...****************...
"Pada saat itu, aku masuk ke dalam rumah teman baikku, ya, namanya Akasi Hanna," ucap Kei, suaranya bergema di ruangan yang remang-remang.
...****************...
Di masa lampau, di rumah Hanna.
"Yah, begitulah ceritanya," Hanna menunduk, suaranya terdengar pelan.
Reina, yang duduk di seberangnya, mengerutkan kening. "Tapi, ada yang ingin aku tanyakan."
"Ya, apa itu, Reina?" Hanna menatap Reina, raut wajahnya sedikit tegang. "Apa itu arti 'suka dengan orang', aku kurang paham," tanya Reina dengan serius.
Kei, yang sedang menyeruput lemon tea, mengernyit. "Maksudmu, cinta?"
Reina mengangguk, wajahnya polos. "Ya, apapun nama nya."
Hanna menarik napas, berusaha merangkum perasaan rumit yang bernama cinta. "Jadi, suka sama orang itu adalah... perasaan kasih sayang, perhatian, dan ikatan emosional yang kuat terhadap seseorang atau sesuatu. Terpikat antara laki-laki dan perempuan, ingin sekali, berharap sekali, atau rindu. Ketertarikan dan kekaguman terhadap seseorang, dan bentuk dorongan untuk melakukan sesuatu agar dia bahagia, meskipun hal tersebut membuat kita terluka."
Reina terdiam, matanya kosong. "Kenapa cinta itu ada, aku tidak tau, apa guna cinta itu."
Hanna tersenyum lembut. "Cepat lambat nya, kamu akan tau dan merasakan nya, Reina."
Kei menimpali, "Selain cinta terhadap lawan jenis, cinta bisa terbentuk dari keharmonisan keluarga."
Reina tersentak, wajahnya pucat pasi. Kei memperhatikan perubahan ekspresi Reina, matanya menyipit.
"Hei, ada apa denganmu?" tanyanya, suaranya dingin.
Reina menggeleng cepat, berusaha menyembunyikan kesedihannya. "Jangan pedulikan aku, aku tidak apa-apa."
Hanna menatap Reina dengan iba. "Reina, aku jadi ragu melihatmu yang seperti ini."
Hanna beralih ke Kei, "Oh iya, Kei, bagaimana keseharianmu, di saat tamat sekolah dasar?"
Kei menghela napas. "Tidak buruk dan tidak bagus, bisa dibilang, aku tidak terlalu menikmati kehidupan ku yang sekarang."
Hanna terkekeh, "Ya iya lah, maka nya, cari pasangan hidup, selagi kamu masih muda, Kei."
Kei mengernyit, "Apakah ada jalan selain 'mencari pasangan hidup'?"
Hanna menyeringai, "Ada, cuman, aku tau apa kesibukan sehari-hari kamu, itu sangat menjijikkan."
Reina penasaran. "Eh, coba beri tau kepada ku, Hanna."
Kei mengangkat alis, "Tumben kamu menanyakan hal itu kepada Hanna?"
Reina cemberut, "Emang nya salah menanyakan keseharian teman, ya udah, kamu diam saja."
Hanna menjawab dengan santai, "Kei menyibukkan diri nya dengan, bermain gim selama 24 jam."
Reina tercengang. "24 jam!"
Kei mengangkat bahu, "Emang nya salah?"
Reina menggelengkan kepala, "Ya iya lah, apakah kamu tidak bosan dengan bermain gim, lalu, menghabiskan malammu dengan secangkir kopi!"
Kei mengerutkan kening, "Loh, dari mana kamu tau, kalau aku sering minum kopi?"
Reina tergagap, "Eh, itu... laki-laki kan sering minum kopi, untuk menemani waktu luang nya."
Kei terkekeh, "Tidak keseluruhan laki-laki suka kopi, hmm, apakah seorang Reina kepo dengan ku?"
Reina tersipu, "Hei jangan merasa pede, jangan menyimpulkan perkataan orang dengan cepat!"
Kei menunjuk wajah Reina dengan jari telunjuknya. "Yah, setidak nya, wajah kamu seharusnya tidak merah."
Reina berteriak, "Berhenti menunjuk nunjuk wajah ku, atau aku siram dengan lemon tea kau!"
Hanna, yang melihat keributan kecil itu, mencoba menenangkan suasana. "Sudah sudah, jangan ribut terus, nah Kei, Reina, aku tinggal sebentar ya, aku mau menjemput pacar ku, dia menunggu ku di depan halaman rumah ku."
Reina terkesiap, "Apa, Kenzi mau ke sini?"
Hanna mengangguk, "Iya, aku keluar dulu ya." Hanna pun berlalu keluar rumah.
Reina menggerutu, "Tapi tapi... hadeh."
Kei menatap Reina dengan tajam. Reina yang sadar mengatakan."Jangan melihat ku dengan tatapan beku itu."Reina menggerutu,
Lalu kei berkata dengan suara dingin. "Aku melihat hal lain dari mu, apakah kamu jarang keluar rumah untuk bersenang-senang, selain di rumah Hanna?"
Reina menjawab dengan lesu, "Bisa dibilang begitu, apa boleh buat, papa ku belakangan hari ini selalu sibuk."
Kei menyarankan, "Setidak nya, kau bisa pergi bersama Hanna."
Reina menggeleng, "Bukan nya memburuk buruk kan pacar Hanna, Hanna selalu di larang pacar nya pergi main ketempat yang jauh, kecuali dengan nya dan keluarga."
Kei bertanya, "Kenapa kamu tidak pergi sendiri aja?"
Reina menunduk, "Aku takut pergi sendirian, karena aku takut di ganggu dengan laki-laki sekitar."
Kei tersenyum, "Kalau begitu, mau kah kamu pergi main dengan ku, sehabis pulang dari rumah Hanna?"
Reina tergagap, "Hah, tapi tapi, kalau pergi berdua aja, itu sama saja dengan pergi berkencan."
Kei menggeleng, "Jangan salah paham, anggap saja pergi main dengan teman."
Reina mengangguk gugup, "Yaudah, aku mau, tapi, kalau sekarang, kayak nya gak bisa deh, soalnya, besok kan mulai masuk sekolah, dan di saat aku sekolah, aku menyibukan hari ku dengan membaca novel yang sering ku pinjam kan di pustaka sekolah."
Kei mengangguk, "Oh begitu, jadi, kalau hari minggu bisa kan?"
Reina tersenyum, "Bisa kok, yaudah, kita pergi hari minggu saja."
Saat itu, Hanna masuk bersama seorang laki-laki tinggi dan berwajah dingin.
"Nah, Kei, ini adalah pacar ku, lebih baik kalian memperkenalkan diri terlebih dahulu."
Kei mengerutkan kening, "Bukan nya orang tua Hanna melarang Hanna untuk berpacaran, hah... dasar, cinta membutakan segala nya."
Kei mengulurkan tangan, "Perkenalkan, nama ku Hikari Kei, sebut saja Kei, senang berkenalan dengan mu."
Laki-laki itu, Kenzi, menyambut uluran tangan Kei dengan tatapan tajam. "Senang berkenalan dengan mu, nama ku Masachika Kenzi, sebut saja Kenzi."
Kei merasakan hawa dingin yang terpancar dari Kenzi. "Apa, kenapa tatapan dia seperti ingin memakan kepala orang, cih, ternyata, masih ada yang memiliki karakter seperti ini."
Kenzi, di dalam hatinya, tertawa. "Hah, bahkan Kei tidak takut melihat wajah datar ku, aku yakin, dia lah orang satu satu nya yang tidak takut dengan ku, akhirnya, aku punya teman juga hahaha."
