Jam menunjukkan pukul 23.00. Bulan purnama bersinar terang di langit, menerangi kamar Hanna yang dipenuhi dengan cahaya lembut.
"Hei, Reina, apakah anda telah kenyang, seharusnya kamu telah kenyang dengan mie pedas yang barusan kau makan," cemooh Hanna kepada Reina sambil mengayunkan sendok, matanya berbinar-binar, penuh semangat jahil.
"Kenapa kau bertingkah seperti itu, apakah kau terkena hypomania?" tanya Reina kepada Hanna dengan nada rendah, suaranya sedikit bergetar, menahan rasa kesal.
"Wah, apakah kamu lupa dengan apa yang kamu janjikan, Reina.." ujar Hanna, tawa nya pecah, membuat Reina semakin kesal.
Satu jam yang lalu.
"Aku akan menelpon Kei di saat aku udah kenyang," ujar Reina, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Ya ya ya, aku harap, kamu akan melakukan nya," ujar Hanna dengan ragu kepada Reina, matanya sedikit mengernyit, penuh keraguan.
"Percaya atau tidak nya, itu bukan urusan ku lagi," ujar Reina dengan yakin akan perkataan nya, suaranya penuh keyakinan, membuat Hanna sedikit tercengang.
Reina pun mengingat perkataan yang telah dia lontar kan dengan percaya diri kepada Hanna.
"Kenapa aku berkata seperti orang bodoh, pada saat satu jam yang lalu!" sorak histeris Reina sambil menutupi wajah nya dengan bantal, suaranya penuh penyesalan, membuat Hanna terkekeh pelan.
"Dan kamu sangat bersemangat mengatakan perkataan yang kamu anggap itu bodoh," cemooh Hanna dengan di iringi ketawa kecil, matanya berbinar-binar, penuh geli.
"Yaudah, aku akan menelpon nya sekarang, haduh, kenapa aku sangat gegabah ya," ocehan Reina sambil mengetik nomor ponsel nya Kei, suaranya penuh penyesalan, membuat Hanna semakin geli.
Dua menit kemudian.
Reina telah mencoba menghubungi nomor telpon Kei sebanyak tiga kali, tapi, Kei tidak mengangkat telpon tersebut.
Ketika percobaan ke empat.
*Di rumah kediaman Kei dan keluarga.
"Hei bang Kei, kenapa aku selalu kalah bermain gim dari mu, padahal, aku udah berusaha," ujar Havik kepada Kei dengan nada lemas, suaranya penuh kekecewaan, membuat Kei sedikit tertegun.
"Havik, kau selalu berkata seperti itu, jangan karena gara-gara gim, kau bersikap pesimis seperti itu," ujar Kei sambil menepuk pundak Havik, matanya memancarkan rasa pengertian, membuat Havik sedikit terharu.
"Aku tidak mengerti, dengan apa yang abang katakan," ujar Havik dengan wajah datar, suaranya penuh keraguan, membuat Kei sedikit tersenyum.
"Yah, cepat atau lambat nya, kamu akan mengerti," ujar Kei sambil menepuk pundak Havik, matanya berbinar-binar, penuh keyakinan, membuat Havik sedikit termotivasi.
Lama kemudian, ponsel Kei berdering.
"Bang, sebenarnya, aku terganggu dengan suara dering ponsel mu, itu terjadi sebanyak empat kali," ujar Havik dengan wajah polos nya, suaranya penuh ketidaknyamanan, membuat Kei sedikit terkejut.
"Kalau begitu, tolong ambil kan ponsel ku," Kei menyuruh Havik mengambil ponsel nya yang terus berdering, matanya sedikit mengernyit, penuh ketidaksukaan.
Havik pun berdiri mengambil ponsel Kei, matanya tertuju pada ponsel Kei, penuh rasa penasaran.
"Nomor yang tidak di kenal," Havik melihat ponsel nya Kei, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa penasaran.
"Bang, ada nomor yang tidak di kenal menelpon nomor telfon mu, bang," ujar Havik sambil memperlihatkan layar ponsel Kei, suaranya penuh rasa penasaran, membuat Kei sedikit tertegun.
"Bawa kesini," ujar Kei dengan wajah datar, suaranya sedikit dingin, membuat Havik sedikit takut.
Di saat Kei mengambil ponsel nya, Kei mengira, yang menelpon nya adalah Hanna.
