakuan cinta di antara darah dan haru.
113 Bab 113 : Max, Yumi.
114 Bab 114 : Berlatih untuk konser.
115 Bab 115 : Undangan konser.
116 Bab 116 : Keinginan untuk berubah.
117 Bab 117 : Lirik lagu buatan Yumi.
118 Bab 118 : Joging.
119 Bab 119 : Pengumuman penting.
120 Bab 120 : Stadion Leisia.
121 Bab 121 : Penampilan YMEE BAND.
122 Bab 122 : Pertanyaan untuk YMEE.
123 Bab 123 : Selamat YMEE.
124 Bab 124 : Teror 2.
125 Bab 125 : Bertarung melawan api.
126 Bab 126 : Apa yang sebenarnya terjadi.
127 Bab 127 : Ingin menyelamatkan dia.
128 Bab 128 : Kita gagal.
129 Bab 129 : Berputar kembali.
130 Bab 130 : Berpikir kritis.
131 Bab 131 : Rencana untuk Kenzi dan Zerav.
132 Bab 132 : Rencana terakhir di mulai.
133 Bab 133 : Pertarungan melawan anak buah Danton.
134 Bab 134 : Dia lolos.
135 Bab 135 : Berhasil melewati putaran waktu.
136 Nan 136 : Surat.
137 Bab 137 : Rencana Kei dan Reina.
138 Bab 138 : Persiapan untuk menghadapi Danton.
139 Bab 139 : Izin Ina.
140 Bab 140 : Reiz, Tia.
141 Bab 141 : Leon Rombert.
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Bab 1: beginning
2
Bab 2: kembali bertemu setelah dua tahun.
3
Bab 3: perkenalan yang berarti.
4
Bab 4: Laki laki yang di kelilingi aura jahat, tapi tidak mematikan.
5
Bab 5 : maksud dari semua ini.
6
Bab 6 : pengalaman pertama yang sangat mengharukan.
7
Bab 7 : Reina dan sekolah.
8
Bab 8 : Masalalu Hikari Kei.
9
Bab 9 : Rahasia Terkuak di malam yang Tenang.
10
Bab 10 : Kedua masalalu yang saling terhubung.
11
Bab 11 : Kejadian lucu di dalam dapur di subuh yang sunyi.
12
Bab 12 : Gaun nan indah dan Reina.
13
Bab 13 : jas
14
Bab 14 : Acara pernikahan.
15
Bab 15 : Masakan untuk Kei.
16
Bab 16 : Arisu Lynn.
17
Bab 17 : Nobar bersama Lynn.
18
Bab 18 : Kisah keluarga Kenzi dan Lynn.
19
Bab 19 : Di dalam kamar Reina.
20
Bab 20 : Di halaman rumah Reina.
21
Bab 21 : Apa itu kebahagiaan?
22
Bab 22 : Spin the Wheel of Truth "part 1".
23
Bab 23 : Spin the Wheel of Truth "part 2".
24
Bab 24 : Spin the Wheel of Truth "part 3".
25
Bab 25 : Kemana.
26
Bab 26 : Persiapan yang matang.
27
Bab 27 : Menuju Osaka.
28
Bab 28 : Osaka.
29
Bab 29 : Pencarian di gudang.
30
Bab 30 : Dua anak berbahaya.
31
Bab 31 : Ada yang tidak beres.
32
Bab 32 : Cacian.
33
Bab 33 : Kembali.
34
Bab 34 : Apa yang terjadi sebenarnya?
35
Bab 35 : Ada apa sebenarnya di masa depan.
36
Bab 36 : Reina pulang.
37
Bab 37 : Rencana bodoh dan pintar.
38
Bab 38 : Perasaan spesial.
39
Bab 39 : Hadiah untuk Reina.
40
Bab 40 : Persiapan Kejutan.
41
Bab 41 : Kejutan dari Reina.
42
Bab 42 : Kejutan untuk Reina.
43
Bab 43 : Ucapan terimakasih.
44
Bab 44 : Bisikan bulan dan bintang.
45
Bab 45 : Tanda tanda hilang nya bulan.
46
Bab 46 : Merahasiakan dari Reina.
47
Bab 47 : Ketakutan Reina.
48
Bab 48 : Keterpurukan.
49
Bab 49 : Firasat di bawah bulan.
50
Bab 50 : Selamat tinggal, Yotami.
51
Bab 51 : Duka.
52
Bab 52 : Kalung bulan sabit.
53
Bab 53 : Tiga sahabat peduli Kei dan Reina!
54
Bab 54 : Penculikan Kei.
55
Bab 55 : Kesedihan masih membekas Reina.