Hanna berseru, "Wah, kalian sangat cocok, kita pasti akan satu group."
Kenzi tersenyum tipis, "Iya, di saat aku melihat Kei, dia cocok untuk aku jadikan teman."
Kei menoleh ke arah Reina, yang sedang duduk sambil minum teh es. "Terserah apa kata mu, nah Kenzi, setau ku, kamu pacar nya Hanna, yang sering di bangga banggakan Hanna kepada kami berdua, iya kan, Reina."
Reina tersedak, "Urgh.. terserah."
Kenzi tertawa jahat, "Hanna, kayak nya, mereka berdua cocok ya, bagaimana kita paksakan mereka berdua untuk berpacaran."
Kei dan Reina tersentak. Wajah Reina memerah, keringat dingin menetes dari kening Kei.
Hanna menggeleng, "Cinta itu tidak bisa di paksakan, Kenzi, beri mereka waktu untuk saling mengenal satu sama lain, iya kan Reina."
Reina tergagap, "Jangan kata kan itu kepada ku, Hanna."
Kenzi mengangkat bahu, "Ah, sudah lah, kenapa kita bertiga berdiri dari tadi, kan ada sova yang bisa di duduki."
Kei menyeringai, "Siapa dulu tuan rumah nya, yang tidak menyuruh kita untuk duduk."
Hanna tersipu, "Eh maaf, mari, silah kan duduk."
Mereka bertiga pun duduk di sofa. Hanna duduk di sebelah Reina, dan Kenzi duduk di sebelah Kei.
Kenzi bertanya, "Oh iya Kei, kamu siapa nya Hanna."
Kei menjawab dengan tenang, "Dia adalah teman dekat ku waktu SD, bisa dibilang, dia teman cewe ku yang pertama, itu pun aku kenal dengan Hanna sejak kelas lima sd."
Kenzi terkekeh, "Wah wah, kenapa teman pertama cewe, apakah kau jarang berinteraksi dengan perempuan."
Kei tersenyum tipis, "Bisa dibilang begitu."
Kenzi tertawa kecil, "Masih ada ya, orang dingin seperti mu ini di dunia, aku kira, aku aja yang bersifat begitu."
Reina berbisik kepada Hanna, "Mengapa mereka berdua se frekuensi yah."
Hanna berbisik balik, "Aku juga tidak tau, Reina."
Kei dan Kenzi berseru serentak, "Apa yang barusan kalian bisik kan."
Reina dan Hanna menjawab bersamaan, "Hah.. tidak ada."
...****************...
"Masachika Kenzi, dia adalah laki-laki yang menurut ku cukup menarik, tidak berlebihan dan tenang, aku senang berteman dengan nya, entah bagaimana mereka berdua di pertemukan dan saling mencintai, bahkan, dahulu nya, aku tidak percaya apa itu cinta."
Kei terdiam, matanya menatap kegelapan. "Cinta adalah serangan penutup untuk orang yang lemah dan mudah terbawa suasana, bagi kalian, pasti cinta itu adalah hal yang wajar, tapi yang tidak kalian sadari, pada awal nya cinta adalah wadah terbesar dalam kebahagiaan kalian masing-masing, tapi dengan sering nya waktu, wadah yang berisi air yang bersih, perlahan lahan, di hujani dengan lumpur, dan pada akhirnya, air tersebut tidak bisa di minum kembali, yang artinya, semakin banyak masalah yang kalian hadapi, dan kalian tidak mampu untuk memperbaiki nya, cinta bisa menjadi senjata mematikan untuk melumpuhkan mental dan fisik."
Sebuah suara berbisik dari kegelapan, "Tetapi setidak nya, kamu merasakan hal yang terbaik dalam cinta kan, Kei."
Kei menghela napas, "Iya, aku pernah merasakan nya, dan kalian tau sendiri kan, gara-gara cinta, aku tersesat sekarang."
...****************...
Bersambung...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments