Beginning And End
Di dalam kegelapan, seorang pria berbisik, suaranya bergetar menahan emosi.
"Apa daya aku, di saat kau telah pergi, aku bukan siapa-siapa lagi. Bahkan, aku tidak layak memiliki kehidupan yang keras ini. Semuanya, peninggalanmu, kata-katamu, bahkan aroma tubuhmu, masih menghantui ku. Dan, kenapa semua ini begitu cepat? Apakah aku memiliki dosa yang tidak bisa diampuni? Tapi aku tidak mempedulikan itu."
Air mata mengalir di pipinya, membasahi kegelapan yang menyelimuti dirinya.
"Penyesalan, akan terus mengalir dari dalam diriku. Aku terlalu egois, naif, dan arogan. Bahkan, aku sempat tidak bersyukur dengan rintangan cinta yang kita hadapi. Seharusnya, hubungan ini akan sampai di pelaminan. Tapi, semua ini, adalah murni dari kesalahan ku, bukan salah orang lain, ataupun dirimu."
Ia menarik napas dalam-dalam, mencoba menenangkan hatinya yang bergejolak.
"Semua ini, berawal pada delapan tahun yang lalu..."
Kilatan cahaya menerobos kegelapan, membawa kita kembali ke masa lalu, tepatnya pada tanggal 14 Mei 2017.
Matahari pagi menyinari Kota, langit biru cerah menghiasi cakrawala. Di sebuah rumah sederhana, Ratih, seorang ibu rumah tangga, tengah menyiapkan sarapan untuk putranya, Hikari Kei.
"Kei, sarapan dulu sebelum pergi ke sekolah," seru Ratih dengan suara ceria, berusaha membangunkan Kei dari tidurnya.
Kei, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun, mengerang pelan. Wajahnya tampak lesu, matanya masih terpejam.
"Maaf Bun, bukannya Kei tidak mau sarapan, tetapi setelah sarapan, biasanya perut Kei sakit," keluh Kei, tangannya mengusap kepala yang terasa pening.
"Eh, kalau ga sarapan, nanti kamu tidak fokus dalam mengerjakan ujiannya nak," Ratih bersikeras, ingin Kei tetap sarapan.
"Yaudah Bun, aku sarapan dengan roti dan teh aja," Kei akhirnya mengalah. Ia berjalan ke dapur, mengambil sepotong roti dan secangkir teh panas.
Kei mengunyah roti dengan malas, pikirannya melayang ke ujian akhir SD yang akan dijalaninya hari itu.
Beberapa menit kemudian, Kei sudah siap berangkat.
"Bunda.. aku pamit pergi ke sekolah ya!" teriak Kei, sepatu sekolahnya sudah terpasang di kaki.
"Eh, tunggu dulu Kei, kamu kebiasaan banget kelupaan membawa uang jajan. Nanti waktu kamu mau pergi jajan ke kantin, uang kamu tidak ada untuk membayar makanan yang telah kamu ambil," Ratih mengingatkan Kei dari dalam rumah.
"Oh iya Bunda, maaf Kei kelupaan hehe," Kei menepuk jidatnya, lalu mengambil uang dari tangan Ratih.
Jam 07.55, Kei tiba di gerbang sekolah. Ia berjalan dengan langkah gontai, kelelahan karena harus berjalan kaki menuju sekolah.
"Sampai juga di sekolah, saatnya masuk ke ruangan ujian," gumam Kei dalam hati.
Namun, rasa sakit di perutnya mulai terasa. Ia meringis menahan nyeri.
"Hal ini lah yang tidak ingin aku alami," batin Kei, wajahnya berkerut menahan rasa sakit.
Kei tidak punya pilihan lain selain terus berjalan menuju ruang ujian. Waktu ujian akan segera dimulai.
Sesampai di depan pintu ruang ujian, perut Kei kembali berbunyi.
"Brrrttt brrrttt," bunyi perut Kei semakin keras.
"Aduh, perut aku makin sakit, tapi aku tidak punya pilihan lain. Dan lihat saja sampai mana aku mampu untuk bertahan dengan perut yang terus mengancam kenyamanan ku," batin Kei, wajahnya suram, tangan kanannya menekan perutnya.
Kei pun duduk di kursinya, mengeluarkan pena dan nomor ujiannya.
Jam 08.00, ujian dimulai. Semua siswa dan siswi fokus dengan ujiannya, kecuali Kei. Ia berusaha menahan rasa sakit di perutnya sambil mengerjakan soal.
32 menit berlalu, rasa sakit di perut Kei semakin menjadi-jadi.
"Ahh sial, perut ku makin sakit. Tahan Kei, tinggal tiga soal lagi yang belum dikerjakan," batin Kei, mencengkram pahanya menahan rasa sakit.
Seketika, guru pengawas mengalihkan perhatiannya ke arah Kei.
"Hei Hikari Kei, dari tadi saya lihat-lihat, kamu terlihat gelisah. Ada apa?" tanya guru pengawas dengan nada lembut.
"Sebenarnya dari tadi, perut aku sakit Pak, mungkin aku harus pergi ke toilet," jawab Kei, tangannya masih memegang perut.
Guru pengawas mengangguk mengerti. Ia pun berdiri dari kursinya.
"Kalau begitu, saya kasih 10 menit untuk ke toilet. Kamu tidak keberatan kan, Kei?" tanya guru pengawas.
"Tidak Pak, waktu segitu udah cukup kok," jawab Kei, berusaha menahan rasa sakit.
"Baiklah, cepat pergi," ucap guru pengawas. Kei pun berterima kasih dan bergegas menuju toilet.
4 menit kemudian, Kei selesai buang air besar. Ia kembali ke ruang ujian, mengambil sepatunya yang terletak di rak sepatu. Toilet laki-laki dan perempuan bersebelahan, sehingga rak sepatunya digabung.
Namun, saat Kei berjalan mengambil sepatunya, ia tidak sengaja menginjak salah satu sepatu murid yang tergeletak di bawah rak sepatu.
"Sepatu siapa ini? Ah, peduli apa aku. Waktu aku tidak banyak untuk kembali ke ruang ujian," batin Kei, matanya tertuju pada sepatu yang baru saja ia injak.
Kei pun berjalan menjauhi sepatu itu tanpa merasa bersalah.
Dari kejauhan, seorang anak perempuan berseru dengan suara lantang.
"Hei kamu, apakah kamu sadar dengan apa yang kamu lakukan?"
Kei terhenti, ia menoleh ke belakang.
"Emang nya apa yang aku lakukan?" tanya Kei dengan nada lembut, tatapan matanya menyamping.
"Dasar bodoh, kau baru saja menginjak sepatu ku," sorak anak perempuan itu dengan marah. Ia mengambil sepatunya yang tergeletak di lantai.
"Ya ampun, lihat yang telah kau lakukan dengan sepatu ku," sorak anak perempuan itu, menunjukkan sepatunya kepada Kei.
"Cih, jangan lebay. Kau baru saja membuat ku jijik dengan perkataan itu," ujar Kei dengan tatapan tajam.
"Cih.. siapa suruh letak in sepatu nya di bawah sana," batin Kei, wajahnya datar.
Kei pun berbalik dan berjalan menuju ruang ujian tanpa merasa bersalah.
"Heiii.. kau mau kemana, dasar laki-laki bego!" teriak anak perempuan itu dengan keras, wajahnya kesal.
"Kan, sepatu ku penyot. Dasar anak tidak punya etika," gerutu anak perempuan itu, ia merenung melihat sepatunya yang penyot.
Beberapa jam kemudian, tepatnya pukul 15.00, bel pulang sekolah berbunyi.
Kei berjalan menuju gerbang sekolah, ia berniat menunggu bus lewat.
"Huh, ujian akhir SD telah ku selesaikan. Dan sekarang, aku akan melupakan sekolah menjijikkan ini," gumam Kei, berdiri menunggu bus lewat.
2 menit kemudian, seorang pria dan seorang anak perempuan berjalan menuju gerbang sekolah.
"Bagaimana ujianmu, Reina?" tanya pria itu kepada anak perempuan yang bernama Reina.
"Biasa aja, tumben Papa menjemput ku dan menanyakan ujian ku?" tanya Reina dengan wajah polos.
"Hei, aku ini Papa mu nak. Wajar saja Papa menanyakan hal itu, meskipun Papa jarang menanyakannya," jawab pria itu, ia mencubit pipi Reina.
"Hentikan itu, itu sangat menjengkelkan," ujar Reina dengan wajah malu.
"Eh, dia orang yang menginjak sepatu ku tadi," batin Reina, matanya tertuju pada Kei yang berdiri di dekat gerbang.
"Papa, ikut dengan ku, sekarang," ujar Reina dengan suara pelan.
Reina berjalan ke arah Kei, diikuti oleh Papanya dari belakang.
Setelah sampai di dekat Kei, Reina menarik kerah baju Kei dari belakang.
"Wah, kamu masih berani berdiri disini ya? Aku kagum dengan keberanian mu. Sekarang minta maaf lah padaku karena kamu telah menginjak sepatu ku," ujar Reina kepada Kei, tangannya masih menarik kerah baju Kei dengan nada suara yang rendah.
Kei menoleh ke belakang dengan wajah kesal.
"Dan aku kagum sekali melihat kelancangan kamu menarik kerah baju anak laki-laki dengan sembarangan. Dan ingat ini di dalam benak mu yang kecil itu, lain kali letak lah sepatu ke rak sepatu yang dibuat oleh orang dengan susah payah," ucap Kei dengan kesal, ia menyingkirkan tangan Reina dari kerah bajunya.
Papa Reina yang melihat Kei dari kejauhan, seperti mengetahui siapa Kei. Ia pun menyusul ke arah mereka berdua.
"Maaf aku telah menganggu perdebatan kalian. Dan kamu, nama mu pasti Hikari Kei," ujar Papa Reina dengan senyuman di wajahnya.
"Iya, itu saya sendiri. Dan dari mana Paman tau dengan nama saya? Dan saya sendiri tidak kenal dengan Paman," tanya Kei dengan perasaan bingung.
"Haha, bodohnya aku. Perkenalkan nak, nama ku Hasane Danton. Saya Papa nya Reina dan saya juga teman kerja ayah mu, Hikari Haruto," jawab Danton dengan senyum ramah.
"Senang berkenalan dengan Paman," ujar Kei, ia mulai berjabat tangan dengan Danton.
"Oh iya, kalian kan satu sekolah. Apakah kalian mengenal satu sama lain?" tanya Danton kepada Kei dan Reina.
"Untuk apa aku mengenal orang pendiam seperti batu yang tidak diganggu? Itu bukan kerja ku," jawab Reina dengan malas, ia melipat tangannya dan menoleh ke belakang.
"Siapa juga yang ingin mengenali orang yang berkata seperti orang arogan, namun aslinya, sifatnya menjengkelkan," ujar Kei dengan tatapan dingin.
"Akan ku persilahkan anda untuk melihat cermin, dan berkata, siapa yang arogan sekarang," ujar Reina dengan keras kepada Kei, ia menoleh ke arah Kei, lalu menatap Kei seperti menyimpan dendam.
"Hei, tenang lah anak kecil. Kalian bicara seperti orang dewasa. Rileks-rileks. Dan saya meminta kalian untuk memperkenalkan nama kalian," ucap Danton dengan senyuman tenang sambil mengelus kepala Kei dan Reina.
Lalu Danton berhenti mengelus kepala Kei dan Reina.
"Hah, apa boleh buat. Nama ku Hikari Kei, jangan sampai mengingat nama ku," Kei memperkenalkan dirinya dengan ekspresi dingin, ia menjulurkan tangannya.
"Cih, bodoh. Namaku Hasane Reina, dan jangan harap kita akan bertemu sesudah perkenalan yang menjijikkan ini," ujar Reina dengan ekspresi dingin, ia menjulurkan tangannya.
Mereka berdua pun bersalaman dengan wajah dingin.
"Wah, kalian sangat serasi. Aku harap kalian lebih akrab dengan seiring berjalannya waktu," ucap Danton, ia senang melihat Kei dan Reina.
Mereka pun berhenti berjabat tangan.
"Dan sayang nya itu tidak akan pernah terjadi," jawab Reina dengan dingin, ia menatap Danton dengan tatapan tajam.
Seketika Kei melihat bus yang berhenti di hadapannya.
"Oh iya Paman Danton, bus yang ingin ku naiki sudah sampai. Kalau itu, saya pamit dulu. Sampai jumpa Paman Danton, dan kau," ucap Kei, ia menatap ke arah Reina dan Danton.
"Baiklah nak, hati-hati di jalan," sorak Danton dengan senang. Reina mengabaikannya, ia berjalan ke mobil pribadi Danton dengan kesal.
Di dalam mobil bus, cahaya matahari menembus masuk ke dalam kaca bus.
"Hasane Reina, dia sangat arogan. Aku benci dengan perempuan yang bersikap seperti orang yang selalu benar. Entah kenapa, tak ada angin tak ada hujan, aku bertemu dengan perempuan itu. Sungguh hari yang sial," batin Kei, ia duduk dan menyandarkan tangannya di samping jendela bus, melihat pemandangan dari dalam bus.
Sedangkan di dalam mobil Reina.
"Hikari Kei, cih, nama macam apa itu? Karena itu lah aku benci mengingat nama nya kembali. Dan sikapnya, seolah-olah orang yang paling keren di dunia. Apakah dia berpikir, dengan sikapnya yang dingin itu, dia sangat keren? Haha, justru sebaliknya. Dan dia tidak meminta maaf ke padaku setelah apa yang terjadi," batin Reina, ia duduk di dalam mobil, melipat tangannya, dan melihat ke luar mobil dari dalam jendela.
Hari-hari pun berlalu. Kei dan Reina dinyatakan lulus dengan nilai Kei yang standar, sedangkan Reina mendapatkan nilai yang sangat tinggi.
"Indah nya ketika mengingat masa lalu, apalagi mengingat disaat kita terpaksa memperkenalkan diri kita masing-masing. Perkenalan yang memiliki arti buruk," ujar laki-laki dari dalam kegelapan.
bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
Raziq Zafran
ouhh jadi gini toh awal nya, lanjut ngab 😭
2024-04-16
4
esere
emang sikap alami cewek kek gini wkwk, btw jangan lama up eps nya
2024-04-16
4