56
Bab 56 : Merawat Kei.
57
Bab 57 : Jawaban iya atau tidak.
58
Bab 58 : Celina Andras.
59
Bab 59 : Reina dan Andras.
60
Bab 60 : Perkenalan.
61
Bab 61 : Pertarungan di mulai.
62
Bab 62 : Mata merah Andras.
63
Bab 63 : Persahabatan SMA.
64
Bab 64 : Kandidat calon ketua OSiS.
65
Bab 65 : Rumah keluarga Kei dan Andras.
66
Bab 66 : Peninggalan.
67
Bab 67 : Hadiah dari kakak ipar.
68
bab 68 : Diskusi tentang sekolah Kyoko.
69
Bab 69 : Kemarahan Andras.
70
Bab 70 : Cara licik dan tuduhan di depan umum.
71
Bab 71 : Pendukung.
72
Bab 72 : VMPK (Visi Misi Program Kerja)
73
Bab 73 : Pink Ayes Reina.
74
Bab 74 : Pink-eyed miracle!
75
Bab 75 : Pembagian Anggota inti OSIS.
76
Bab 76 : Emi, Earl.
77
Bab 77 : Rapat festival sekolah.
78
Bab 78 : Di jodoh kan demi bisnis.
79
Bab 79 : Cerita kan semua nya.
80
Bab 80 : Tercekik :v
81
Bab 81 : Janji Perlindungan.
82
Bab 82 : Konflik lama hadir kembali.
83
Bab 83 : Festival SMA Kyoko di mulai.
84
Bab 84 : Kekacauan.
85
Bab 85 : Akibat.
86
Bab 86 : Ketenangan Di Kyoko.
87
Bab 87 : Pemimpin tak terkalahkan.
88
Bab 88 : Lanjutan meriah Kyoko.
89
Bab 89 : Solo gitar.
90
Bab 90 : Tak terduga.
91
Bab 91 : Aku juga, dan dukungan dari Reina.
92
Bab 92 : Ryu dan Zerav.
93
Bab 93 : Cari aku. Ku ada untuk mu.
94
Bab 94 : Surat cinta untuk Andras.
95
Bab 95 : Melihat Ryu.
96
Bab 96 : Berusaha lah!
97
Bab 97 : Kembali ceria lah!
98
Bab 98 : Berlari.
99
Bab 99 : Yang di ingin kan.
100
Bab 100 : Astaga.
101
Bab 101 : Ular.
102
Bab 102 : Ancaman dan Teror.
103
Bab 103 : Kamu telah berubah.
104
Bab 104 : Bayangan masalalu.
105
Bab 105 : Hanna, Reina, Yotami...
106
Bab 106 : Kenzi, Lynn, Yotami...
107
Bab 107 : duka dan kenangan tentang mereka berdua.
108
Bab 108 : Menguntit.
109
Bab 109 : Mengalahkan rasa putus asa.
110
Bab 110 : Stadion Kuroku.
111
Bab 111 : Cinta dalam pertarungan.
112
Bab 112 : Pengakuan cinta di antara darah dan haru.
113
Bab 113 : Max, Yumi.
114
Bab 114 : Berlatih untuk konser.
115
Bab 115 : Undangan konser.
116
Bab 116 : Keinginan untuk berubah.
117
Bab 117 : Lirik lagu buatan Yumi.
118
Bab 118 : Joging.
119
Bab 119 : Pengumuman penting.
120
Bab 120 : Stadion Leisia.
121
Bab 121 : Penampilan YMEE BAND.
122
Bab 122 : Pertanyaan untuk YMEE.
123
Bab 123 : Selamat YMEE.
124
Bab 124 : Teror 2.
125
Bab 125 : Bertarung melawan api.
126
Bab 126 : Apa yang sebenarnya terjadi.
127
Bab 127 : Ingin menyelamatkan dia.
128
Bab 128 : Kita gagal.
129
Bab 129 : Berputar kembali.
130
Bab 130 : Berpikir kritis.
131
Bab 131 : Rencana untuk Kenzi dan Zerav.
132
Bab 132 : Rencana terakhir di mulai.
133
Bab 133 : Pertarungan melawan anak buah Danton.
134
Bab 134 : Dia lolos.
135
Bab 135 : Berhasil melewati putaran waktu.
136
Nan 136 : Surat.
137
Bab 137 : Rencana Kei dan Reina.
138
Bab 138 : Persiapan untuk menghadapi Danton.
139
Bab 139 : Izin Ina.
140
Bab 140 : Reiz, Tia.
141
Bab 141 : Leon Rombert.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!