Malam harinya Anna dan ayahnya sedang menyantap makan malam mereka. Tidak ada obrolan sama sekali, dan hanya terdengar suara sendok dan garpu yang beradu dengan piring. Namun tiba-tiba saja Tuan Wisnu angkat bicara dan memulai pembicaraan.
“Oh ya Anna, besok pagi-pagi sekali Ayah akan keluar kota. Mungkin akan pulang larut malam, jadi kau tidak usah menunggu Ayah pulang. Baik-baik di rumah, ya.” ujarnya pada Anna.
Anna langsung menghentikan aktifitas makannya lalu menatap ayahnya penasaran. “Ayah ada urusan apa keluar kota?” tanyanya membuat Tuan Wisnu mengangkat pandangannya. Ia lalu meletakkan peralatan makannya, kemudian menatap Anna lekat.
“Ada apa denganmu? Tidak seperti Anna yang biasanya. Bukankah selama ini kamu tidak peduli dengan urusan Ayah? Bahkan saat Ayah keluar negeri pun kamu tidak menanyakan apa-apa. Kenapa tiba-tiba kamu jadi ingin tahu?" Tuan Wisnu memandang Anna menyelidik.
Anna tergagap dan berusaha menghindar dari tatapan ayahnya. Ia lebih memilih menunduk dan berpura-pura sibuk dengan makanannya. “Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin tahu saja.” balas Anna pura-pura tak peduli, padahal sebenarnya ia ingin tahu sekali.
Tuan Wisnu tersenyum sekilas lalu membersihkan mulutnya kemudian beranjak berdiri. Mendengar suara kursi yang terseret, Anna pun langsung mengangkat wajahnya.
“Ayah sudah selesai makan?” tanyanya ketika melihat sang ayah hendak meninggalkan meja makan.
Tuan Wisnu memutar tubuhnya menatap Anna. “Iya, habiskan makananmu. Ayah harus istirahat sekarang, besok harus bangun pagi.” Tuan Wisnu tersenyum tipis sebelum akhirnya berlalu meninggalkan Anna yang masih duduk di ruang makan.
Anna yang kesal lalu menyandarkan punggungnya sembari membanting sendok dan garpu di tangannya. Alhasil sendok dan garpu itu pun terpental jatuh. Yang satu jatuh ke lantai, sementara yang satunya lagi melayang ke kepala seorang pelayan yang berdiri di belakang Anna. Pelayan itu hanya diam sembari menggigit bibirnya berusaha menahan rasa sakit itu.
Bu Sari dan pelayan lainnya pun terkejut. Mereka lalu melirik sekilas pelayan itu lalu kembali ke Anna lagi. Perasaan mereka mulai was-was. Sementara Anna masih menatap kepergian ayahnya dengan sorot mata yang terlihat tajam.
Apa Ayah mulai mengabaikanku sekarang? Dia bahkan tidak menjawab pertanyaanku. Padahal sebelum-sebelumnya dia selalu menjawab pertanyaanku. Kenapa dia tidak mau menceritakan masalah hotel? Beruntung aku memasang alat penyadap di mobilnya, sehingga aku bisa mengetahui apa yang tidak aku ketahui.
Anna lalu berdiri sembari mendorong kursi dengan keras. Dia merasa sangat kesal sekarang. Untuk melampiaskannya Anna lalu mengambil piring yang berisi makanan dan sengaja menjatuhkannya ke lantai. Terdengar suara piring jatuh yang nyaring di telinga. Semua orang terkesiap karena ulah Anna.
“Bersihkan itu!” titah Anna kemudian berjalan pergi. Bu Sari dan yang lainnya baru bernapas lega setelah Anna pergi. Bu Sari lalu menyuruh para pelayan untuk membersihkannya kekacauan itu dan seketika mereka menurut.
Di kamarnya Anna merasa gelisah. Dia berdiri dengan tangan bersedekap sembari menggigit jari. Isi kepalanya kini sedang memikirkan sesuatu. “Apa yang akan Ayah lakukan sebenarnya?” Anna mencoba berpikir namun kesal karena tak mendapat jawaban.