Kei mengangkat telfon tersebut.
"Hai, Hanna, apakah dia memaafkan ku, kalau sudah, aku lega mendengar nya," seru Kei di dalam telfon, suaranya penuh harap, membuat Reina sedikit terkejut.
"Kau bodoh sekali, harus repot repot meberikan ku susu, ternyata, kau sangat mendalami peran untuk menjadi orang baik yang sering meminta maaf bila ada kesalahan, tapi yang sedang berbicara dengan mu ini, adalah aku, Hasane Reina," ujar Reina dengan nada ejekan nya di dalam telfon, suaranya penuh kekecewaan, membuat Kei sedikit tercengang.
"Hah, apa maksud dari perkataan yang diiringi nada yang sangat kotor itu," ujar Kei yang terkejut di dalam telfon, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa heran.
"Tidak, aku cuman kagum melihat orang dingin seperti mu yang melakukan hal yang melewati batas pria dingin," ujar Reina dengan nada senang di dalam telfon, suaranya penuh kegembiraan, membuat Kei sedikit tertegun.
"Bukan urusan mu, menilai ke pribadi an aku, jadi inti nya, apakah kau mau memaafkan ku," ujar Kei dengan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa harap.
"Gimana ya, sebenarnya aku tidak ingin mencari musuh selagi aku masih hidup, ya, aku memaafkan mu, tapi... " seru Reina dengan nada rayuan, suaranya penuh kegembiraan, membuat Kei sedikit tertegun.
"Jangan meminta hal yang aneh dari ku," sorak Kei di dalam telpon, suaranya sedikit meninggi, penuh ketidaksukaan.
"Aku cuman ingin menayangkan, dari mana kamu tau dengan susu favorit ku," tanya Reina dengan perasaan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa penasaran.
"Naluri pria lah yang menyuruh mengambil susu itu," ujar Kei dengan santai, suaranya penuh keyakinan, membuat Reina sedikit tertegun.
Di dalam pikiran Reina.
"ha... disaat dia berkata seperti itu, aku merasakan dia adalah orang yang dikatakan Hanna barusan," perkataan hati Reina dengan wajah yang memerah, suaranya lirih, penuh keraguan.
"Halo, apakah orang yang aku telfon ini udah mati atau gimana, sebenarnya aku memiliki kesibukan malam yang harus ku kerjakan," ujar Kei dengan nada santai, suaranya sedikit dingin, membuat Reina sedikit kesal.
"Aku masih di sini, datang lah ke rumah Hanna besok, jangan menolak," ajakan Reina, suaranya penuh keyakinan, membuat Kei sedikit tertegun.
"Yaudah, di tunggu ya," ujar Kei dengan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa harap.
"Apa yang sedang dia pikir kan, apakah Hanna dalang di balik semua ini," isi pikiran Kei dengan perasaan canggung, suaranya lirih, penuh keraguan.
Lalu, Kei mematikan telfon nya.
*Di rumah Hanna, lebih tepat nya di dalam kamar Hanna.
"Reina, apakah kamu sadar, apa yang kamu bilang kepada Kei," tanya Hanna dengan bingung, matanya sedikit mengernyit, penuh rasa heran.
"Eh, emang nya, apa yang aku katakan kepada nya? " tanya Reina yang juga kebingungan, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa penyesalan.
"Hadeh, kamu barusan mengajak Kei pergi ke rumah ku," ujar Hanna sambil memegang kepala nya sendiri dengan tangan kanan nya, matanya sedikit membulat, penuh keterkejutan.
"Apa! ,apa yang aku pikir kan, kenapa aku sangat bodoh disaat berbicara dengan nya! " sorak Reina sambil menutupi wajahnya dengan bantal, suaranya penuh penyesalan, membuat Hanna terkekeh pelan.
"Tidak ada komentar, kau harus menemui Kei besok, dan aku ingat dengan perkataan mu tadi," seru Hanna, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Ah... apa..." tanya Reina dengan ragu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa penyesalan.
"Kamu bilang, jangan menolak ajakan kamu bertemu dengan nya," ujar Hanna diiringi tawa, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
"Huh, kenapa aku bodoh sekali," ucap Reina menutupi wajah nya dengan bantal, suaranya penuh penyesalan, membuat Hanna semakin geli.
"Sudah sudah, ayok tidur, persiapkan diri mu besok, dan ingat, Kei tidak suka dengan orang yang bertele-tele, tapi dia lebih suka dengan orang yang berkata jujur kepada nya, mau seburuk apapun itu," ujar Hanna sambil menepuk kepala Reina dengan lembut, matanya memancarkan rasa pengertian, membuat Reina sedikit terharu.
"Baik lah," Reina tersipu malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa harap.
...****************...
"Pada saat itu, aku ceroboh menyetujui pertemuan dengan Hasane Reina, tapi apa daya, aku terlalu cepat memutuskan nya," ujar seorang laki-laki di dalam kegelapan, suaranya lirih, penuh penyesalan.
...****************...
Keesokan hari nya.
Pada jam 09.00.
"Tumben sekali kamu berpenampilan sangat rapi hari ini," ujar Ratih kepada Kei dengan raut wajah senang, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
"Jangan menanggapi penampilan ku bunda," ujar Kei dengan wajah datar nya, suaranya sedikit dingin, membuat Ratih sedikit terkejut.
"Bunda jadi curiga sama kamu, apakah kamu akan pergi berkencan, wah, Kei yang sangat muram ini, akhirnya mendapatkan pacar," Ratih menjahili Kei, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan, membuat Kei sedikit tertegun.
"Terserah apa pendapat bunda, yang penting, aku bukan pergi berkencan, hanya saja, aku ingin berkumpul dengan teman lama ku," Kei terpaksa bohong kepada Ratih, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Yaudah, hati hati ya," sorak Ratih dengan bahagia, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Kei, maaf kan bunda nak, gara gara masalah keluarga, sikap kamu sekarang berubah," perkataan hati Ratih, suaranya lirih, penuh penyesalan.
Di perjalanan.
Kei pergi dengan memakai sepeda motor nya, tapi, dia sama sekali tidak canggung pergi ke rumah Hanna untuk bertemu dengan Reina.
Jam 12.05.
*Di dalam kamar Hanna.
"Apakah ini terlalu berlebihan, aku kan cuman bicara sama dia, tapi, kenapa kamu mendandani aku seperti ingin pergi berkencan," ujar Reina yang ragu sambil melihat ke arah kaca cermin, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Yah... gimana cara membicarakan nya ya, sebenarnya, baju ini udah lama aku simpan untuk mu, tapi, aku belum menemukan waktu yang pas untuk memberikan nya kepada mu," ujar Hanna dengan malu, matanya sedikit memerah, penuh rasa sayang.
"Haa... kamu emang teman terbaik ku, Hanna," sorak Reina dengan bahagia, suaranya penuh kegembiraan, membuat Hanna sedikit terharu.
"Gimana, kamu suka kan?" ujar Hanna dengan girang, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Iya, aku suka, warna gaun nya warna pink, yang di mana, ini warna kesukaan ku," ujar Reina bahagia, suaranya penuh kegembiraan, membuat Hanna semakin gembira.
"Syukur lah," ujar Hanna sambil mencubit pipi Reina, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
Ponsel Reina berbunyi.
"Ehh... siapa ini? , wah, hahaha... " Hanna melihat ponsel Reina dengan diiringi tawa girang, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
"Ehh, Hanna, jangan di lihat," sorak Reina sambil berusaha mengambil kembali ponsel nya yang di halangi oleh Hanna, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Bocah ambigu," nama kontak Kei yang di simpan oleh Reina.
"Baik baik, akan ku berikan," ujar Hanna diiringi tawa, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
Reina pun mengangkat telpon nya.
"Dimana kau, aku telah sampai di depan halaman nya rumah Hanna," ujar Kei di dalam telfon dengan suara berat, suaranya sedikit dingin, membuat Reina sedikit terkejut.
"Iya sabar dulu, aku akan keluar, tunggu di sana," ujar Reina dengan gugup, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
Reina pun menutup telfon nya.
"Aku mau keluar dulu, Hanna," ujar Reina yang terlihat gelisah, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Aku ikut! " sorak Hanna dengan girang, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Yaudah, tapi lima menit setelah aku bicara dengan Kei ya," ujar Reina dengan perasaan canggung, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
Reina pun melangkah keluar dari kamar Hanna.
"Baik lah, Reina, bersikap baik lah pada nya," sorak Hanna dari dalam kamar, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
Reina pun keluar dari rumah Hanna, lalu Reina melihat Kei dan berjalan ke arah Kei.
"Cih, kamu nurut juga ya," cemoohan Reina kepada Kei, suaranya sedikit meninggi, penuh ketidaksukaan.
"Kau sendiri yang menyuruh aku tidak menolak," ujar Kei dengan santai, suaranya sedikit dingin, membuat Reina sedikit tertegun.
"Huh, sebenarnya, seperti yang aku bilang kemarin, aku tidak mau mencari musuh selagi aku masih hidup, jadi, mari kita perkenalan ulang," ujar Reina dengan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Untuk apa memperkenalkan diri kembali, dan, kau sangat beda hari ini," ujar Kei sambil menatap wajah nya Reina, matanya sedikit mengernyit, penuh rasa penasaran.
"Yaa... perkenalan kemarin, memiliki kesan yang buruk, cuman itu alasan ku," ujar Reina dengan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Huh apa boleh buat," ujar Kei dengan sangat dingin, suaranya sedikit dingin, membuat Reina sedikit takut.
"Apa, cewek selain Hanna, aku sebenarnya canggung kalau dia bersikap manis kayak gini, tahan Kei, jangan mudah luluh," ucapan hati Kei, suaranya lirih, penuh keraguan.
"Baik lah, perkenalkan, nama ku Hikari Kei, terserah kamu memanggilku apa, asal kan aku tidak merasa jijik mendengar nya," ujar Kei dengan wajah menahan malu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"yah.. senang berkenalan dengan mu, Hikari Kei, Baik lah, perkenalkan, nama ku Hasane Reina, panggil saja dengan sebutan nama ya, aku kurang suka kalau orang memanggilku dengan nama keluarga," ujar Reina dengan senyuman manis di wajah nya, suaranya penuh kegembiraan, membuat Kei sedikit tertegun.
"A..apa.. apakah ini sisi terang nya Reina, ternyata, aku salah dalam menilai orang," perkataan hati Kei sambil menatap wajah Reina, suaranya lirih, penuh keraguan.
Reina pun sadar kalau Kei sedang menatap tajam diri nya.
"Hey, wajah mu itu menjengkelkan, biasa aja melihat wajah ku," ujar Reina dan nada yang tinggi, suaranya sedikit meninggi, penuh ketidaksukaan.
"Oh.. maaf, aku cuman ada yang beda di dalam diri mu, ternyata selain menjengkelkan, kamu juga bisa bersikap manis seperti ini, tolong jangan salah paham," Kei tidak sengaja mengeluarkan kata kata yang menurut nya menjijikkan itu, suaranya sedikit bergetar, penuh rasa gugup.
"Haa... apa yang aku katakan barusan!!" ucapan hati Kei dengan wajah nya yang memerah, suaranya lirih, penuh penyesalan.
"Hah... Kei, kenapa dia tiba tiba memuji ku!!" ucapan hati Reina dengan wajah nya yang memerah, suaranya lirih, penuh keraguan.
Tidak lama kemudian.
"Baa.. apa yang sedang kalian lakukan, hah, wajah memerah, hahaha, kalian sangat lucu," Hanna mengejutkan Kei dan Reina, matanya berbinar-binar, penuh kegembiraan.
"Jangan berkata seperti itu!!" sorakan serentak dari Kei dan Reina, suara mereka bercampur aduk, penuh rasa malu.
"Huh hehehe... dari pada di luar, bagaimana kita berbicara di ruang tamu, aku membuat kan minum kesukaan mu loh, Kei," ucap Hanna dengan senang hati, matanya berbinar-binar, penuh semangat.
"Aku harap itu bisa di minum," ujar Kei dengan sangat santai, suaranya sedikit dingin, membuat Hanna sedikit terkejut.
Mereka bertiga pun masuk ke dalam rumah Hanna.
...****************...
"Entah bagai mana, pada saat itu, hati ku lansung luluh, ketika melihat sisi terang nya Reina, dan pada saat itu lah, aku mendapatkan teman baru, meski pun dia sangat menjengkelkan, tapi dia bisa membaca suasana hati orang, hah... pengen balik ke masalalu," ujar laki-laki yang dimana itu adalah Kei dari tahun 2025, suaranya lirih, penuh penyesalan.
Kei yang sekarang, lebih tepat nya, pada tahun 2025, dia sedang mengingat masa lalu nya yang indah bersama Hasane Reina, walaupun itu menyakitkan, tapi, terkadang itu membuat Kei merasa senang.
...****************...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments