Kehadiranmu

Kehadiranmu

Anna Adinata

Anna Adinata merupakan putri tunggal dari keluarga Wisnu Adinata. Ayahnya terlalu menuruti keinginan Anna hingga membuatnya menjadi manja dan kekanakan. Dia juga sangat kasar dan pemarah terhadap orang lain. Tak sedikit orang yang

Pagi itu Anna sudah terbangun bangun dan hendak sarapan di lantai bawah. Ia memakai dress selutut berwarna merah dengan salah satu lengannya yang terbuka. Anna berjalan dengan anggun layaknya seorang putri di negeri dongeng. Namun hal itu tidak sejalan wajahnya yang terlihat angkuh. Tidak ada senyuman sedikitpun yang terlukis dari wajah cantiknya.

Di sisi lain empat orang pelayan sedang sibuk mempersiapkan makanan di meja makan. Di sana tampak seorang wanita paruh baya yang menjadi komando mereka. Dia adalah kepala pelayan di rumah itu. Sesaat kemudian salah satu pelayan menghampirinya dan membisikkan sesuatu di telinganya.

Kepala pelayan yang dipanggil Bu Sari itu pun tampak terkejut setelah itu. Perasaannya tiba-tiba berubah menjadi gugup. Ia lalu memberi instruksi agar semua pelayan lekas bersiap.

“Ayo cepat! Nona akan segera datang."

Para pelayan tampak panik. Mereka pun segera menyelesaikan pekerjaannya, lalu setelah itu berjejer rapi menyambut kedatangan

sang putri. Selang beberapa saat Anna pun tiba di sana.

“Selamat pagi, Nona.” sapa para pelayan itu bersamaan.

Namun hal itu tak ditanggapi oleh Anna sedikitpun. Seorang pelayan lalu menarik kursi untuk Anna duduk. Setelah itu mereka pun mulai melayaninya seperti seorang putri. Meja makan itu sangat luas. Banyak pula kursi kosong yang berjejer rapi. Namun, Anna hanya makan seorang diri.

Salah seorang pelayan yang sedang menuangkan air ke gelas Anna terlihat begitu gugup. Hingga tanpa sengaja ia menumpahkannya ke pakaian Anna. Sontak saja Anna langsung berdiri untuk meneliti pakaiannya. Dari raut wajahnya saja sudah dipastikan akan marah.

Bu Sari yang melihat hal itu pun hanya bisa memejamkan matanya sembari menepuk jidat.

Sementara pelayan yang bersalah itu pun langsung berlutut di hadapan Anna. "Maafkan saya, Nona." tangannya sampai gemetar karena ketakutan.

Anna tampak geram. Ia lalu mendekati pelayan itu. "Berdiri!"

Pelayan yang masih gemetar ketakutan itu terlihat bingung. Apakah harus menuruti permintaan Anna atau tidak.

Melihat pelayan itu diam membuat Anna semakin bertambah geram. "Aku bilang berdiri!"

Semua orang sampai terkejut ketika mendengar bentakan itu. Tak terkecuali pelayan yang bersalah. Ia lalu mengarahkan pandangannya pada Bu Sari, dan Bu Sari pun langsung memberinya anggukan. Pelayan itu kemudian berdiri walaupun kakinya terasa lemas.

“Siapa namamu?” tanya Anna mengintimidasi.

“Ra-rani, Nona.” sahut pelayan itu terbata-bata karena ketakutan. Kepalanya tertunduk hingga air matanya langsung terjatuh begitu saja.

“Bu Sari, ambilkan baju punyaku sekarang!” perintah Anna pada Bu Sari.

“Baik, Nona.” Bu Sari langsung mengiyakan perintah Anna. Dia lalu berjalan meninggalkan ruang makan yang sudah seperti ruang persidangan itu. Dalam hati Bu Sari bertanya-tanya. Apa yang akan dilakukan Anna kali ini.

Anna lalu berjalan memutari pelayan itu dengan senyum tipis yang menghiasi bibirnya. Suasana terasa begitu tegang dan mencekam. Tak ada satu pun dari mereka yang bersuara. Semua pelayan terlihat menunduk karena takut terbawa-bawa hukuman Anna. Mereka tidak ada yang berani melawan Anna tentunya. Terlebih saat ini suasana hati gadis itu sedang buruk. Jadi semua orang bisa saja terkena imbasnya.

Sungguh malang pelayan yang menjadi korbannya saat ini.

Anna menatap pelayan bernama Rani itu seperti sedang merencanakan sesuatu. Dia lalu berjalan ke arah meja. "Apa kau sudah mandi?" tanyanya entah bermaksud apa.

"Su-sudah Nona."

Anna lalu mengambil mangkuk berisi sup lalu kembali mendekati Rani. “Sepertinya kau harus mandi lagi pagi ini." Semua yang melihatnya menjadi cemas. Sementara wajah Rani sudah memucat ketakutan. Sepertinya semua orang sudah menduga apa yang akan dilakukan Anna.

Tepat ketika Anna mengarahkan mangkuk itu di atas kepalanya, Rani langsung memejamkan mata. Bersamaan dengan itu pula sup itu mengalir dari atas kepala ke wajahnya. Air mata Rani menetes bersama dengan air sup tersebut. Pelayan malang itu langsung terduduk lemas karena kakinya tak mampu lagi untuk berdiri.

Anna tersenyum puas. Namun ia belum selesai sampai di situ. Mangkuk yang telah kosong lalu dilempar di hadapan Rani hingga membuat semua orang terkejut.

Tak terkecuali Rani sendiri yang berada tepat di depannya.

Nahasnya ada pecahan mangkuk yang terpental hingga melukai pipinya. Darah segar pun tampak keluar dari luka itu. Para pelayan yang ada kembali dikejutkan oleh luka tersebut.

Namun sepertinya Rani tidak merasakan sakitnya. Karena ada hal yang jauh membuatnya sakit, yaitu harga dirinya. Ia meremas erat pakaian yang dikenakannya untuk menyalurkan rasa sakit itu.

Tidak lama setelah itu, Bu Sari datang dengan membawa pesanan Anna. Tatapannya terarah pada pelayan yang kondisinya sudah memprihatinkan.

“Ini yang Anda minta, Nona.” Bu Sari menyerahkan pakaian yang diminta Anna.

Anna pun menerimanya. “Baju ganti untukmu." ia melempar pakaian itu ke wajah Rani. "Setelah itu tinggalkan rumahku secepatnya.” Anna lalu berpaling ke arah Bu Sari. "Jangan lupa carikan pelayan baru lagi." setelah itu ia berjalan meninggalkan ruangan itu dengan perasaan kesal.

“Pagi-pagi sudah buat kesal saja." gerutu Anna sembari mengusap-usap pakaiannya yang basah.

Begitu Anna pergi, Bu Sari baru bernapas lega. Sementara para pelayan yang lain langsung berhamburan ke arah Rani. Mereka mencoba membersihkan sisa sayuran yang menempel di tubuhnya.

Bu Sari yang melihat pelayan itu pun merasa iba. Namun, tidak ada yang bisa ia lakukan. "Segera bersihkan ruangan ini." perintahnya sebelum pergi dari sana.

Para pelayan itu pun lekas bergerak untuk membersihkan kekacauan itu. Ada yang mengambil sapu dan kain pel. Lalu ada pula yang membereskan meja makan.

Sementara Rani lalu berdiri dengan susah payah, kemudian berjalan dengan langkah gontai. Ia meninggalkan ruangan tersebut tanpa mengambil pakaian yang diberikan Anna. Temannya yang sesama pelayan hanya bisa memperhatikan kepergian Rani dengan tatapan sedih. Mereka yang bekerja di rumah itu tentu sudah tahu akan konsekuensinya.

Atas ulah Anna, Bu Sari harus mencari pelayan baru lagi. Sepertinya hal itu sudah menjadi rutinitasnya. Tidak ada pelayan yang bertahan lebih dari satu minggu. Jika bukan karena dipecat, pasti mereka yang memilih mengundurkan diri. Tidak ada yang bisa tahan dengan sikap Anna. Dan mungkin cukup Bu Sari saja.

.

.

.

Saat tengah malam, Tuan Wisnu akhirnya kembali setelah melakukan perjalanan bisnisnya. Ia menyandarkan tubuhnya di kursi untuk sekedar melepas penatnya sejenak.

Sementara itu Bu Sari datang menghampirinya. “Tuan, Anda sudah sampai. Apa Anda perlu sesuatu?” tanyanya sopan.

"Tidak." sahut Tuan Wisnu dengan mata yang masih terpejam. "Ini sudah tengah malam, sebaiknya kau beristirahat."

"Baiklah, Tuan. Jika Anda perlu sesuatu, panggil saja saya."

"Hem."

Bu Sari lalu pergi. Namun tiba-tiba Tuan malah Wisnu membuka matanya. Sepertinya ia teringat akan seseorang.

“Bagaimana dengan Anna? Apa saja yang dia lakukan selama saya tidak ada?” tanya Tuan Wisnu yang seketika mengurungkan niat Bu Sari pergi.

“Sama seperti biasa, Tuan. Sudah lebih dari sepuluh pelayan yang Nona pecat. Sementara ada beberapa dari mereka yang mengundurkan diri.” jelas Bu Sari.

“Lagi?” Tuan Wisnu langsung menegakkan tubuhnya dengan raut tak percaya. Bu Sari lalu menjawabnya dengan anggukan kepala.

“Ya Tuhan, anak itu...” Tuan Wisnu merasa tak habis pikir dengan jalan pikiran putrinya. Ia sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Meskipun begitu entah kenapa ia tidak bisa marah kepada putrinya. “Lalu di mana dia sekarang?”

“Nona sudah tidur di kamarnya, Tuan.” sahut Bu Sari.

“Baiklah, kau boleh pergi.”

Bu Sari pun langsung menurut dan pergi.

Sementara itu Tuan Wisnu lalu pergi ke kamar Anna untuk melihatnya. Ia membuka pintu dengan pelan agar tak membangunkan anaknya. Setelah itu ia pun masuk kemudian duduk di tepi ranjang. Ia tatap wajah lelap putrinya beberapa saat. Terlihat jelas bahwa ia begitu menyayangi putrinya.

Tuan Wisnu lalu mengusap kepala Anna dengan lembut. “Maafkan Ayah, Sayang. Karena telah membuatmu jadi seperti ini.” raut wajah Tuan Wisnu seketika berubah sendu.

“Semoga suatu saat nanti, ada seseorang yang bisa menyembuhkan luka di hatimu. Ayah ingin melihatmu berubah."

Tuan Wisnu memandangi Anna sejenak. Setelah itu ia menyelimutinya kemudian mencium keningnya dengan lembut. Lalu yang terakhir, ia belai wajah putrinya sebelum pergi meninggalkan kamar.

Di dalam tidurnya, rupanya Anna sedang bermimpi. Ada seorang anak perempuan yang sedang duduk di teras rumahnya sambil bermain boneka. Namun tiba-tiba ia melihat ada sepasang kaki di depannya. Anak itu lalu menengadah untuk melihat siapa pemilik kaki tersebut. Dan ternyata itu seorang wanita. Wanita itu lalu berjongkok kemudian membelai wajah anak itu dengan lembut.

“Anna, kau harus menjaga diri dengan baik. Jaga juga ayahmu. Maaf, Ibu harus pergi." kata wanita itu seraya berusaha menahan isak tangisnya. Namun semakin lama ditahan, maka semakin ingin pula ia menangis. Bahkan wanita itu sampai menutup mulutnya agar suara tangisnya tidak terdengar. Ia terus memandangi wajah anak perempuan itu yang ternyata adalah Anna kecil. Hingga akhirnya ia memilih pergi karena tak kuasa lagi menahan tangisnya.

Anna kecil yang melihat ibunya pergi pun berusaha memanggilnya. “Ibu!”

Ibu Anna sempat menoleh. Namun setelah itu dia benar-benar pergi.

"Ibu!" Anna kembali memanggilnya.

"Ibu!" tiba-tiba Anna terbangun dari tidurnya. Napasnya terengah-engah seperti baru berlari. Keringat dingin juga membasahi sekujur tubuhnya. Arah pandangannya terlihat kosong. Sampai akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari tempat tidur.

Anna turun ke lantai bawah. Rumahnya terlihat sepi karena mungkin sudah larut malam. Dia lalu menuju ke dapur untuk mengambil minuman. Anna menuangkan air putih ke dalam gelas, kemudian meminumnya hingga tandas. Setelah itu ia terlihat melamun.

“Anna,” panggil Tuan Wisnu yang sontak membangunkan lamunan Anna.

“Ayah...” Anna tersenyum begitu melihat ayahnya telah kembali. Ia lalu berlari ke arah ayahnya kemudian memeluknya.

Terpopuler

Comments

Fitri Hariani

Fitri Hariani

sepertiny setu

2020-12-20

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!