Kedua mata Bayu dan Anna masih bertemu.
“Hentikan! Jika memang kau masih mau berada di sini!” ujar Bayu dengan amarah yang menyelimutinya. Anna diam lalu mengalihkan pandangannya agar tak bertatapan dengan Bayu.
“ke ruanganku sekarang!” perintah Bayu yang tak bisa diganggu gugat. Namun suaranya sedikit melunak. Walau tidak dipungkiri, kemarahan masih menyelimutinya.
Anna menatap tajam Sasa sebelum akhirnya melenggang pergi. Sasa hanya tersenyum tipis seakan mengejeknya. “Rasakan kamu.” gumamnya.
Seketika Bayu manatap Sasa dengan tajam. Sasa yang tersadar akan tatapan mata Bayu padanya, langsung menundukkan kepalanya. Sementara Danu membantu Bu Laras untuk berdiri.
Lalu ada Chef Ina yang memperhatikan Anna saat dia melewatinya.
Bayu melihat para tamu yang masih menonton. Ia lalu menghela napas panjang untuk sekedar menghilangkan rasa marahnya. Dia kemudian berjalan mendekati para tamu itu.
“Mohon maaf untuk para tamu yang berkunjung, kami mengganggu istirahat kalian. Untuk menebusnya, kami akan menyiapkan hidangan istimewa untuk menu makan malam kalian. Sekali lagi, kami mohon maaf.” ucap Bayu dengan sopan, sambil tersenyum ramah. Ia juga tak lupa membungkukkan badannya untuk meminta maaf.
Setelah itu, para tamu akhirnya bubar dan kembali ke kamar masing-masing. Namun ada juga dari mereka yang berlalu lalang pergi, melanjutkan aktivitas yang sempat tertunda.
Semua karyawan hotel memperhatikan itu semua, cara Bayu menyelesaikan masalah. Mereka dibuat kagum, terutama untuk Chef Ina.
Bayu merasa sedikit lega. Ia kembali ke tempat Sasa, dan menatapnya tajam. Sasa langsung tertunduknduk lagi, ia merasa sekujur tubuhnya dingin seketika.
“Bu Laras, apa kau tidak pernah mendisiplinkan anak buahmu? Apa harus aku juga yang mendisiplinkan mereka ?” tanya Bayu pada Bu Laras tanpa mengalihkan perhatiannya dari Sasa.
Mendengar ucapan Bayu, Sasa sampai menelan salivanya. Tangannya terasa semakin dingin. Ia tak berani mengangkat wajahnya.
“Tidak perlu, Pak. Saya sendiri yang akan mendisiplinkan mereka.” jawab Bu Laras sembari menatap tajam Sasa. Sasa mengangkat wajahnya setelah mendengar jawaban Bu Laras. Pandangan mereka saling bertemu. Tapi itu justru membuatnya semakin tidak karuan rasanya.
“Baguslah.” Bayu tersenyum, lalu mengalihkan pandangannya ke sekeliling. Masih ada karyawan hotel yang menonton.
“Kenapa kalian masih di sini? Kembali bekerja !!” ucap Bayu dengan suara baritonnya. Seketika membuat semuanya bubar. Tidak ada yang mau berurusan dengan sekertaris Tuan Wisnu itu, yang kini telah menjadi manager di hotel tempat mereka bekerja.
Bayu mendengus kesal. “Sebaiknya kau urus anak buahmu dengan baik, Bu Laras! Sebelum aku sendiri yang bertindak.” tegas Bayu lalu bergegas pergi, melewati pecahan piring yang berserakan di lantai.
Kenapa Pak Bayu hanya meminta wanita itu yang ke ruangannya? kenapa juga ia menyerahkan Sasa pada Bu Laras. Entah mengapa aku merasa, Pak Bayu sedikit berbeda memperlakukan wanita itu. Apa wanita itu yang dibicarakan asistenku sebelumnya? Tapi .... dia pelayan.
Chef Ina diam-diam memperhatikan perubahan sikap Bayu itu. Dia hanyut dalam pemikirannya sendiri.
Kini tinggal Sasa, Bu Laras dan Danu. Bu Laras menatap tajam ke arah Sasa, sementara Sasa hanya menunduk takut.
“Kamu itu! Apa belum cukup hukuman yang tadi?" ucap Bu Laras dengan geram. Ia menggenggam tangannya erat di depan wajah Sasa, gemas ingin sekali memukulnya.
“Maaf,” hanya itu yang bisa Sasa katakan. Dia tidak berani bicara banyak, takut salah lagi.
Bu Laras hanya bisa menghela napasnya kasar. Ia memalingkan wajahnya ke arah lain.
“Bereskan koridor ini sebelum ada korban lagi!” titahnya.
Sasa mendongak tak percaya. “Kenapa saya? Ini semua ulah pelayan baru itu.” Dia tidak terima dengan hukuman Bu Laras kali ini.
Bu Laras langsung melayangkan tatapan tajamnya. “Kau membantahku? Mau kuberi hukuman lain?” tanyanya sambil membentak.
“Tidak-tidak .... saya akan melakukannya.” jawab Sasa takut. Ia tahu, jika hukuman lain yang dimaksud adalah keluar dari hotel. Secara tidak langsung, dipecat. Dan Sasa tidak mau itu terjadi. Ia menunduk lesu
Bu Laras lalu melangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu. Sementara Danu juga ikut membuntutinya dari belakang.
“Kamu juga bersiaplah. Hukumanku menantimu.” ujarnya pada Danu disela-sela langkahnya.
“Apa? Tapi .... apa kesalahan saya ?” Danu merasa tidak bersalah sama sekali. Padahal dia juga ikut melerai perkelahian Anna dan Sasa, bahkan sampai menjadi korban mereka.
“Pikirkan sendiri apa kesalahanmu!” ujar Bu Laras lagi, kemudian melangkahkan kakinya lebih cepat dari sebelumnya. Belum ada sehari Bayu bekerja, dia sudah kena marah. Dia takut Bayu mengadukannya kepada Tuan Wisnu. Namanya akan jelek dimata atasannya itu. Bu Laras tahu selain sekretaris, Bayu juga orang kepercayaan Tuan Wisnu. Ucapannya selalu didengar dan dipercaya.
Sementara Danu berusaha mengejarnya, ia masih meminta penjelasan Bu Laras. Tapi yang pasti, Danu tak mendapat jawaban apa pun.
Sasa hanya menatap kepergian mereka. Ia melihat kondisi koridor itu yang seperti kapal pecah. Wajahnya nampak frustasi.
Wanita itu !!! Semua ini gara-gara dia .....
Sasa mengepalkan tangannya, dengan sorot mata yang penuh dendam.
Sementara Randy, dia tengah berjongkok dengan kedua tangan yang menopang wajah lesunya.
Ia mengamati koridor itu yang sudah nampak sepi.
“Lalu, sampai kapan aku berada di sini ?” gumamnya disertai helaan napasnya.
.
.
Bayu membuka pintu ruangannya, dia melihat Anna yang sedang duduk di sofa. Bayu menutup pintu ruangan itu tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari Anna.
Sementara Anna, dia tidak berani memandang Bayu. Rasanya, teringat dengan tatapan matanya saat di koridor itu.
Kondisi Anna, sudah tidak terlalu acak-acakan seperti tadi. Mungkin, dia sudah merapikannya sebelum Bayu datang. Tapi itu memperlihatkan luka di wajahnya dengan jelas.
Bayu kemudian duduk di kursinya, menatap langit-langit ruangannya.
“Kenapa kau lakukan ini ?” tanyanya dengan suara normal, tidak seperti tadi.
Anna mendongak, dia menatapnya kali ini. Bayu memutar kursinya sehingga mereka saling berhadapan.
“Jawab pertanyaanku! Kenapa kau lakukan ini? Aku baru saja meninggalkanmu sebentar, dan kau sudah berulah.” Bayu rasanya geram sekali.
“Aku tidak bersalah, dia yang memulai.” Anna membalas dan berusaha membela diri.
“Aku tidak peduli siapa yang memulai, dan siapa yang salah. Yang aku tahu, kamu sudah melanggar aturan yang kubuat. Harusnya kamu bisa menahan amarahmu. Kalau kau bisa menahannya sedikit saja, semuanya tidak akan seperti ini.” ujar Bayu dengan sedikit menaikkan nada bicaranya.
Anna bangkit, sepertinya dia tidak pandai menahan diri.
“Aku sudah berusaha, tapi dia selalu memancingku !” balas Anna dengan nada bicara yang lebih tinggi dari Bayu.
“Kau sudah tahu dia memancingmu, kenapa tidak menghindar? Kalau kau merasa tidak bisa menahan amarahmu, kau bisa langsung pergi 'kan? ujar Bayu panjang lebar. Sepertinya ini kesempatannya untuk meluapkan kekesalannya.
Mulut Anna seketika bungkam. Ucapan Bayu ada benarnya. Tapi dia tetap tidak terima dimarahi oleh Bayu. Ingin rasanya membalas ucapannya, namun lidahnya terasa kelu. Tak mampu mengeluarkan kata-katanya lagi.
“Dengar! Ini terakhir kalinya aku mendengar kau berulah. Jika sampai terulang lagi, aku tidak segan-segan mengusirmu dari sini.” ancam Bayu.
Rasanya Anna benar-benar ingin memakinya. Tapi entah mengapa ia tak bisa berkutik. Ia hanya bisa diam, sementara tangannya terkepal kuat.
“Kau bisa pergi sekarang.” ucap Bayu diikuti dengan helaan napasnya.
Anna masih mematung beberapa saat. Hingga akhirnya ia tersadar dan langsung melangkahkan kakinya.
Baru Anna memegang gagang pintu, Bayu kembali bersuara lagi.
“Aku tidak peduli jika ada keributan lagi. Selama itu bukan kau!” Anna menoleh, tetapi Bayu langsung memutar kursinya membelakangi Anna.
Anna semakin kesal dengan Bayu. Cukup hari ini Bayu memarahi Anna. Anna langsung membuka pintu lalu menutupnya dengan keras.
Bayu lalu memutar kursinya lagi. Rasanya ia juga tidak mau memarahi Anna. Tapi dia harus melakukan itu agar Anna tidak berulah lagi. Bayu menghela napas pelan, lalu memejamkan matanya.
Di luar ruangan, Anna masih berdiri beberapa saat. Hingga akhirnya berjalan pergi dengan membawa rasa kesal di hatinya.
“Apa itu tadi, kenapa aku tidak bisa berkutik di hadapannya? pasti dia sudah puas memarahiku habis-habisan. Dia mau mengusirku? Tidak salah? Dia bersikap seolah-olah hotel ini miliknya. Dia semakin berkuasa. Dan aku, kenapa malah terjebak dalam permainanannya ?” Anna menggerutu sendiri.
“Apa yang dia katakan? Dia tidak peduli jika ada keributan lagi, selama itu bukan aku ?” Anna lalu btersenyum getir. “Ya iyalah dia tidak peduli, karena aku incarannya. Dia tidak akan peduli pada yang lain.”
Namun tiba-tiba saja Anna berhenti. “Tapi .... bukankah itu seharusnya bagus untuknya? Kenapa dia malah berkata seperti itu?" Anna merasa bingung sendiri.
“Dasar, Pria Aneh! Harusnya aku tahu, kalau dia memang sangat aneh.”
“Siapa yang aneh ?” tiba-tiba terdengar suara seseorang. Anna lalu menoleh.
Danu tersenyum lebar hingga memamerkan gigi putihnya.
“Ya Tuhan, kenapa hidupku jadi dikelilingi orang-orang aneh?” Anna bergumam pelan, namun mengalihkan pandangannya dari Danu.
“Kenapa? Kau sedang memikirkan orang aneh itu ?” tanya Danu.
Anna menoleh lagi. “Tidak. Untuk apa kamu di sini ?” Anna mencoba mengalihkan perhatian Danu.
“Oh itu. Aku diminta Bu Laras membantumu. Aku juga akan mengawasi semua pekerjaanmu, supaya kejadian tadi tidak terulang lagi." ucapnya sambil tersenyum.
Ya, inilah hukumanku. Mengawasi pekerjaanmu setiap saat. Lalu melaporkannya pada atasan. Siapa lagi, kalau bukan Bu Laras. Rasanya aku masih tak mengerti, kenapa aku jadi ikut-ikutan di hukum. batin Danu.
Memangnya aku anak kecil? Harus diawasi segala. Sempit sudah ruang gerakku sekarang. Aku akan sibuk, dan tidak akan punya waktu untuk mengawasi pria aneh itu. Aku ke sini untuk mengawasi, tapi kenapa jadi aku yang diawasi ? batin Anna.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 61 Episodes
Comments