“Aargh! Kenapa juga aku pusing-pusing memikirkan ini.” gerutu Anna pada dirinya sendiri. Ia lalu berjalan ke tempat tidur kemudian membaringkan tubuhnya di sana. Namun kepalanya masih tak bisa berhenti berpikir, sampai-sampai Anna menggelengkan kepala agar mau berhenti berpikir. Tidak lama setelah itu ia memejamkan matanya kemudian terlelap.
Beberapa saat kemudian Anna sudah berada di alam mimpi. Namun tiba-tiba saja ia terbangun dengan napas tak beraturan, sementara tatapannya terlihat kosong. Sepertinya Anna bermimpi buruk lagi. Mimpi yang selalu sama dan hampir dilaluinya setiap malam, apalagi jika suasana hatinya sedang resah dan gelisah.
Kata-kata ibunya sebelum pergi terus terngiang-ngiang di kepalanya. Anna meremas selimut dengan kedua tangannya. Sorot matanya tajam walau ada air mata yang sempat menggenang.
Aku pasti akan selalu melindungi ayahku. Tapi bukan untuk memenuhi permintaanmu, melainkan untuk diriku sendiri, ayahku, dan juga kakekku.
Hari berikutnya sesuai rencana Tuan Wisnu, dia pergi ke hotel bersama Bayu pagi-pagi sekali. Ketika sampai di sana hari masih belum terlalu siang. Mungkin karena kondisi jalanan yang masih sepi sehingga mereka cepat sampai ke tujuan.
Kedatangan mereka sudah di sambut oleh beberapa karyawan hotel. Tuan Wisnu dan Bayu memasuki hotel ditemani satu orang karyawan yang bernama Randy yang merupakan asisten manager di hotel tersebut.
Rupanya diam-diam Anna mengikuti ayahnya sejak tadi. Dia masih terdiam di dalam mobil yang terparkir di pinggir jalan. Anna terheran-heran melihat nama hotel yang terpampang nyata di depan gerbang.
“Anna Hotel? Sejak kapan namaku dijadikan nama hotel Ayah? Kenapa aku tidak tahu?” gumamnya. Anna lalu bergegas keluar dari mobil agar tidak kehilangan jejak ayahnya. Namun sebelum itu dia menggunakan kacamata hitam dan selendang di kepala untuk digunakan menutupi wajahnya.
Tuan Wisnu berjalan bersama Randy sembari berbincang serius, sementara di belakang mereka ada Bayu yang masih terus mengikuti. Ia melirik sekilas ke belakang lalu tersenyum tipis. Dia tahu Anna mengikutinya sejak tadi. Dan ternyata sampai masuk ke dalam hotel. Walaupun Anna menyamar namun masih bisa dikenali oleh Bayu. Bisa dibilang penyamaran Anna tidak berhasil mengelabuinya.
Tuan Wisnu memasuki ruangan hotel yang begitu luas, megah nan mewah. Di sana sudah berkumpul semua karyawan hotel.
Tuan Wisnu berdiri di depan semua karyawannya, sementara Bayu dan Randy berdiri di belakang atasannya. Semua karyawan membungkuk memberi hormat. Sementara Anna juga ikut masuk dan langsung bersembunyi di belakang pot bunga besar di ruangan tersebut.
“Selamat siang." sapa Tuan Wisnu.
“Siang, Tuan.” karyawannya menjawab dengan serentak.
“Saya rasa kalian sudah tahu alasan dikumpulkan di sini. Seperti yang kita ketahui, manager hotel kita sedang sakit. Dan terpaksa tidak bisa hadir di sini dalam kurun waktu yang tidak ditentukan. Saya memintanya untuk fokus menjalani pengobatan di luar negeri.” ujar Tuan Wisnu.
Semua karyawan merasa prihatin dengan keadaan yang menimpa managernya itu. Tak terkecuali juga Tuan Wisnu dan Bayu.
“Tetapi saya rasa hotel ini tetap memerlukan manager sebagai penanggung jawab di sini.” Tuan Wisnu melanjutkan ucapannya. Seketika ucapannya membuat semua karyawan hotel saling bertukar pandang dengan rekannya. Apa Tuan Wisnu akan mengganti manager hotel ini? Mungkin itulah yang terlintas dipikiran mereka.
“Kalian tenang saja, saya tidak bermaksud mengganti manager di hotel ini. Ini hanya bersifat sementara sampai manager kita sembuh dan bisa hadir kembali di sini.” ujar Tuan Wisnu seolah menjawab pertanyaan yang ada dibenak mereka.
Para karyawan merasa lega setelah mendengarnya. Mereka sudah terbiasa dengan manager yang sekarang, dan takut jika harus digantikan orang lain. Bagi mereka manager yang sekarang adalah yang terbaik.
“Untuk itu saya akan mengutus Bayu, sekretaris sekaligus orang kepercayaan yang akan menjadi manager sementara di hotel ini.” Tuan Wisnu mengarahkan tangannya kepada Bayu. Sedangkan orang yang namanya disebut terlihat terkejut karena belum diberitahu sebelumnya. Bayu menatap tuannya penuh tanya, namun Tuan Wisnu hanya menganggukkan kepalanya.
Anna yang sejak tadi bersembunyi merasa terkejut dengan keputusan yang dibuat ayahnya. Dia tak percaya dengan apa yang baru didengarnya.
Tuan Wisnu meminta Bayu untuk mendekat. Meski sedikit ragu namun akhirnya Bayu menurut. Dia berdiri di sebelah atasannya dengan canggung. Tuan Wisnu menyentuh bahu Bayu dan kembali melanjutkan perkataannya.
“Saya harap kalian bisa bekerja sama dengan baik di bawah naungannya, untuk tetap membawa nama baik hotel ini di mata semua orang.” ujar Tuan Wisnu menutup kalimatnya.
Semua orang pun memberikan tepukan diiringi dengan senyuman mereka. Berbeda dengan Anna yang semakin kesal bahkan marah. Dia lalu memutuskan untuk pergi dari sana.
Namun di tengah suara gemuruh tepuk tangan itu, Bayu dapat melihat Anna keluar dengan raut wajah yang merah padam menahan amarah. Tatapannya mengikuti setiap langkah Anna hingga menghilang dari pandangannya. Baru setelah itu ia kembali mengalihkan pandangannya pada semua orang sembari memperlihatkan senyuman.
Anna melangkah dengan tergesa-gesa tanpa memperhatikan sekitarnya karena diselimuti rasa marah. Tanpa sengaja dia menabrak seorang pelayan yang baru saja datang karena sama-sama tergesa-gesa.
“Kalau jalan itu pakai mata!” sentak Anna setelah melepaskan kacamata hitamnya. Dia yang tadinya sudah marah menjadi semakin marah. Pelayan itu kurang beruntung karena berada di depannya yang sedang emosi.
Pelayan itu justru tertegun saat menatap wajah Anna. Wajah cantik dengan kulit putih nan bersih tanpa ada noda sedikit pun. Selendang yang tadi menutupi wajahnya kini sudah terbuka, hingga menampakan wajah cantiknya. Dia yang sesama wanita saja mengakui kecantikan Anna.
“Hei! Aku sedang bicara padamu!"
Seketika pelayan itu pun tersentak dari lamunannya. “Sa-saya minta maaf, Nona.” ucapnya sambil membungkuk beberapa kali.
Anna mendengus kesal. “Dasar pelayan tidak berguna! Semuanya sama saja!” umpatnya lalu melangkah pergi.
Pelayan itu lalu mengangkat wajahnya dan menatap kepergian Anna dari belakang. “Wajahnya cantik, tapi sayang perilakunya tidak secantik wajahnya. Apa dia bilang tadi? Pelayan tidak berguna? Tanpa kami memangnya kalian orang-orang kaya itu bisa hidup? Apa uang juga membutakan mata hatinya?" gerutu pelayan dengan kesal.
“Tapi... Wajahnya itu mulus sekali. Kira-kira perawatan di mana, ya?” pelayan itu senyum-senyum sendiri. Namun tiba-tiba ia melihat jam tangannya, dan seketika matanya membulat. “Astaga! Gara-gara wanita itu aku sampai lupa kalau sudah telat.” pelayan itu menepuk keningnya sendiri lalu bergegas pergi. Dalam hatinya dia mengumpat wanita itu dan bersumpah akan mencarinya jika dia sampai dipecat.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments